Mantan Sekprov Sulsel, Abdul Hayat Gani didampingi kuasa hukumnya, Yusuf Gunco saat melapor ke Polda Sulsel. |
MAKASSAR (wartamerdeka.info) - Abdul Hayat Gani melaporkan pidana pembuat surat pemberhentian dirinya sebagai Sekprov Sulawesi Selatan yang dinilai cacat prosedural.
Abdul Hayat Gani melaporkan pembuat nomor surat tersebut sebagai bentuk tindak pidana pemalsuan surat di Polda Sulsel dengan nomor laporan LP / B / 1352 / XII / 2022 / SPKT / POLDA SULAWESI SELATAN tertanggal 17 Desember 2022.
Kuasa Hukum Abdul Hayat Gani, Yusuf Gunco mengatakan, pihaknya melaporkan dua nomor surat yang dianggap cacat prosedural yang menyebabkan Abdul Hayat Gani dicopot sebagai Sekprov Sulsel.
Kedua nomor surat itu adalah nomor 800/7910/BKD dan nomor 800/0019/BKPSDMD yang dikeluarkan pada 12 November 2022.
"Jadi yang saya laporkan adalah surat nomor 800/7910/BKD tanggal 12 November 2022. Itu surat yang kami anggap surat bodong atau surat palsu karena menurut pengakuan Kepala BKD, surat itu tidak pernah ada di BKD," ujarnya, Sabtu (17/12/0222).
"Makanya kita laporkan surat itu yang ditandatangani oleh Gubernur (Andi Sudirman Sulaiman). Jadi bukan gubernur yang kita lapor. Yang kita lapor yang membuat surat ini, dari mana asalnya ini surat karena menurut BKD dia tidak pernah keluarin. Surat itu yang menjadi dasar gubernur menyurat ke Presiden," tambahnya.
Yang kedua, kata dia, nomor surat 800/0019/BKPSDMD. Di mana, dalam instansi Pemprov Sulsel tidak ada dinas yang namanya BKPSDMD.
"Di mana BKPSDMD itu tidak ada di dalam instansi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Tidak ada dinasnya, loh kok ada surat keluar macam itu. Berarti kedua surat yang diusulkan ke presiden adalah surat yang tidak benar. Dari mana ini surat. Makanya kita melapor secara resmi yang dilaporkan oleh Pak Hayat sendiri langsung. Saya mendampingi," jelasnya.
Terkait dengan gugatan untuk PTUN sendiri, pihaknya juga sudah mengajukan surat keberatan terlebih dahulu kepada Presiden terkait pencopotan Sekprov tersebut.
"Kemarin saya menyurat ke Presiden namanya surat keberatan. Karena sebelum mengajukan gugatan ke PTUN ada persyaratan. Kita harus keberatan dengan surat yang dianggap final. Dalam hal ini surat presiden. Jawaban yang keluar itu adalah jawaban dari Kementerian Dalam Negeri adalah salah nomor surat," katanya.
Ia menganggap, apa yang disampaikan oleh Kemendagri adalah kesalahan fatal. Di mana, surat yang dikeluarkan itu salah nomor surat.
"Hal itu sudah kelalaian administrasi, tidak boleh lagi merubah. Itu sudah kesalahan fatal yang dilakukan oleh institusi Kemendagri. Karena surat dari Kemendagri itu ke presiden bukan ke Kantor lurah. Ini tidak boleh main-main," tegasnya.
Menurutnya, Institusi Kementerian Dalam Negeri tidak boleh menganggap dirinya gegabah dalam membuat surat keputusan.
"Karena kenapa? Berdampak fatal ke orang. Dan nyatanya berdampak fatal ke Sekprov, yang tidak ada kelalaian dan kesalahan dalam menjalankan tugasnya. Karena kelalaian administrasi, Sekprov dicopot dair jabatannya. Ini tidak boleh, gak boleh orang main-main dengan pejabat negara. Makanya kita laporkan ke polisi, biar mereka tahu siapa yang benar dan siapa yang salah," tandasnya.