Kepsek SDN Pengadilan 1, Elsa Kristiana, yang baru menjabat pada Juni 2025, menegaskan bahwa dugaan praktik tersebut tidak terjadi pada masa kepemimpinannya. Saat ditemui awak media pada Selasa (12/8/2025), Elsa menceritakan, setelah serah terima jabatan (sertijab), dirinya langsung mengumpulkan seluruh guru untuk memberikan instruksi agar tidak ada pungutan liar maupun penggiringan penjualan LKS kepada siswa atau orang tua.
"Saya masuk bulan Juni sebagai kepala sekolah. Waktu itu, pas sertijab, saya langsung kumpulkan semua guru dan saya tekankan, jangan ada pungutan dan apalagi penggiringan LKS. Saya pastikan kejadian yang diberitakan itu bukan di masa saya menjabat, mungkin beberapa tahun ke belakang," tegas Elsa.
Ia juga menyoroti peran Paguyuban Orang Tua Murid (POM) dalam isu yang beredar. Elsa menegaskan, jika memang inisiatif penjualan LKS berasal dari pihak POM, ia akan mengambil langkah tegas. "Saya pastikan kalau pihak POM atau paguyuban orang tua murid yang mengadakan inisiatif seperti itu, lebih baik saya bubarkan," ujarnya.
Elsa menilai, praktik semacam itu berpotensi menimbulkan kesalahpahaman publik dan dapat mencederai kepercayaan masyarakat terhadap sekolah. Oleh karena itu, ia berkomitmen menjaga agar semua kegiatan di lingkungan sekolah sesuai aturan yang berlaku dan bebas dari pungutan yang tidak resmi.
Sementara itu Tani, Kepsek SDN Pengadilan 2 Kota Tasikmalaya, menyampaikan pernyataan senada. Ia mengaku terkejut saat mengetahui informasi yang beredar di media sosial dan menegaskan di bawah kepemimpinannya tidak ada kebijakan atau arahan penggiringan pembelian LKS.
Menurut Tani, semua kegiatan pembelajaran di sekolahnya mengikuti prosedur resmi dan mengutamakan kenyamanan orang tua maupun siswa. Ia mengimbau masyarakat agar lebih bijak dalam menerima informasi dari media sosial, mengingat tidak semua unggahan mencerminkan fakta yang terjadi saat ini.
Pihak SDN Pengadilan 1 dan 2 sama-sama menyatakan kesiapannya bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya untuk memberikan klarifikasi dan data yang diperlukan demi memastikan transparansi.
Seperti diketahui, kasus ini mencuat setelah akun TikTok @inupdetindinesia mengunggah video yang menyinggung dugaan praktik penjualan LKS di dua sekolah tersebut. Meski tidak dijelaskan secara rinci kapan peristiwa itu terjadi, unggahan tersebut memicu reaksi warganet dan masyarakat setempat.
Dengan adanya klarifikasi dari kedua kepala sekolah, diharapkan publik memahami bahwa isu tersebut tidak mencerminkan kebijakan kepemimpinan saat ini.
Pihak sekolah juga mengajak masyarakat, orang tua, dan media untuk bersama-sama mengawasi proses pendidikan secara objektif, demi menciptakan lingkungan belajar yang sehat, transparan, dan profesional di Kota Tasikmalaya. (Randi Yunantan)