Mengungkap Sejarah Kota Sedayu Lawas (3 habis)


Oleh : Fathur Rahman, S.Pd., M.Pd
Praktisi Pendidikan SMAN 1 Paciran Peduli Sejarah Lokal
Tome Pires Ungkap Amiza adalah Pate Sedayu lawas - (1510 - 1530) : 20 Tahun 
(Sedayu dalam tulisan ini adalah Kota Pelabuhan Sedayu lawas) 
Editor : W. Masykar
D. Keyakinan Kepercayaan Agama Masa Pate Amiza
Berkenaan dengan keyakinan pada awal abad 16 tersebut Tome Pires menyatakan bahwa penduduk Sedayu mengikuti keyakinan menyembah berhala atau pagan. Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo pun menafsirkan kepercayaan penduduk Sedayu saat itu adalah mengikuti agama Kapitayan. Bila melihat latar belakang Tome Pires merupakan bangsawan Portugis yang mengalami dan melihat langsung di wilayah kerajaannya sebelumnya bagian dari Andalusia suatu Dinasti Islam Umayah yang menguasai daerah Iberia Eropa selama 8 abad.

Pires mengetahui jelas tentang kepercayaan dan ritual agama Islam, agama Muhammad atau agama Rosul. Bisa jadi ritual-ritual beribadah penduduk Nusantara yang memeluk Islam masih dalam pengenalan awal belum membumi yang diutamakan bersyahadat dulu. Ajaran Islam awal ini yang masih bercampur dengan kepercayaan sebelumnya atau kepercayaan lokal sebelumnya inilah yang menjadikan Tome Pires berkesimpulan bahwa penduduk Sedayu kala itu masih berpaham pagan atau menyembah berhala. Beda dengan Islam yang dia lihat di Andalusia, Jazirah Arab, dan India.

Hipotesis tentang penyebaran Agama Islam di Sedayu dikuatkan oleh  W.R. Baron  dalam Eene Vereeniging  Van Staattslieden En Geletteerden tahun 1874 di perpustakaan Leiden Belanda. “afkomstig Van Patjiran order Sidajoe, en daar de Sidajoesche kroniek vermeldt, dat het grooter deel der bewonwrs van dit landschap omstreeks 1350 de Mohammedaansche gods-dienst aannamen,…. 
 “Di Patjiran bagian dari wilayah distrik Sedayu, Sebagaimana kronik Sedayu menyatakan bahwa sebagian besar penghuni bentang alam ini sekitar Tahun 1350 M menganut agama Muhammad ….”.

Berdasarkan kronik ini bahwa wilayah Kadipaten Sedayu yang berpusat di Sedayulawas sebagian besar penduduknya sudah menganut agama Islam atau agama Muhammad dan sebagian yang lain penganut Hindu – Siwa. 

Informasi lain tentang berkenaan ditemukannya sebuah naskah Kuno berisi ajaran Islam awal yang diajarkan penduduk Nusantara tersimpan selama tiga abad di perpustakaan umum Marquis Cristino, Ferara, Italia. Naskah Kuno ini   tertulis dalam aksara Jawa Kuno di atas lontar yang berjumlah 23 lembar, masing-masing berukuran 40 x 3,5 cm, Sebelum menjadi milik perpustakaan Marquis Cristino, Naskah ini merupakan koleksi seseorang yang tak tertulis datanya.

Naskah tersebut diterjemahkan di Universitas Leiden Belanda tahun 1978 oleh GJH Drewes diterbitkan “Koninklijk Instituut voor Taal Land en Volkenkunde, Martinus Nijhoff, Den Haag, dengan Judul An Early Javanese Code of Muslim Ethics. Diterjemahkan Wahyudi tahun 2002 dengan Judul Perdebatan Wali Songo: Seputar Makrifatullah, diterbitkan Alfikr Surabaya.

Risalah /Kropak Jawa/Kropak Ferara  ini ditujukan kepada orang-orang yang baru masuk Islam dan mereka yang masih di luar Islam. Terdapat 122 kata serapan dari bahasa Arab, Persia dan Melayu. Naskah ini di buat pada abad 15 (1400 – 1500 M). Menurut Abdul hadi guru besar Falsafah dan Agama Universitas Paramadina Jakarta (19/6) “ naskah ini ditulis saat orang Islam di Jawa masih minoritas dan ajaran dalam naskah tersebut yang memuiat fikih, tasawuf, dan ilmu kalam serta akhlaq kurang mendalam dan bersifat praktis dan pengarang naskah menyebutkan dengan nama Kholifah. Naskah tersebut dibawa para pelaut Belanda dari Pelabuhan Sedayu dekat Tuban menuju Eropa pada tahun 1596 M”. 

Selain Kropak Ferara atau Kropak Jawa tepatnya Kropak Sedayu yang diambil paksa dari pelabuhan Sedayu, juga naskah lain yakni serat Sunan Bonang atau Het Boek Van Bonang juga diambil dari Sedayu. Naskah kuno ini dibawa paksa dengan cara bemachting, yaitu perampasan dengan tujuan mencari informasi penting untuk mengetahui keadaan tempat yang akan dikuasai dan kemudian dikoloni oleh armada Cornelis de Hotman saat singgah pada tanggal 2 Desember 1596 M selama 3 hari di pelabuhan Sedayu saat itu merupakan kadipaten Sedayu dan kemudian berkonflik dengan warga setempat akhirnya diusir dan diserang oleh pasukan Bupati Sedayu, sekitar 12 ABK de Houtman tewas kemudian memaksa armada angkat sauh melanjutkan pelayaran ke arah Madura. 

Naskah Serat Bonang ini berbahasa Jawa kuno pada daun lontar disimpan di Leidshe Universiteits bibliotheek sejak Oktober 1597 M dan ditempatkan di bawah katalogus no. XVII Kal. Octob (Widji Saksono dalam Rachmad Abdullah, 2017:205). Oleh karena itu, dokumen ini masih tersimpan di Leiden dengan title Het Boek Van Boenang merupakan disertasi karya B.J.O. Schrieke 1916 M. Pada bagian sampul tertulis Exchange Disertation pada The University of Chicago Libraries. Disertasi B.J.O. Schrieke yang berjudul Het Boek Van Boenang ini sebanyak 198 halaman dalam bahasa Belanda. Teks berbahasa Jawa dicantumkan pada halaman (38 halaman) yang terdiri XVIII bagian dan 83 Langgam. 

B.J.O. Schrieke (1916) menyakini bahwa Het Boek Van Boenang ini betul-betul memang ditulis oleh Sunan Bonang berdasarkan kalaimat, Tammat carita cinitra kang pakerti Pangeraning Bonang yang menunjukkan bahwa dokumen tersebut karya Sunan Bonang. Selain itu, Serat ini ditemukan sekitar tahun 1596 M, suatu masa yang tidak jauh dari kehidupan Sunan Bonang. 

Naskah ini dijilid dengan Cover Eropa menggunakan kertas dari tulang dan lapisan ganda pada sampul depan dan belakang. Hingga saat ini, manuskrip berisi 88 halaman di atas kertas Dluwang Jawa ini masih tersimpan rapi pada Special Collecties di Leiden University Library. Kitab ini tidak dapat dipinjam bebas, tetapi masih dapat diakses di ruang baca.

Berdasarkan uraian di atas tentang keyakinan atau kepercayaan penduduk Sedayu pada tahun 1513 adalah mengikuti agama Rosul Muhammad SAW agama Islam yang pemahaman Islam awal saat itu.

E. Kota Sedayu Di Kelilingi Tembok
Kesaksian dari Tome Pires tentang Sedayu di atas khususnya dari letak geografisnya mendapat konfirmasi dari Fransisco Rodrigues, seorang nakhoda utama dari armada Portugis yang menemukan Pulau Banda dan Kepulauan Maluku. Fransisco Rodrigues juga dikenal sebagai pembuat peta atau kartografer ulung Kerajaan. Peta yang dibuat oleh Francisco Rodrigues pada tahun 1512, berdasarkan perjalanan Alfonso de Albuquerque, adalah salah satu peta tertua yang menggambarkan Nusantara. Peta ini mencatat letak Sedayu, yang berada di antara Tuban dan Gresik, menunjukkan bahwa wilayah tersebut sudah dikenal dalam navigasi dan perdagangan internasional sejak awal abad ke-16. (Peta Terlampir) 

Selain itu, keterangan tentang kesuburan Sedayu, sebagaimana dicatat oleh Tomé Pires, dapat dikonfirmasi dengan sumber sejarah lokal, seperti Babad Tanah Jawi. Hal ini menunjukkan bahwa Sedayu memang merupakan wilayah yang penting, baik dalam konteks perdagangan maupun sejarah Jawa, serta memiliki peran strategis sejak zaman kerajaan-kerajaan Nusantara.

Dari catatan ekspedisi Belanda tahun 1599, Sedayu disebut sebagai wilayah yang terlihat dari laut dengan posisi di selatan-tenggara dari pengamat. Wilayah ini juga berdekatan dengan distrik perdagangan Gresik yang dikenal sebagai Padjaratan. Dalam laporan sketsa dilihat dari kapal, kota Sedayu sebagai kota Pelabuhan dikelilingi oleh Tembok. (Coastline profiles of Tuban Sedayu, Iurtan and Madura (East-Java). Pembuat: Jolinck, Heyndrick Dircxz. 1599)

Secara keseluruhan, Sedayu pada masa itu merupakan wilayah agraris yang memiliki pengaruh politik melalui hubungan dengan Demak dan Tuban, serta mulai dikenal dalam jalur pelayaran dan perdagangan, meskipun belum menjadi pusat dagang utama. Kota Sedayu saat itu dikelilingi oleh tembok, seperti halnya kota Tuban. Sedayu yang dimaksud dalam tulisan ini adalah Sedayu lawas.

Informasi tentang masa pemerintahan Pate Amiza dan Pate Bagus berlangsung dan berakhir, belum ada sumber atau catatan dari para pengelana atau tulisan babad. Baru pada pertengahan abad ke-16 tepatnya di bulan Maret 1546 kisaran 33 tahun setelah reportase Tome Pires 1513. Mendez Pinto menyebutkan bahwa salah satu penguasa  di wilayah pantai utara Jawa adalah Pate Sudayo (Patii Sedayoe), penguasa Sedayu yang bernama Pate Sudayo merupakan penguasa setempat yang saat itu bergelar Pangeran. Tentunya dapat diduga Pate Sudayo (Patti Sedayoe) adalah seorang pejabat adipati Sedayu. (Sumber Aliyah Gordon, 2001. the Propagation of Islam in The Indonesian - Malay Archipilago. Malaysia Sociological Research Institute, hlm, 472.)

Terdapat juga nama penguasa Sedayu adalah Gusti Sedayu, namun De Graaf meragukan Pate Sudayo ini adalah Gusti Sedayu. Tidak masuk akal, karena tidak mungkin orang yang bernama Gusti Sedayu itu sekaligus juga menjadi Gusti di wilayah lain. Sudayo memang nama seorang, dan bukan suatu tempat. (De Graaf Bangkitnya Mataram Islam.1991)

Dari uraian akhir ini penguasa Sedayu setelah Pate Amiza dan Pate Bagus adalah Pate Sudayo / Pate Sodayo / Pate Sedayoe atau juga Gusti Sedayu.
Lamongan,  16 Mar 2025
Fathur Rahman (Piyantun Sedayulawas)
Daftar Pustaka
1. Baron, W.R. 1874. Eene Vereeniging  Van Staattslieden En Geletteerden. Belanda Leiden.
2. Biegman G.J.F. 2010. Hikayat Tanah Hindia. Sejarah Hindia Belanda dari Zaman Pra Hindu hingga Abad ke-19. Yogyakarta: Octopus.  hlm. 56
3. Drewes, GJH, 1978,  An Early Javanese Code of Muslim Ethics. Den Haag: “Koninklijk Instituut voor Taal Land en Volkenkunde, Martinus Nijhoff.
4. Graaf, H.J. de dan Th. G. Pigeuaud. 1989. Kerajaan-Kerajaan Islam  Pertama di Jawa, Kajian Sejarah Politik Abad ke-15 dan 16, Cetakan ketiga. Jakarta: PT. Pustaka Utama graffiti (grafitpress).
5. Graaf, H.J. de. 1949. Geschiedenis van Indonesie, 's-Grevenhage: Martinus Nijhoff, hlm.212.
6. Graaf, H.J. de. 1987. Awal Kebangkitan Mataram Masa Pemerintahan Senopati. Jakarta: Grafiti Press.
7. Gordon, Aliyah, 2001. the Propagation of Islam in The Indonesian - Malay Archipilago. Malaysia Sociological Research Institute, hlm, 472.
8. Jarwanto, Eko. 2020. Sidajoe. Dari Kadipaten Menuju Kawedanan. Gresik: Pagan Press.
9. Jolinck, & Heyndrick Dircxz. 1599. Coastline profiles of Tuban, Sidayu, Iurtan and Madura (East-Java). 
10.https://www.atlasofmutualheritage.nl/en/page/5590/coastline-profiles-of-tuban-sidayu-iurtan-and-madura-east-java
11. Pires, Tome. 1944, Suma Oriental, edited and translated by Armando Cortesao, London: Hakluyt Society. hlm. 249-250.
12. Rahman, Fathur. Dkk. 2021. Kearifan Lokal Desa Sedayu lawas. Sedayulawas Poenya Sedjarah. Malang: Ismaya Berkah Group
13. Rouffer, Gerrit Pieter and Ljzerman, Jan Willem. 1915. De-cerste schipvaart der Nederlanders naar Oost Indië onder Cornelis de Houtman, 1595-1597; journalen, documenten en andere bescheiden, nitgegeven en toegelicht • Volume 32. Belanda Michigan Univercity.
14. Sarkawi B Husein. 2017. Sejarah Lamongan dari Masa ke Masa. Surabaya: Airlangga Press.
15. Schrieke, B.J.O. 1916. Exchange Disertation pada The University of Chicago Libraries. (Het Boek Van Boenang). Belanda.
16. Sunyoto, Agus. 2006, 2015, 2017. Suluk Malang Sungsang (Buku ke-1 s.d. ke 7). Bandung: Pustaka Mizan.
17. Sunyoto, Agus. 2016. Atlas Waki Songo. Jakarta: Pustaka IIman, Trans Pustaka, LTN PBNU
18. Qushwandhi, M, Dhiyauddin. 2008. Waliyah Zainab. Bawean Gresik: Yayasan Waliyah Zainab Diponggo.
19. Wahyudi.2002. Perdebatan Wali Songo: Seputar Makrifatullah, Surabaya: Alfikr
20. Arsip koleksi indian Office Library British Library (IOL) no. Arab. 2246 (Loth 1047) AD., IOl no. Arab. 2246 (Loth 1047) AH., IOL no. Arab. 2246 (Loth 1047) AM. 
21. https://jernih.co/potpourri/2-april-1595-pelayaran-cornelis-de-houtman-membawa-belanda-menjajah-nusantara/
22. https://id.rodovid.org/wk/Orang:189907?fbclid=IwAR3piMcYJ5pf1-tLE4UTFPbZ3xa64D9truJfXUXO2M0MkX7O6qDSuhMq0XU

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama