Kapten Laurent dan Sabiq (bag. 2 episode 1)

 "Kapten Laurent dan Sabiq"

   
         Karya : Bayu W

Editor : W. Masykar
"Riyayan dan Lomba Mengarang"
Bagian 2 (episode 1)
Riyayan (lebaran) menjadi judul Bagian 2 karena banyak kisah kehidupan Sabiq yang unik di masa kecilnya. Hal-hal penuh hikmah. Meskipun terjadi di era tahun 80 an, namun banyak pelajaran penting. Salah satunya adalah riyayan.

Bagaimana tradisi keluarga selama riyayan, atau selama puasa Ramadhan, kehidupan lingkungan sekitar di mana Sabiq tinggal, teman-teman Sabiq, sekolah, kehidupan sosial keagamaan di Masjid. Masa mengaji di masjid, pola Pendidikan pondok pesantren tradisional, istilah sekarang full day atau boarding school, Sabiq mengalami itu semua, ya full day dan boarding school. Termasuk bagaimana kisah Sabiq kecil menjadi juara lomba mengarang saat di sekolah dasar.

Sedih Liburan & Senang Sekolah
“Anak-anak, besok hari Sabtu kita tidak masuk sekolah karena Bapak Ibu guru ada rapat di kecamatan” kata Pak Adi memberi pengumuman sehabis kegiatan senam pagi yang diadakan tiap hari Jumat, senam kesegaran jasmani, SKJ namanya. Sudah menjadi agenda tiap jum’at pagi sebelum jam pelajaran di SD Sumberkepuh III selalu ada SKJ sekitar 40 menit. Senam dipimpin oleh guru olah raga dan beberapa murid kelas VI dipilih untuk menjadi contoh di depan tiap barisan kelas. Mereka yang dipilih menjadi contoh senam di depan, meskipun agak malu-malu tetapi mereka sangat bangga. Sabiq tidak pernah terpilih, karena posturnya yang kecil.

SD tempat Sabiq belajar, tiap tingkatan kelas terdiri dari dua kelas, kelas I A, I B dan seterusnya sampai kelas VI A dan VI B. Tiap-tiap kelas terdiri dari 45 murid. 
Sekolah terletak di pinggiran perbatasan kampung sehingga banyak juga murid yang berasal dari kampung sebelah. 
“Horee…. horee….. asyiik” teriak anak-anak riuh dan bertepuk tangan. 
Sabiq biasa saja mendengar pengumuman itu. Aris teman dekat Sabiq, berdiri bersebelahan.
“Sabiq, besok Sabtu kita main bola ya?," kata Aris.
"Belum tahu, kita lahat saja nanti," jawab Sabiq. 
"Kenapa ? asyik khan… nanti saya yang ajak teman-teman lainnya," lanjut Aris. 
“Kita main di gang depan rumah kamu saja Sabiq, itu khan gang buntu jadi tidak terganggu dengan sepada motor yang lewat," sahut Kasdi.
Obrolan mereka terputus ketika barisan senam mulai bubar, karena masing-masing murid berjalan menuju ke kelas masing-masing untuk memulai pelajaran.

Pelajaran siang itu adalah Bahasa Indonesia, guru nya bernama Bu Susi, terkenal disiplin, keras, tegas, murid nggak ada yang berani macam-macam. Pokoknya saat itu definisi wibawa dan ditakuti itu ya jadi satu. Murid di luar jam sekolah, kalau bisa tidak bertemu atau simpangan dengan guru, maka murid selalu menghindar.
Suatu ketika sepulang jam sekolah, Sabiq disuruh Ibu nya beli sesuatu di toko. Tanpa disadarinya, saat jalan dipinggir jalan menuju toko, Sabiq melihat dari kejauhan Bu Susi sedang mengayun sepeda dari arah yang berlawanan. Pelan-pelan Sabiq melompat pagar dan sembunyi sebentar, agar tidak diketahui dan berpapasan dengan Bu Susi. Padahal Bu Susi sudah melihatnya dari jauh.
Keesokan harinya di sekolah, Sabiq disuruh menghadap Bu Susi. 

"Sabiq, mengapa kamu lompat pagar kemarin ?," bentak Bu Susi sambil menjewer telinga Sabiq. 
"Maaf Bu!," jawab Sabiq sambil menahan sakit. 
"Sudah, sana kembali ke kelas, lain kali jangan diulang," bentak Bu Susi lagi. 

Itu pengalaman Sabiq saat kelas IV, mendapat jewer dari guru pelajaran Bahasa Indonesia. Sejak saat itu, Sabiq malas belajar jika akan ada pelajaran Bahasa Indonesia, entah kenapa. Padahal Sabiq suka Bahasa Indonesia, suka membaca, mengarang, tulisan Sabiq pun tergolong bagus.

Sore itu, sehabis isyak seperti biasa pak Joyo (Bapaknya Sabiq) minum kopi di warung pinggir jalan bersama beberapa orang yang memang hampir tiap sore ke warung tersebut. Sebenarnya ya hanya ngopi saja satu cangkir, paling juga dengan satu potong gorengan. Tetapi memang seperti sudah kebiasaan, mereka ngobrol tentang garapan sawah dan lain-lain. 

"Wah kebetulan ya, Sabtu besok ini sekolah diliburkan, jadi ada yang akan mbantu saya ke sawah," kata seorang bapak.
 “Lho iya? Sekolah libur? Wah Sabiq koq nggak ngomong," sahut Pak Joyo.
Padahal sudah beberapa hari pak Joyo punya rencana mau kerja bakti dengan anak-anaknya menyelesaikan bangunan kandang sapi yang sudah lama belum tertangani karena pekerjaan sawah.

Pagi itu sehabis sarapan Sabiq bergegas mau ke sawah cari rumput untuk makanan sapi. Sabiq berfikir, selesai cari rumput biar bisa segera bergabung dengan Aris, Kasdi dan lain-lain untuk main bola. Pak Joyo melihatnya.
 “Sabiq, nggak usah cari rumput, kita memperbaiki kendang saja, juga bilang ke mas mu, nggak usah ke sawah," kata Pak Joyo.
Sabiq hanya bisa diam dan mengangguk. 
"Nggih Pak!," (iya Pak) kata Sabiq.
Wah … rencana main bola dengan teman-temannya jadi batal. Iya, Sabiq memang berpostur kecil tetapi jika main bola pasti jadi rebutan untuk menjadi 
kelompoknya, karena memang kuat dan pinter menggiring bola. 

Tidak selang lama, sekitar 7 orang, teman-teman Sabiq manggil-manggil di depan rumahnya. Rupanya lama tidak ada jawaban, maka teman-temannya memutuskan untuk tetap mulai main bola di gang depan rumah Sabiq. 

Sabiq ada di belakang rumah bersama mas dan bapaknya memperbaiki kandang sejak pagi sehabis sarapan tadi. Itulah sebabnya ada istilah di Sabiq bahwa libur sekolah itu kesedihan anak dan kebahagiaan orang tua. Sedih, karena bagi Sabiq jika libur itu malah kerja berat. Senang bagi orang tua, karena jika libur sekolah maka ada tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan dan tidak perlu memperkerjakan orang lain.

Sekitar pukul 11 an, Sabiq baru bisa bergabung dengan teman-temannya main sepak bola. Itupun dikarenakan bapak nya harus pergi ada pekerjaan lain, dan menyuruh Sabiq dan mas nya melanjutkan pekerjaan perbaikan kandang tersebut. Mas nya yang nyuruh Sabiq pergi main bola, dan perbaikan kandang dilanjutkannya sendiri.
Sabiq datang bergabung dengan teman-temanya.
“Wah kita mulai capek, kamu baru datang," kata Aris. 
“Iya… tadi saya harus bantu kerjaan dulu memperbaiki kandang di belakang rumah," jawab Sabiq. 

Seperti biasa Sabiq kebagian posisi sebagai penyerang kanan. Sepak bola berjalan terus meskipun terik matahari benar-benar menyengat, dan berhenti selesai ketika terdengar adzan dhuhur dari masjid kampung. Itupun, masih harus debat dulu karena kelompok yang kalah tidak mau berhenti. 
Setelah bubar, masing-masing anak berlarian pulang dan bergegas mandi. Sabiq juga demikian, bahkan Sabiq harus juga siap-siap untuk masuk madrasah mulai pukul 14 sampai dengan pukul 17. Madrasah adalah sekolah khusus ngaji agama. Tidak semua teman-teman SD Sabiq juga sekolah madrasah. Hanya sekitar 9 anak. 

Pernah, suatu sore saat mengaji di masjid, guru ngajinya ya sama yaitu guru madrasah. Sore itu Sabiq dipukul pakai tongkat bambu penunjuk papan tulis gara-gara Sabiq tidak tahu disuruh nunjuk sampai mana ngajinya. Maklum saat itu, Sabiq hanya hafal surat-surat pendek, tetapi belum bisa lancar membacanya. Jadi ketika disuruh membuka Al Qur’an dan membaca, seakan Sabiq lancar, padahal karena hafal. Maka ketika berhenti dan diminta menunjuk huruf lanjutannya Sabiq tidak tahu.
Sabiq beruntung, meski keluarganya tidak begitu praktik agama, namun mengijinkan Sabiq untuk masuk madrasah. Kalau SD liburnya hari minggu, tetapi madrasah liburnya hari Jum’at. Maka Sabiq lah satu-satunya dari saudaranya yang sekolah dobel, SD dan Madrasah dan bahkan malam harinya juga ngaji di masjid. Ya, tiap hari Sabiq sekolah SD pukul 07 sampai pukul 12. Siang pukul 14 sampai 17 di madrasah. Malam hari sehabis magrib juga masih ngaji sampai isyak. Tiap hari dalam satu minggu sekolah terus, tidak ada libur, karena libur dua sekolah itu beda harinya.

Seperti itulah kehidupan Sabiq… tiap hari. Subuh bahkan sebelum adzan subuh sudah harus bangun karena harus mengurus sapi peliharaan, dan kemudian sholat subuh. Konsep pendidikan full day dan boarding school benar-benar sudah diterapkan. 

Kampung Sabiq, meskipun jauh dari kota kecamatan, sekitar 8 km, namun terkenal kampung pembelajar karena ada SD, ada Madrasah dan beberapa masjid serta langgar. Semua sebagai pusat belajar. Terkenal kampung makmur juga, sebagai pekerja keras, bertani. 
Kehidupan sosial sangat baik. Belum lagi keikutsertaan lingkungan masyarakat dalam mendidik anak-anak. Tidak hanya guru sekolah atau madrasah yang bisa menjewer anak-anak jika nakal di luar. Siapapun orang tua yang melihat ada anak nakal, ejek-ejekan, berkelahi atau apapun yang lain di jalan, pasti akan dilaporkan ke orang tuanya atau guru sekolah, bahkan bisa dijewer duluan.(*)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama