Memaknai Teks Proklamasi 17 Agustus 1945

Oleh : Sjahrir Tamsi, Tomakaka Jambu Arajang Binuang Mandar
Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat

Dokumen Teks Proklamasi yang dibacakan Atas Nama Bangsa Indonesia : Soekarno Hatta sebagai berikut : 

"Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja."

Memaknai Teks Proklamasi, 17 Agustus 1945 di atas, sebagai momentum yang bernuansa Politis. 

Sebuah dokumen sejarah yang sangat menohok mata dunia bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab maka penjajahan di atas dunia ini haruslah dihapuskan.

Kemerdekaan yang diraih Republik Indonesia ini adalah berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, dan didorong oleh keinginan yang luhur pastinya keinginan seluruh rakyat DINASTI RAJA Diraja se-Nusantara.

Bahwa Perjuangan para Pahlawan yang rela mengorbankan jiwa raganya, tiada lain sebagian besar adalah dari DINASTI, Paduka Yang Mulia, Raja, Sultan, Pangeran, Mara'dia, Karaeng, Arung, Datu dan Tomakaka se-Nusantara.

Perihal Pemindahan Kekuasaan dan lain-lain yang dimaksud adalah Kerajaan yang berdaulat ketika itu, bukan hanya kekuasaannya yang dipindahkan akan tetapi seluruh aset dan harta kekayaan Kerajaan termasuk jiwa raga Paduka Yang Mulia Raja Diraja yang berdaulat, bahkan keluarga, perangkat adat kerajaan dan warganya diminta untuk menyerahkan secara legowo, dan sukarela kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang setingkat-singkatnya. Namun faktanya sejak Republik Indonesia diproklamirkan atas nama bangsa Indonesia: Soekarno-Hatta, sekira 15 tahun kemudian barulah Kekuasaan Kerajaan yang berdaulat dan seluruh aset harta benda Kerajaan se-Nusantara dipindahkan dengan tulus dan ikhlas tanpa pamrih dalam bentuk dokumen Resmi Surat Keputusan kepada Pemerintah Republik Indonesia tercinta ini. Kecuali Daerah Istimewa Yokyakarta yang masih eksis dan berdaulat sampai sekarang dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.

Ironisnya, pada upacara perayaan dan peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus setiap tahun, Undangan kehormatan dari Pemerintah yang berkuasa di era teranyar ini, tak pernah sampai di pihak Kerajaan yang tak berdaulat lagi. 

Kalau toh ada yang menerima undangan untuk menghadiri upacara peringatan HUT Proklamasi, mereka hanya diberi tempat duduk/kursi yang tak layak dan pada posisi paling belakang atau di sudut-sudut yang tak terjangkau dari pandangan mata para pejabat yang berkuasa serta jauh dari sorotan kamera. Padahal Para Paduka Yang Mulia, Raja Diraja se-Nusantara adalah Kontributor Terbesar Berdaulatnya Republik Indonesia ini.

Sementara para mantan pejabat atau para Pejabat Pemerintah yang sedang berkuasa saat ini duduknya paling depan di kursi empuk VVIP. 

Para Paduka Yang Mulia, Raja dan Ratu serta Para Yang Mulia Perangkat/Dewan Adat yang tak Mulia lagi di mata pejabat yang berkuasa di era teranyar ini. Padahal masih banyak diantaranya yang merupakan anak dan cucu keturunan asli dari Raja Diraja sekitar wilayah kita domisili yang terabaikan.

Masih ingatkah bahwa, Paduka Yang Mulia Presiden 1 RI. Ir. Soekarno pernah mengatakan : "Jangan Lupakan Sejarah".

Referensi :
  1. Kanjeng GUSTI Mangku Alam II Adipati Arya : Ramah Tamah pada kegiatan SILATURAHMI DINASTI NUSANTARA SE-SULAWESI BARAT, Polewali, 2023;
  2. Andi Makmur Saida, anak Pahlawan Nasional "Pajonga Dg. Ngalle" : Sambutan pada Pertemuan dengan Anak Bungsu Bung Soekarno, Makassar, 2023;
  3. Andi Afrasing La Mattulada, Arajabg Binuang Mandar : Sambutan pada acara SILATURAHMI DINASTI NUSANTARA SE-SULAWESI, Polewali, 2023;
  4. H. Hasan Dalle, Dewan Adat Batetangnga, Arajang Binuang : Diskusi Lepas pada Workshop Sinergitas Pancasila, Budaya dan Agama di Boyang Kayyang, Buttu Ciping Tinambung, Polewali, 2023.
  5. Teks Pembukaan UUD 1945.

Editor : W. Masykar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama