"Kami usulkan agar balik nama ini dihilangkan agar masyarakat mau semua bayar pajak," kata Dirregident Korlantas Polri Brigjen Pol. Yusri Yunus dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Brigjen Pol. Yusri Yunus menjelaskan bahwa usulan itu bertujuan untuk menertibkan data kepemilikan kendaraan dan menstimulus masyarakat agar makin patuh untuk membayar pajak.

Yusri mengungkapkan salah satu alasan banyak orang tidak membayar pajak karena pembeli kendaraan bekas tidak mengganti identitas kepemilikan nama kendaraan lantaran biayanya yang mahal.

Untuk usulan penghapusan pajak progresif, Yusri menyebut banyak pemilik kendaraan asli memakai nama orang lain dalam untuk data kendaraannya untuk menghindari pajak progresif.

Selain itu, kata Yusri, adanya pemilik kendaraan yang menggunakan nama perusahaan agar menghindari pajak.

"Pajak untuk PT itu kecil sekali, rugi negara ini. Makanya, kami usulkan pajak progresif dihilangkan saja sudah, biar orang yang punya mobil banyak itu senang, enggak usah pakai nama PT lagi cuma takut saja bayar pajak progresif," jelasnya.

Yusri menyatakan bahwa pihaknya akan mengusulkan itu kepada kepala daerah mulai dari gubernur hingga bupati. Hal itu demi pendapatan daerah meningkat. Timbal balik dari pendapatan daerah meningkat ialah fasilitas publik akan dapat maksimal diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat.

"Bukan urusan polisi, pajak urusan suspenda. Akan tetapi, kami bersinergi di sana, terutama soal data," katanya menegaskan.

Selain itu, Yusri juga menyampaikan adanya perbedaan jumlah kendaraan bermotor antara Kepolisian, PT Jasa Raharja, dan Kemendagri.

Menurut Yusri, hal itu bisa terjadi karena pemilik kendaraan tidak melaporkan keadaan kepemilikan kendaraannya. Misalnya, kendaraannya hilang, sudah rusak dan/atau tidak bayar pajak sehingga datanya terhapus.

"Semua kendaraan bermotor yang terdaftar ke polisi itu datanya masih ada, datanya lengkap," ungkapnya.

Yusri mengatakan bahwa perbedaan data kendaraan itu memengaruhi pada data kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak.

Oleh karena itu, Yusri berharap dengan adanya rakor Samsat tingkat nasional masalah data itu bisa disamakan.

"Kami sedang mengatur single data untuk menyatukan dan menyamakan semua data," katanya. (An)