Catatan Pendek (1) Nikmat Pensiun dengan Keluarga

Oleh : YM. Sjahrir Tamsi
Yang Mulia (YM) Sjamsi (60) menatap taman kecil di depan rumahnya yang asri. Sebuah kursi panjang dari besi stainless menjadi tempat favoritnya untuk menghabiskan pagi. Di sebelahnya, Yang Mulia (YM) Mirah (62) istrinya, sedang asyik menyiram bunga melati yang baru mekar. “Harumnya semerbak bikin rileks ya, Sayang... (Ayahnya Aan/ PuangMfa'nya Aci)” ucap YM. Mirah sambil tersenyum.

YM. Sjamsi mengangguk. "Benar, Sayang... (Umminya Aan/Puangneneknya Aci). Dulu, waktu masih jadi ASN, mana ada waktu seperti ini. Selalu terburu-buru ke kantor, mengabdi sebagai Pahlawan Tanpa Tanda Jasa."

Sebagai pensiunan ASN Golongan IV, YM. Sjamsi telah menjalani karir panjang di dunia Pendidikan selama 35 tahun, dan istrinya YM. Mirah juga di dunia yang sama yaitu Pendidikan mengabdi selama 40 tahun. Kini, kehidupannya lebih santai. Keempat anaknya sudah mandiri : Aan, Luly, Ari dan Itha masing-masing tinggal di rumah mereka bersama keluarga kecilnya. Mereka semua sering mengunjungi YM. Sjamsi dan YM. Mirah, apalagi ada enam cucu yang membawa kebahagiaan baru ke dalam hidup mereka.

Hari itu, seperti biasa, hari Minggu
Cucu-cucu YM. Sjamsi dan YM. Mirah, satu per satu, datang menyambangi rumah mereka. Aci (08) yang paling besar langsung menuju dapur, seperti biasa. “Puangnenek..?, ada kue bolu favorit Aci ya..?” tanyanya sambil melirik ke meja makan.

YM. Mirah tertawa kecil. "Ada dong, Puangnenek tidak pernah lupa kue kesukaan Aci. Coba cek di toples itu."

Di ruang tengah, ada Eca (07) dan Ayyash (5) sedang asyik berebut mainan mobil-mobilan yang selalu disimpan YM. Sjamsi untuk mereka. "PuangMfa, kapan kita bikin layangan lagi?" tanya Ayyash sambil menyeret mobil mainannya.

YM. Sjamsi mengangguk sambil tersenyum. "Minggu depan kita cari bambu ya, nanti PuangMfa ajari bikin layangan besar."

Di sisi lain, ada Abizar (5), Ayumi (4), dan Arkam (3) bermain kejar-kejaran di halaman depan. Mereka tertawa terbahak-bahak saat Ayumi berhasil menangkap Abizar, abangnya. "Puangnenek, lihat Ayumi menang!" teriaknya dengan bangga.

"Anak-anak ini energinya tidak habis-habis ya," komentar YM. Mirah sambil mengelap tangannya dari sisa adonan kue. "Dulu anak-anak kita juga begini, Sayang..., sekarang giliran cucu-cucu yang bikin rumah ramai."

Saat sore menjelang, YM. Sjamsi mengajak cucu-cucunya duduk di beranda. Ia membuka sebuah buku tua, berisi kumpulan cerita dan gambar-gambar dari masa mudanya. "Ayo, siapa mau dengar cerita PuangMfa?"

"Aci... Eca... Ayash... Abizar... Ayumi... Arkam..!" serentak mengacungkan tangan kanan dan mereka menjawab dengan menyebut namanya masing-masing penuh semangat dan menghampiri PuangMfanya.

YM. Sjamsi mulai bercerita tentang masa kecilnya di kampung halaman, bagaimana ia dulu bermain di sawah, memanjat pohon, dan menangkap ikan di sungai. Aci, Eca, dan yang lainnya mendengarkan dengan mata berbinar, seolah membayangkan petualangan seru yang diceritakan PuangMfa mereka.

“PuangMfa hebat ya.., bisa nangkap ikan pakai tangan!” seru Abizar kagum.

"Zaman dulu tidak ada gadget, jadi kami main di alam, kampung halaman Dara-Polman." jawab YM. Sjamsi. "Makanya kalian juga harus sering main di luar, jangan cuma pegang handphone terus di rumah ya."

Mendengar itu, Ayyash mengangguk setuju. "Nanti ajak kita main layangan lagi ya, PuangMfa..!"

Sementara itu, YM. Mirah membawa nampan berisi teh manis hangat dan kue-kue kecil untuk mereka nikmati. Suasana sore itu dipenuhi canda tawa dan kehangatan.

Saat hari mulai gelap, para cucu mulai mengantuk satu per satu. Orang tua mereka datang menjemput, mengucapkan terima kasih kepada YM. Sjamsi dan YM. Mirah karena sudah membuat anak-anak mereka begitu bahagia.

"Terima kasih ya, Ayah, ya Ummi. Anak-anak selalu semangat kalau diajak ke sini," kata Itha, anak bungsu mereka, sambil menggandeng tangan Ayumi (anak ke-2nya) yang sudah hampir tertidur.

"Kalau untuk cucu-cucu, PuangMfa dan Puangnenek selalu ada," jawab YM. Mirah dengan senyum manisnya yang lembut dan matanya sama seperti "Safir Biru" yang sayu merayu masih seperti dulu saat mudanya.
Ketika semua pulang, YM. Sjamsi menatap istrinya dengan penuh kebahagiaan. 
"Sayang.., rumah kita memang kecil (berlantai 3 dan kamar ada 5), akan tetapi kehangatannya Besar ya.."
YM. Mirah mengangguk, menyandarkan kepala di bahunya.
"Bersama cucu-cucu, rasanya seperti surga kecil di dunia."
Makassar, 2 Desember 2024.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama