Ratusan Buruh Yang Tergabung Dalam FSPMI Kepung Kantor Disnaker Purwakarta

PURWAKARTA (wartamerdeka.info) - Ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) melakukan aksi Unjuk Rasa dengan mengepung Kantor Disnaker Kab.Purwakarta, Jum'at (11/11/2022).

Dengan memakai kendaraan Roda dua dan Roda empat para buruh berkompoi dari Kawasan Kota Bukit Indah sebagai titik kumpul, menuju Kantor Disnaker Kabupaten Purwakarta dengan pengawalan ketat dari pihak keamanan.

Sesampainya di kantor Disnaker Kab. Purwakarta para Buruh melalui koordinator aksi, langsung melakukan Orasi dengan menyuarakan tiga tuntutan, di antaranya:

1.Tolak Omnibuslaw dan turunannya yakni PP 36/2021 dalam penetapan penentuan upah tahun 2023 dengan menaikkan UMK Tahun 2023 sebesar 13%

2. Upah di atas 1 tahun berdasarkan Kelompok Jenis Usaha

3. Tolak PHK efisiensi dengan alasan resesi ekonomi

Dalam Orasinya Koordinator aksi, Wahyu Hidayat.SH, menyampaikan, bahwa aksi ini masih dalam eskalasi kecil, hanya untuk menegaskan bahwa kaum Buruh di Purwakarta turut dalam gelombang barisan yang akan terus melawan terhadap UU 11/2020 Cipta Kerja beserta turunannya yang menggerus kesejahteraan kaum pekerja.

"Karena sudah ada indikasi bahwa Pemerintah akan tetap menggunakan PP 36 dalam penentuan upah, sehingga akan berdampak pada UMK Kabupaten Purwakarta yang tidak akan naik lagi baik pada UMK 2023, maupun untuk beberapa tahun berikutnya," kata Wahyu

Wahyu menegaskan, ini adalah bentuk kesewenangan yang dilakukan secara masif dan struktural sehingga gelombang perlawanan dipastikan akan terus bergulir dengan eskalasinya yang akan terus membesar hingga menjelang diputuskannya UMP pada 21 November 2022 serta UMK pada 30 November 2022 oleh Gubernur.

Wahyu Juga menyinggung , "Year on Year versi BPS, tingkat Inflasi pada Oktober 2022 adalah 5,71 Persen sementara PDB sebesar 5,72 Persen, akan tetapi fakta di lapangan harga kebutuhan pokok, transportasi dan perumahan lebih tinggi lagi kenaikannya, sehingga menjadi sebuah kewajaran bila kaum buruh meminta kenaikan upah di sekitaran 13 persen.

Wahyu Hidayat, yang juga sebagai Ketua Exco Partai Buruh Kabupaten Purwakarta, menambahkan, Pemerintah harus hadir untuk mencegah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, apalagi dengan alasan efisiensi. 

"Betul, dampak perang Rusia-Ukraina menyebabkan resesi ekonomi khususnya di Eropa dan menjadi tamparan keras untuk sektor tekstil dan garmen, namun harus dicatat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap menunjukkan trend positif," ujar Wahyu.

Setelah menyampaikan Orasi  perwakilan Buruh diterima Sekretaris Disnaker Kab.Purwakarta, Wita Gusrianita serta beberapa pejabat dan anggota Dewan Pengupahan dari unsur pemerintah.

Wita juga minta maaf kepada perwakilan buruh Karna Kepala Disnaker Kab. Purwakarta tidak ada ditempat, sedang ada agenda rapat membahas mengenai Pengupahan di Disnaker Jawa Barat

Wita Gusrianita menanggapi poin-poin tuntutan yang diajukan Buruh. Ia berjanji tuntutan buruh akan disampaikan ke kadis, dan disampaikan pada perundingan Dewan Pengupahan Kabupaten (Depekab).

"Serta kita upayakan agar dapat diagendakan perwakilan Buruh segera bertemu Bupati Purwakarta untuk berdiskusi, sekembalinya beliau dari umroh," jelas Wita.

Menurut kacamata pekerja, Era Jokowi telah menghadirkan regulasi yang tidak berkeadilan terkait hal pengupahan. Diantaranya, adanya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dimana sebelum PP 78/2015 hadir, kenaikan upah minimum rata-rata naik 12,69 Persen, namun setelah PP tersebut terbentuk, upah minimum rata-rata naik hanya 8,66 Persen.

Tambah parahnya lagi PP 78/2015 tentang Pengupahan. Lewat Omnibuslaw, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pun dilahirkan.

Celakanya, walaupun Mahkamah Konstitusi telah menyatakan Inkonstitusional bersyarat, dengan aturan turunannya, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan kembali memperlambat gerak laju kenaikan upah yang berkeadilan menuju hidup layak dan sejahtera.(AsBud)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama