JAKARTA (wartamerdeka.info) – Sebuah langkah signifikan dalam pembenahan dunia hukum di Indonesia kembali bergulir. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (DPP HAPI), Dr. Enita Adyalaksmita, S.H., M.H., menyambangi Gedung Parlemen di Senayan, Jakarta, Kamis (4/12/2025), untuk melakukan diskusi strategis dengan Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR RI, Dr. Bob Hasan, S.H., M.H.
Dalam diskusi tersebut, Dr. Enita hadir didampingi barisan pengurus DPP HAPI. Tampak hadir mendampingi Ketua Bidang OKK Dr. Tasrif, Ketua Bidang KIM & Digital Rioberto Sidauruk, dan Ketua Bidang Bantuan Hukum & HAM Abraham Mahdi. Turut memperkuat delegasi HAPI adalah Ketua Bidang Perempuan, Anak & Disabilitas Risma Sihotang, serta Wakil Bendahara Umum Shinta Margiyana. Kehadiran para pengurus ini menunjukkan keseriusan dan soliditas HAPI dalam mengawal revisi Undang-Undang (UU) Advokat.
Pertemuan hangat tersebut berfokus pada urgensi persiapan revisi UU Advokat yang dinilai sudah mendesak. Dalam diskusi tersebut, Dr. Enita secara lugas menyoroti carut-marutnya sistem rekrutmen advokat saat ini. Menurutnya, revisi UU Advokat bukan sekadar kebutuhan legislasi biasa, melainkan sebuah upaya penyelamatan profesi dari degradasi kualitas.
"Temuan utama kami di lapangan sangat jelas, ada ketidakpastian hukum yang parah akibat dualisme dan desentralisasi kewenangan yang kebablasan," tegas Dr. Enita kepada awak media usai pertemuan.
Ia memaparkan bahwa akar masalah terletak pada kewenangan penyumpahan oleh Pengadilan Tinggi yang terlalu longgar terhadap berbagai organisasi advokat. Hal ini memicu lahirnya lebih dari 50 organisasi advokat di seluruh Indonesia. Dampaknya sangat sistemik dan merugikan para pencari keadilan. Karena banyaknya organisasi, standar pelaksanaan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) menjadi tidak seragam.
"Akibatnya fatal. Setiap organisasi menyelenggarakan PKPA dengan standar kurikulum dan kualitas yang berbeda-beda. Kita tidak lagi memiliki tolok ukur tunggal tentang kompetensi dasar seorang advokat," tambah Dr. Enita dengan nada prihatin.
Merespons aspirasi tersebut, Ketua Baleg DPR RI, Dr. Bob Hasan, menyambut baik masukan konstruktif dari DPP HAPI. Bob Hasan menegaskan bahwa parlemen dan pemerintah memiliki visi yang sama dalam membenahi sektor ini. Ia membawa kabar segar bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Advokat telah masuk dalam radar prioritas legislasi.
"RUU Advokat sudah diusulkan untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2026. Ini diinisiasi oleh pemerintah karena adanya kebutuhan mendesak untuk menyesuaikan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru," ujar Dr. Bob Hasan.
Dalam diskusi yang berlangsung cair namun berbobot tersebut, Dr. Bob Hasan juga sempat menyinggung aspek teoritis untuk memperkuat argumen perlunya revisi. Ia mengutip pemikiran pakar hukum Lawrence Friedman mengenai sistem hukum yang efektif. Menurutnya, keberhasilan penegakan hukum tidak hanya bergantung pada substansi (aturan hukum) semata, tetapi juga struktur (kelembagaan) dan kultur (budaya hukum).
"Meminjam teori Lawrence Friedman, kita tidak bisa hanya memperbaiki pasalnya (substansi). Kita juga harus memperbaiki strukturnya—dalam hal ini organisasi advokat—dan kulturnya. Revisi UU Advokat ini adalah upaya kita memperbaiki struktur agar sistem hukum kita bekerja lebih efektif," jelas Bob Hasan.
Pertemuan antara DPP HAPI dan Baleg DPR RI ini diharapkan menjadi titik terang bagi penyelesaian sengkarut dunia advokat. Sinergi antara organisasi profesi dan lembaga legislatif menjadi kunci untuk melahirkan produk hukum yang tidak hanya ideal di atas kertas, tetapi juga mampu menjawab tantangan kualitas penegakan hukum di Indonesia di masa depan. (R10)
