Layanan Perbankan Buruk, DPR Minta Kementerian BUMN Evaluasi BSI Di Aceh

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Sejalan dengan qanun Lembaga Keuangan Syariah berlaku di Aceh,  membuat Bank Syariah Indonesia (BSI) mendapat tambahan 2 juta lebih nasabah dalam waktu singkat. 

PT Bank Syariah Indonesia Tbk, kini menjelma menjadi Bank terbesar di daerah dengan klaim Istimewa bidang penerapkan Syariat Islam itu.

Kendati demikian, Bank milik BUMN yang menawarkan keunggulan layanan transaksi keuangan berbasis syariah itu, hingga kini dinilai masih membawa masalah bagi nasabah di Provinsi Aceh.

Anggota Komisi VI DPR RI Asal Aceh Rafli, usai menerima keluhan transaksi sejumlah nasabah BSI, mengatakan, masyarakat mengeluh, BSI Sudah kelamaan kacau. 

Dia minta Kementerian BUMN mengeveluasi minerja BSI.

"Belum lekang ingatan kita baru-baru ini ada turis alami kendala transaksi Bank di Aceh, transaksi M-Banking dan layanan CS di Aplikasi Mobile Banking terindikasi acuh. Parahnya lagi ada laporan saldo terpotong tak wajar dan misalnya lagi pembelian pulsa. Saldonya terpotong, pulsanya gak masuk.  Kok hingga kini masih alasan klasik, belum siap sistem ini, masih proses izi itu, kelamaan !," tandasnya, Selasa (04/09/2022)

Ironisnya dengan layanan demikian ditengah kemerosotan ekonomi Aceh dan politik isolasi perbankan serta kondisi gejolak ekonomi global, pada kuartal II/2022, BSI mampu membukukan laba bersih mencapai Rp2,13 triliun, tumbuh 41,31% year on year (yoy).

Terkait Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) di BSI, Rafli menilai Perbankan Syariah ini belum mempunyai pola pemberian Fasilitas pembiayaan modal kerja di awal seperti pada Bank Konvensional ataupun Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). 

Walaupun ada Letter Of Credit  (LC) yang dikeluarkan Importir Luar Negeri sebagai jaminan komoditas Ekspor, tapi sistem di BSI tetap mengharuskan syarat  Fixed Asset juga sebagai angunan. 

Sedangan Bank Konven ataupun LPEI, Sales Contract dengan jaminan LC, sudah bisa. 

"Kita Minta BSI cepat berbenah, optimalkan pembiayaan UMKM ekspor, agar bisa menggandeng mitra pembiayaan seperti LPEI dan lainnya," ujarnya.

Pembiayaan KUR di Aceh melalui BSI, menurutnya, juga belum maksimal. Masih banyak keluhan para pelaku UMKM. 

"Kita minta data-data penerima KUR dipublikasi setiap tahun, sebagai transparansi keuangan Negara. Bukan hanya jumlah total KUR yang dikucurkan saja. BSI harus memperbaiki sistem layanan segera, sudah kelamaan kacau” yutup Rafli. (*)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama