To-Makaka Dalam Diskursus Dunia

Oleh: Sjahrir Tamsi, Tomakaka Jambu Arajang Binuang Mandar
Kabupaten Polewali Mandar - Provinsi Sulawesi Barat 

Berdasarkan keterangan para sesepuh berumur 100 tahun yang masih hidup sampai sekarang, To Malaka berasal dari "Bahasa Dinri" (Bahasa Asli Kerajaan Binuang, kala itu).

To berarti Orang atau Manusia.

Sementara Kaka berarti Kompeten, Cakap, Bijak, atau yang dituakan menjadi Panutan.

Dalam Aksara Dinri kata yang berawalan "Ma" menujukkan kata kerja : To Ma-kaka berarti 

Orang yang sedang dituakan atau orang yang dihormati menjadi di suatu komunitas/wilayah. Juga dapat berarti Orang yang Sedang menjalankan kebijakan, ataupun Orang yang memiliki kecakapan dalam bertugas. (Andi Afrasing La Mattulada, 2023).

Di Mandar, "To" artinya orang, sementara "Maka" yang memiliki kompeten atau mampu seperti "maka kedzona", "maka pau-paunna" "maka gau'na" dapat berarti Orang yang mempunyai kompeten atau kecakapan yang baik perilakunya, santun dalam bertutur kata, dan sopan dan bijak dalam bertindak. (Andi Muhammad Ilyas Paloncongi, 2023).

Kata To itu sendiri aslinya berasal dari "Bahasa Dinri" yang mirip dengan Bahasa Enrekang Kuno, Sulawesi Selatan. Mereka menggunakan kata To bukan "Tau" yang berarti Orang/manusia.

Negara Indonesia merupakan negara multikultur, yang artinya ditempati atau diduduki oleh masyarakat (rakyat) yang memiliki bermacam-macam kebudayaan, patut disyukuri, karena walaupun Indonesia dihuni oleh beranekaragam budaya, Indonesia masih tetap bisa bertahan sebagai negara yang utuh. Itu semua karena adanya falsafah Indonesia yang disebut Pancasila, dimana dalam sila ketiga telah disebutkan, yang berbunyi "Persatuan Indonesia". 

Berdasarkan UUD 1945 Pasal 32 yang mengatur tentang kebudayaan daerah yaitu :

1. Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. 

2. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Dari pasal tersebut kita sudah dapat mengetahui bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan keanekaragaman yang kompleks. 

Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut disebut masyarakat multikultural. 

Multikultural yang bisa diartikan sebagai keanekaragaman atau perbedaan antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lainnya. Masyarakat yang hidup di daerah tertentu dengan memiliki kebudayaan dan ciri khas yang mampu membedakan masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya. Dari adanya kebudayaan dan ciri khas itulah muncul berbagai macam Bahasa, Etnis dan Budaya daerah yang dalam Undang-Undang sebagai Kekayaan Budaya Nasional.

Jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 terbetuk. Sudah ditemukan bentuk, dan struktur masyarakat adat di berbagai wilayah Nusantara yang masih berlaku hingga sekarang.

Diantara masyarakat yang mendiami wilayah Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat ada etnis Pattae, dimana etnis ini, adatnya dikenal dengan "Tallu Lipu" (Tiga Pilar) salah satunya disebut Tomakaka.

Tomakaka, merupakan predikat seorang pemangku adat dalam masyarakat etnis Pattae. 

Tomakaka sendiri terdiri dari dua suku kata dalam bahasa pattae yaitu "To" dan "Kaka". 

Kata "To" yang menunjuk pada seseorang dan "Kaka" berarti yang dituakan dan menjadi panutan.

Bila "To” dalam bahasa etnis Pattae berarti suatu kata yang menunjukkan seseorang, sementara arti kata “Kaka” yaitu, sebagai panutan. 

Jadi Tomamaka dapat diartikan sebagai seseorang yang mempunyai kompetensi dan cakap untuk bisa menjadi panutan / penentu dalam satu masyarakat adat.

Dengan pengertian Tomakaka  tersebut di atas, maka menjadi seorang pemangku adat Tomakaka, bukanlah hal yang muda dan kecil. 

"Tomakaka juga merupakan Raja dalam skala kecil. Diskursusnya adalah Tomakaka juga punya perangkat adat yang sama kedudukannya dengan perangkat adat yang dimiliki suatu Kerajaan yang berskala Besar".

Tugas dan fungsi seorang Tomakaka, tidak terlepas dari Adat Istiadat yang berlaku dalam masyarakat etnis Pattae. Maka dari itu, Tomakaka merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Adat Istiadat etnis Pattae yang menjunjung tinggi nilai-nilai Adat menjadi sebuah keharusan.

Menyandang predikat sebagai Tomakaka tentunya memiliki syarat yang super ketat dalam menetapkannya.

Tomakaka tentu menjadi sebuah keharusan bagi masyarakat etnis Pattae yang masih menjunjung tinggi dan menjalankan norma-norma adat istiadatnya.

Menjadi Tomakaka tidaklah sembarang orang, ia harus memenuhi syarat-syarat adat yang telah ditentukan.

Syarat menjadi Pemangku Adat dibanyak etnis yang ada, diukur dari sudut pandang bagaimana ia bisa diterima di masyarakat. Sudut pandang tersebut seperti kepribadian, perilaku, hingga hubungan darah atau keturunan (silsila keluarga).

Begitupun juga dengan pengangkatan, ataupun pemberian amanah menjadi seorang Tomakaka.

Berikut syarat-syarat yang harus dipenuhi menjadi seorang Tomakaka :

1. Mallampuq.

Syarat pertama ini menjadi 

Tomakaka adalah memiliki sikap yang "Mallampuq. Mallampuq dapat diartikan lurus, atau sebagai orang yang tidak boleh bertindak sewenang-wenang, dan harus mengikuti hukum adat yang telah ditentukan.

2. Tae Mapakka Lilana.

Kalimat ini terdiri dari tiga suku kata yaitu "Tae" yang berarti “tidak”, "Pakka"

berarti “Bercabang”, dan "Lila" artinya “Lidah”. Jika kata tersebut digabungkan, maka kalimat "Tae Mapakka Lilana" dapat diartikan sebagai orang yang jika berkata, maka omongannya dapat dipercaya.  

3. Kakai Atinna.

Syarat ketiga ini berarti orang yang memiliki kerendahan serta kebesaran hati terhadap masyarakat.

Pemangku adat atau Tomakaka, harus memiliki sikap rendah hati dan tidak sombong dengan setiap pencapaian dan prestasi yang mereka dapatkan.

Para pemangku adat yang mengakui bahwa mereka melayani orang-orang yang memimpin dalam masyarakat adat. Mereka memiliki sikap empati, suka berbagi dan memberdayakan orang lain secara adat yang berlaku.

4. Kakai Kedona.

Syarat ini dapat diartikan sebagai suatu tindakan, atau perbuatan. Jadi, pemangku adat Tomakaka harus memiliki tindakan atau perbuatan yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat adat khususnya Pattae.

5. Kakai Pagaukanna.

Syarat kelina ini memiliki arti suatu sikap tinggi. Secara umum, pengertian sikap atau attitude, adalah perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang untuk mengenal aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya.

Seseorang yang memiliki sikap, tentunya mempunyai pengetahuan. perasaan-perasaan, dan kecenderungan untuk bertindak. Hal itulah yang harus dimiliki seorang pemangku adat yaitu Tomakaka.

6. Kakai Pakkitanna.

Ini artinya sebagai seseorang yang memiliki pandangan hidup dalam menjaga masyarakatnya dengan segala persoalan-persoalannya.

Pandangan hidup sendiri merupakan suatu hal yang dijadikan sebagai pedoman hidup, pandangan hidup tersebut berisi aturan-aturan yang dibuat untuk mencapai sebuah tujuan.

Sementara fungsi pandangan hidup secara umum, menjadi petunjuk untuk menyelesaikan berbagai persoalan atau permasalahan baik sosial, budaya, ekonomi, maupun persoalan politik.

7. Bija Adaq.

Bija Adaq dapat diartikan sebagai Keturunan Tomakaka (Adat). Jadi, untuk menjadi seorang pemangku Tomakaka, harus dari keluarga adat atau keturunan Tomakaka. Namun, jika Bija Adaq tidak termasuk dalam kriteria atau syarat lainnya, maka Bija Adaq tadi, tidak bisa menjadi Tomakaka.

Itulah syarat-syarat menjadi seorang pemangku adat Tomakaka dalam masyarakat etnis Pattae. Ketujuh syarat tersebut, sebagaimana disampaikan, H. Hasan Dalle (Ketua Lembaga Adat Batetangnga, Arajang Binuang). Dalam kegiatan Lokakarya Budaya yang diselenggarakan oleh Kerukunan Keluarga Pelajar Mahasiswa Batetangnga (KKPMB) Tahun 2018 lalu.

Referensi :
1. Andi Afrasing La Mattulada, Raja Binuang Mandar, Polewali, 2023;
2. H. Hasan Dalle, Ketua Lembaga Adat Batetangnga, Arajang Binuang Mandar, Polewali, 2023;
3. Andi Ir. Muhammad Ilyas Paloncongi, Pa'bicara Bulang Arajang Binuang Mandar, 2023;
4. Bustamin Tato : Tomakaka Sang Pemangku Adat Masyarakat Suku Pattae, Pattae.com, 2019;
5. Bustamin Tato : Ketahui Syarat Menjadi Pemangku Adat Tomakaka, Pattae.com, 2019.
6. Drs. Sjahrir Tamsi,  Memahami Peran Kakak Kepada Adiknya dan Tomakaka Sebagai Panutan Dalam Masyarakat Adat Pattae, Wartamerdeka.Info. Mamuju, 2023

Editor : W. Masykar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama