Cerita bersambung "Kapten Laurent dan Sabiq"
Setiap bagian terdiri dari beberapa cerita atas permintaan pembaca setiap bagian jika ceritanya agak panjang bisa ditayang dua kali (dua episod) ini semata mata hanya memudahkan pembaca disaat membaca cerita Novel ini - sehingga tidak terlalu panjang. Dengan durasi waktu yang pendek bisa menyempatkan menyimak cerita Novel ini.
Editor : W. Masykar
"Kapten Laurent dan Sabiq"
"Membasuh muka karena ngantuk"
(bagian 1 episode 2 )
Lima belas menit kemudian mobil Bruno tiba dan mendapatkan parkir, untung sore itu agak sepi, jadi mudah mendapatkan tempat parkir. Mereka bertiga berjalan menuju restoran yang dijanjikan. Tampak beberapa anggota labo sudah datang duluan, ada Prof Debloyet pembimbing doctor Sabiq.
Ada 4 meja sengaja dijajar bersatu memanjang dengan kursi yang berhadap-hadapan sehingga bisa menampung 16 orang.
Semua sudah mendapatkan tempat duduk, Sabiq agak ketinggalan karena tadi tiba di restoran
mampir ke toilet dulu.
Sehingga satu-satunya kursi yang masih kosong adalah di samping Prof. Debloyet, padahal niat awal Sabiq menghindari jangan bersebelahan dengan Prof. Debloyet. Karena semua teman-teman labo tahu bahwa beliau adalah Professor senior dan paling disegani, sehingga mahasiswa doctor terkadang menghindar dengan beliau karena respek dan sungkan.
Apa boleh buat, tinggal itu satu-satunya kursi yang kosong. Maka Sabiq mendekat ke sana,
“Sabiq, tu t’assois à côté de Prof. Debloyet », (Sabiq, kamu duduk dekat Prof. Debloyet) kata Bruno ke Sabiq.
"okay, merci”, (Iya, terima kasih) jawab Sabiq.
Sabiq juga kaget ketika Prof Debloyet menggeser kursi sampingnya agar Sabiq mudah masuk dan duduk. "wah, jadi nggak enak dan nggak bebas nich" gumam Sabiq.
Seperti umumnya restoran, di tiap meja ada satu atau dua botol minuman bir dan gelas-gelas jenis khusus untuk minum bir yang sudah disiapkan di meja depan setiap kursi, tidak terkecuali di depan Sabiq. Bukan rahasia lagi bahwa semua anggota labo tahu bahwa Sabiq mempraktikan islam.
Maka spontan, Prof Debloyet bilang.
"Je suis content que Sabiq s’assis à côté de moi, car j’aurai deux verres (saya senang bahwa Sabiq duduk di dekat saya, karena saya akan dapat dua gelas)" katanya sambil ketawa dan disaut yang lain juga ikut ketawa.
Sabiq juga ikut senyum karena faham bahwa maksudnya jatah minum bir Sabiq akan diminum oleh Prof Debloyet. Maka benar memang, seperti biasa, Sabiq akhirnya pesan ke pelayan restoran
“Un verre de jus d’orange s’il vous plait (mohon segelas jus jeruk)» kata Sabiq
kepada pelayan restoran.
Saat daftar menu disodorkan oleh pelayan restoran, maka Sabiq juga pesan makanan dengan lauk ikan, konsisten selalu seperti itu. Kecuali jika makan di restoran halal.
Tiba-tiba di tengah-tengah saling diskusi atau ngobrol, jadi hening dihentikan oleh Prof Debloyet yang berkata.
“Je suis tellement fier de Sabiq, il respecte bien sa religion. Ce n’est pas comme nous. Et je suis sûr, car il respecte bien sa religion bien sûr il va respecter les autres, comme on se sentis tous les jours avec Sabiq» jelas Prof. Debloyet.
(Saya sangat bangga dengan Sabiq, karena ia benar-benar respek terhadap agamanya. Dan saya yakin, karena dia respek terhadap agamanya, maka dia juga akan respek kepada yang lain, sebagaiama yang kita rasakan sehari-hari dengan dia).
Suasana menjadi hening sesaat, entah mengapa. Karena Prof. Debloyet ini memang sekitar dua tahun lagi pensiun, jadi hampir setiap kali Beliau menyampaikan sesuatu, tidak satupun anggota Labo memotong perkataannya. Dan juga Prof Debloyet adalah mantan direktur labo, maka semua sangat respek.
Sore itu, masing-masing anggota labo cerita tentang rencana liburan, meskipun sesekali juga tentang hasil penelitian tetap melengkapi diskusi. Karena memang tim riset grup labo Instrumentasi ini terkenal juga gila kerja, jika sudah masing-masing asyik meneliti terkadang lupa waktu, pukul 21h00 baru balik pulang, bahkan akhir pekan juga banyak yang lembur.
Maka tidak heran meskipun di restoran, mereka juga masih membicarakan tentang riset.
Sore itu Sabiq agak tenang dan tidak gelisah mencari tempat sholat, karena sudah menjelang musim panas sehingga waktu sholat magrib di atas pukul 21h. akhirnya pukul 22h makan malam sudah selesai, Sabiq pulang diantar
Bruno dan Laurence, seperti saat berangkat tadi. Pandangan Sabiq menerawang jauh keluar jendela mobil, teringat surat Kapten Laurent.
Sabiq membayangkan bagaimana jika ternyata permasalahan itu berujung kepada pengiriman pulang ke Indonesia (deportasi) dan lain-lain. Sabiq baru sadar dari lamunannya, ketika Bruno bilang bahwa sudah tiba.
“Okay, on y arrive Sabiq (okay kita sampai, Sabiq)” kata Bruno saat tiba di gang dekat arah cite-u tempat Sabiq tinggal.
« Okay, merci Bruno et Laurence, …. Chao et bon weekend (okay, terima kasih Bruno dan laurence…. Sampai ketemu dan selamat berakhir pekan)” sahut Sabiq sambil membuka pintu mobil.
Sabiq merasa berat menaiki tangga menuju lantai 4 di asrama cite-u, seakan kaki menempel beberapa detik di tiap tangga yang diinjaknya. Padahal sudah masuk waktu magrib sejak 30 menit lalu. Sangat beda sekali dengan langkah turun sambil membawa surat dari kapten Laurent tadi siang, telapak sepatunya seperti lompat tanpa menyentuh anak tangga.
Setelah selesai magriban, pandangan Sabiq menerawang jauh ke luar jendela kamar dan melihat langit di arah barat yang memerah pertanda waktu magrib masih ada sebelum gelap waktu isyak datang. Pandangannya hampa. Ingat bagaimana awal-awal Sabiq melaksanakan riset dan kenal dengan banyak professor yang riset di bidang yang sama. Sabiq pernah kontak banyak professor, satu orang dari Rusia, dua professor di Australia, seorang profesor di Quebec, dan juga dua profesor di Jerman.
Sabiq sangat aktif berkomunikasi melaui email dengan profesor-profesor di luar negeri terkait dengan riset nya. Sabiq pernah berkirim surat ke Prof Indenbom, professor dari Rusia penemu alat penelitian Sabiq.
Saat itu, pertama kirim email, Sabiq memperkenalkan diri dan cerita bahwa dia sedang riset dengan topik alat temuan Prof. Indenbom. Tanpa diduga Sabiq, Prof Indenbom benar-benar menanggapi email itu dan sejak saat itu sering terjadi diskusi tentang hasil riset
Sabiq dengan Prof. Indenbom.
Suatu ketika, tanpa sengaja Sabiq menyampaikan hal itu ke Stéphane, pembimbing kedua program doctor nya bahwa dia kenal dan sering komunikasi dengan Prof Indenbom di Rusia.
“Pourquoi tu contactes Indenbom, qu’est-ce que t’as envoyé à lui ? Car notre résultat n’est pas encore confirmé, et strictement interdit à donner à l’autre personne ! (kenapa kamu kontak Indenbom, apa yg telah kamu kirimkan kepadanya. Karena hasil kita belum terkonfirmasi, dan sangat dilarang untuk diberikan ke orang lain)” kata Stéphane agak datar saat itu.
Pertanda Stéphane kurang setuju dengan yang telah dilakukan Sabiq. Ia kecewa mengapa Sabiq komunikasi dengan orang lain tentang hasil riset tanpa ijin pembimbing. Saat itu Sabiq juga kaget sekali, tidak menduga kalau Stéphane kurang setuju. Bayangan Sabiq, Stéphane akan senang karena Sabiq bisa komunikasi dengan Indenbom orang terkenal di bidang riset nya dan juga penemu alat yang digunakan riset Sabiq.
“Je suis désolé Stéphane, car à ce moment-là j’ai trouvé la difficulté comment faire marcher la machine et personne dans ce labo comprend, alors j’ai essayé de trouver l’email de Indenbom et je lui ai envoyé un message (maaf, saya menyesal Stéphane, karena saat itu saya menemukan kesulitan untuk menjalankan alat kita itu, dan di labo ini tidak ada orang yang mengerti, akhirnya saya cari email Indenbom dan saya berkirim email kepadanya» terang Sabiq kepada Stéphane.
« Bon, je te laisse (baik, saya pergi)» jawab Stéphane sambil agak kurang puas dengan jawaban Sabiq.
Tidak terasa, langit memerah dari jendela kamar semakin gelap dan pertanda sebentar lagi masuk waktu isyak. Sabiq akhirnya menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu lagi karena ragu sudah batal apa belum. (*)
"Kapten Laurent dan Sabiq"
Karya : Bayu W
Bayu W, Penulis "Kapten Laurent dan Sabiq" adalah Prof. Doktor Bayu W., Novel ini ditulis saat sedang merampungkan program Doktor nya di Universite de Caen - Perancis.
Novel terdiri dari 4 Bagian dan puluhan seri dengan berbagai setting dan kisah yang berbeda saat berada di negeri La France itu, dan juga di tanah air. Terinspirasi dari kisah nyata yang penuh dengan inspirasi, motivasi, pengalaman unik, semangat etos tinggi meraih cita.
Dikemas dengan bahasa yang mudah dicerna dan enak dibaca - meski kadang ada kata atau kalimat berbahasa Perancis, tapi ada penjelasan sehingga pembaca tetap nyaman dan tidak merasa kesulitan. Lahir di Nganjuk Jawa Timur, Prof. Dr. Bayu W kini menetap dan bertugas sebagai salah satu pimpinan tinggi di kementerian - Jakarta.
Novel terdiri dari 4 Bagian dan puluhan seri dengan berbagai setting dan kisah yang berbeda saat berada di negeri La France itu, dan juga di tanah air. Terinspirasi dari kisah nyata yang penuh dengan inspirasi, motivasi, pengalaman unik, semangat etos tinggi meraih cita.
Dikemas dengan bahasa yang mudah dicerna dan enak dibaca - meski kadang ada kata atau kalimat berbahasa Perancis, tapi ada penjelasan sehingga pembaca tetap nyaman dan tidak merasa kesulitan. Lahir di Nganjuk Jawa Timur, Prof. Dr. Bayu W kini menetap dan bertugas sebagai salah satu pimpinan tinggi di kementerian - Jakarta.
Tags
Budaya - Novel