PUB Akan Gelar FGD Tentang Pengelolaan Pesisir Banten

Untuk Membedah Dan Mengevaluasi Kondisi Serta Kinerja Pembangunan Wilayah Pesisir Provinsi Banten


SERANG (wartamerdeka.info) -  Perkumpulan Urang Banten (PUB) pada 22 Nei 2019 mendatang, akan menggelar acara Focus Group Discussion (FGD) mengenai Pengelolaan Pesisir Banten yang akan dihadiri oleh beberapa pakar di bidang kelautan dan pesisir dan sejumlah pakar lain.

Kegiatan digelar dalam rangka menjalankan Visi PUB yaitu Banten Baru, Banten Bangkit, Banten Juara dan masyarakatnya Bangkit, Banten Juara dan masyarakatnya sejahtera dalam bingkai iman dan taqwa

Muhammad Hasan Gaido, Bendahara Umum PUB kepada wartamerdeka.info, hari ini, mengungkapkan bahwa FGD yang digelar kali ini bertema “Penataan dan Pengelolaan Pembangunan Wilayah Pesisir Untuk Kemajuan dan Kesejahteraan Masyarakat Provinsi Banten Secara Adil dan Berkelanjutan”.

Kegiatan ini akan berlangsung di  Aula Pertemuan Pendopo Gubernur Banten Kantor Gubernur Banten, Kawasan Pusat Pemerintah Provinsi Banten, Jl. Syech Nawawi Al-Bantani No. 1 Sukajaya, Curug, Serang - Banten  dari pukul 13.00-17.00. Usai acara FGD dilanjutkan dengan acara buka puasa bersama.

Sejumlah tokoh dan pakar yang akan hadir dan memberikan pemaparan dalam kegiatan ini, di antaranya Gubernur Provinsi Banten menyampaikan keynote speech tentang Kondisi dan Pencapaian Pembangunan saat ini, dan Rencana Pembangunan ke depan (2020 – 2024), dengan fokus utama pada pembangunan wilayah pesisir.

Lalu, Prof. Dr. Rokhmin Dahuri, MS, Guu Besar IPB tentang Konsep Pembangunan Wilayah Pesisir Terpadu untuk Meningkatkan Daya Saing, Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas, dan Kesejahteraan Masyarakat Provinsi Banten secara Berkelanjutan.

Ada juga Dr. Sudirman Saad, anggota TGUPP Pemda DKI, akan menyampaikan materi tentang Aspek Hukum dan Kelembagaan Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Provinsi Banten.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, Ir. Suyitno, MM akan menyampaikan tentang Kondisi dan Permasalahan Pembangunan Kelautan dan Perikanan saat ini, dan rencana Pembangunannya ke Depan, baik dari aspek tata ruang, ekonomi, pariwisata maupun keamanan.

Kepala Pusat Mitigasi Bencana IPB, Dr. Yonvitner tentang mitigasi bencana wilayah pesisir Banten.

Sedangkan Prof. Tb. Nadjib, peneliti pada Pusat Penelitian Arkeologi Nasional tentang kesejarahan wilayah pesisir Banten

Disebutkan, tujuan FGD ini adalah membedah dan mengevaluasi kondisi serta kinerja pembangunan wilayah pesisir Provinsi  Banten berdasarkan pada konsep (paradigma) pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

"Selain itu juga memberikan masukan kepada pemerintah, swasta, dan masyarakat tentang pengelolaan wilayah pesisir Provinsi Banten yang benar dan tepat, sehingga pembangunan wilayah pesisir ke depan mampu berkontribusi lebih signifikan bagi terwujudnya Provinsi Banten yang maju, sejahtera, dan mandiri secara ramah lingkungan dan berkelanjutan," ujar Muhammad Hasan Gaido.

Muhammad Hasan Gaido, Bendahara Umum PUB
Pengusaha yang juga penggiat sosial ini mengingatkan, pada 2018, tingkat pengangguran di Provinsi Banten mencapai 8,25 persen, lebih tinggi dari tingkat pengangguran nasional (5,7 persen) dan tertinggi diantara 34 provinsi dalam wilayah NKRI (BPS, 2018).  Jumlah penduduk miskin masih sekitar 670.000 jiwa (5,4% dari total penduduk).  Sementara itu, PDRB per kapita hanya sebesar Rp 45,3 juta atau berada pada peringkat-16 dari 34 provinsi NKRI (BPS, 2018).
 
Oleh sebab itu, untuk menjadikan Banten sebagai Provinsi yang maju dan seluruh rakyatnya hidup sejahtera secara berkelanjutan, maka Pemrpov Banten, para entrepreneur (pengusaha), ilmuwan, dan stakeholders lain harus bahu-membahu untuk: (1)  meningkatkan daya saing; (2) pertumbuhan ekonomi diatas 7 persen per tahun yang berkualitas (banyak menyerap tenaga kerja dan mensejahetrakan seluruh rakyat secara adil); (3) membangun kedaulatan atau minimal ketahanan pangan, farmasi, dan energi; (4) melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap Perubahan Iklim Global (Global Climate Change), tsunami, gempa bumi, banjir, dan bencana alam lainnya; dan (5) memelihara daya dukung, kualitas, dan kelestarian (sustainability) lingkungan hidup.
 
Sebagai provinsi yang 54 persen wilayahnya berupa perairan laut, dengan garis pantai sepanjang 509 km, 61 pulau-pulau kecil, pintu gerbang utama jalur perdagangan antara P. Jawa dengan Sumatera, dan berada di ALKI-1 (Alur Laut Kepulauan Indonesia – 1), sejatinya wilayah pesisir dan laut Provinsi ini mengandung potensi pembangunan yang cukup beragam dan besar.  Mulai dari kelautan dan perikanan, agroindustri dan agribisnis, pariwisata bahari, kawasan industri sampai sebagai pusat industri kreatif dan perdagangan nasional serta global berbasis industri 4.0.
 
Sayangnya, pola dan praktek pembangunan wilayah Provinsi Banten, terutama wilayah pesisir dan laut, belum dilaksanakan dengan berbasis pada inovasi sains dan teknologi, keunggulan kompetitif, keadilan sosial-ekonomi (social-economic inclusiveness), dan kaidah pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang ramah lingkungan.  Hingga kini, Provinsi Banten belum memiliki Roadmap dan Blueprint Pembangunan yang tepat dan benar serta dilaksanakan secara berkesinambungan.
 
RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) belum mempertimbangkan potensi tsunami dan bencana alam lainnya, karakteristik biofisik wilayah, dan dinamika demografi serta kebutuhan hidup manusia secara memadai.

Sebagian wilayah pesisir (coastal zone) Provinsi Banten sudah digunakan untuk kawasan industri, sebagian lagi untuk pariwisata, dan sebagian lagi masih belum ditata dengan baik.

Dari wilayah pantai yang sudah dijadikan Kawasan pariwisata ternyata dirasakan sangat kurang Kawasan yang disediakan bagi publik (masyarakat umum). Kawasan tersebut banyak dikuasai oleh hotel, penginapan, swasta, dan lainnya.

Di sisi lain, sebagian Kawasan pantai juga digunakan untuk tempat tinggal yang seharusnya tidak boleh.  Tidak ada sempadan pantai (set back zone) atau jalur hijau (green belt), yang merupakan elemen utama dari Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu yang benar dan berhasil sesuai dengan UU No. 1/2014 tentang Perubahan atas UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Tidak heran, bila kawasan pantai semakin banyak yang terkena abrasi dan sedimentasi (pendangkalan). Dan, korban jiwa, rusaknya bangunan, infrastruktur serta kerugian ekonomi yang berlebihan saat terjadi bencana tsunami pada Desember 2018.
 
Derasnya pembangunan industri, pariwisata, dan sektor pembangunan lainnya di Provinsi ini pun belum mampu menghasilkan PDRB per kapita diatas 12.000 dolar AS (Provinsi makmur), menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap seluruh angkatan kerja (usia 15 – 64 tahun), mensejahterakan seluruh penduduk secara berkeadilan, dan menjaga kelestarian lingkungan.  Pembangunan industri dan pariwisata modern serta berskala besar justru membuat Provinsi Banten terbebani dengan prosentase pengangguran tertinggi di tanah air, kesenjangan kaya miskin yang tinggi (Koefisien Gini 0,4), dan kurang melibatkan masyakarat lokal.

Sebagian besar keuntungaan ekonomi (economic rent) dari geliat industri manufaktur, pariwisata, dan sektor pembangunan modern lainnya tidak dinikmati oleh rakyat Provinsi Banten, tetapi lari keluar daerah lain (Jakarta khususnya) atau luar negeri. Terjadi semacam kebocoran wilayah (regional leakage).
 
Oleh sebab itu, sangat mendesak bagi kita untuk memperbaiki Roadmap dan Blueprint Pembangunan Wilayah Provinsi Banten, yang meliputi aspek RTRW, pembangunan ekonomi, infrastruktur, sumber daya manusia (human capital), dan tata kelola pemerintahan.

"Untuk itu, maka kami, PUB,  mengadakan FGD (Focus Group Discussion) untuk menjaring masukan dan merumuskan perbaikan Roadmap dan Blueprint pembangunan tersebut, khususnya yang terkait dengan aspek RTRW, pembangunan ekonomi dan infrastruktur di wilayah pesisir Provinsi Banten," ungkap Muhammad Hasan Gaido. (Aris K)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama