JAKARTA (wartamerdeka.info) - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas mengatakan Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar mengebut penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) guna mempercepat pelayanan publik sekaligus mencegah praktik korupsi.
"Arahan Presiden sangat tegas dan jelas, digitalisasi birokrasi menjadi kewajiban dan bukan sekadar digitalisasi tapi seluruh rangkaian digitalisasi itu harus terintegrasi," kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Presiden, kata Menpan RB, menaruh perhatian besar pada digitalisasi birokrasi di seluruh tingkatan. Kepala negara juga telah meneken Peraturan Presiden Nomor 132/2022 tentang Arsitektur SPBE pada 20 Desember 2022.
"Sehingga semua berbasis digital, mengurangi berbagai celah dan potensi penyalahgunaan," ujar Anas. Anas mengatakan digitalisasi birokrasi dalam skema SPBE akan efektif dalam mencegah korupsi sekaligus mengakselerasi pelayanan publik. Sebagai contoh negara-negara dengan digitalisasi yang matang mampu menciptakan sistem pemerintahan yang efisien, termasuk berdampak pada indeks persepsi korupsi.
Misalnya, e-Government Development Index (EGDI) dunia dimana Denmark dan Finlandia menempati posisi tertinggi. Hal itu selaras dengan peringkat indeks persepsi korupsi/IPK atau Corruption Perceptions Index/CPI 2022 yang diterbitkan Transparency International. Hasilnya, Denmark dan Finlandia menjadi negara dengan peringkat tertinggi. Hal itu juga paralel dengan peringkat Rule of Law Index Denmark dan Finlandia juga berada pada level tertinggi.
"Ini menunjukkan proses digitalisasi di segala lini yang kini menjadi perhatian Presiden Jokowi akan berperan besar dalam menekan potensi korupsi," ujar mantan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa tersebut. Contoh sederhana, sambung dia, saat semua pelayanan berbasis digital tidak ada pengisian data berulang, dan tidak ada orang bertemu orang maka semuanya akan transparan dan akuntabel.
Digitalisasi juga membuka ruang partisipasi masyarakat untuk melakukan pengawasan secara langsung. Hal ini penting dan akan berkontribusi terhadap pencegahan praktik korupsi. Sebab, semua kegiatan layanan pemerintah dapat dikontrol secara terbuka oleh masyarakat. Pada tahun 2022 untuk EGDI Indonesia berada pada peringkat 77 dengan nilai 0,71 dari skala 0-1. Adapun Denmark berada di peringkat pertama dengan angka 0,97 dan Finlandia di peringkat kedua pada angka 0,95.
"Bapak Presiden menginstruksikan ada percepatan digitalisasi sehingga EGDI Indonesia meningkat, yang ini pasti berdampak positif pada minimalisasi potensi korupsi hingga peningkatan kemudahan berusaha," jelasnya. Ia memaparkan terdapat dua kerja besar digitalisasi terintegrasi yang menjadi perhatian Presiden yang meliputi relasi antara pemerintah dan warga, pemerintah dan dunia usaha, serta antarinstansi pemerintah.
"Itu semua dilakukan dengan tidak membuat aplikasi baru, melainkan melakukan perbaikan dan memperkuat tata kelola serta mengintegrasikannya," kata dia. Saat ini, sambungnya, kerja digitalisasi untuk mencegah korupsi dan mengakselerasi pelayanan publik sedang dipacu seluruh kementerian/lembaga. Mulai dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas, BSSN hingga BRIN. (An)