DPP KAI Mengimbau Semua Lembaga Negara Menjaga Dan Mengawal Eksistensi Indonesia Sebagai Negara Hukum

Presiden KAI Erman Umar SH 

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Kongres Advokat Indonesia (KAI), berulang tahun yang ke-12 pada 30 Mei 2020 silam yang perayaannya dilangsungkan di sebuah kota di luar Pulau Jawa. Acara ini dihadiri 3000 advokat ditambah ribuan dukungan tertulis dari advokat yang tidak bisa hadir di arena kongres/perayaan Ulang Tahun.

Pada hari ulang tahun KAI yang ke 12 ini (30 Mei 2008 sampai dengan 30 Mei 2020), KAI yang mengemban misi perjuangan: Memperjuangkan kebenaran dan keadilan; Hak Asasi Manusia, Turut Aktif dalam Pembangunan Hukum Nasional serta Menegakkan Supremasi Hukum Indonesia, maka dengan ini Dewan Pimpinan Pusat Kongres Advokat Indonesia ( DPP KAI), menyampaikan pers release.

Salah satu yang dianut bangsa Indonesia dalam bernegara  adalah Prinsip Negara Hukum. Bagaimana perkembangan wajah hukum dan Penegakan Humum di Negara kita saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Jauh dari harapan. Kita tidak dapat menutup mata atas kelemahan Penegakan Hukum di Negara kita saat ini. Sebahagian masyarakat tidak percaya dengan hukum dengan pengertian tidak mempercayai aparat penegak hukum: Polisi, Jaksa, Hakim dan Pengacara karena seringnya terungkap proses hukum dan Putusan Pengadilan yang kontroversial. Jauh dari rasa keadilan, tumpul ke atas tajam ke bawah.

Penegakan hukum yang hanya mengutamakan pemenuhan prosedural yang tidak menyentuh keadilan substantif. Bagi sebahagian besar masyarakat keadilan menjadi barang mahal yang sulit dijangkau seperti dalam perkara Pidana Umum maupun narkotika. Dalam perkara narkotika mayoritas pelaku pemakai yang idealnya tintutannya/putusannya harus direhap tetapi dihukum penjara   yang berakibat penuh sesaknya penjara saking banyaknya pelaku pemakai yang dihukum.

Sementara pelaku pemakai dari kalangan seleberitis atau orang orang terkenal lebih banyak dihukum untuk direhab. Disini terlihat perbedaan penanganan perkaranya oleh pihak aparat hukum terkait.

Di sisi lain aroma penegakan hukum yang diskriminatif terasa semakin menyengat, jika pihak yang melanggar hukum adalah pihak yang dekat dengan kekuasaan. Proses hukumnya berjalan sangat lambat dan berputar putar yang tidak jarang prosesnya berhenti tidak tahu rimbanya.

Sebaliknya jika pelanggar dari masyarakat yang kritis maka sekecil apapun perkaranya akan diproses dengan super cepat. Ini terlihat dalam penanganan dan penerapan Undang Undang ITE.

Jika keadaan ini dibiarkan kepercayaan rakyat terhadap hukum akan runtuh dan dapat membahayakan stabilitas negara  kita.

Sehubungan  dengan apa yang digambarkan tersebut maka dengan ini KAI mengimbau kepada semua Lembaga Negara baik Eksekutif, Legislatif, Yudikatif dan semua stageholder yang terkait dengan Pranata Hukum seperti para Organisasi Advokat, para Profesor Hukum untuk menjaga  dan mengawal eksistensi Indonesia sebagai Negara Hukum. Untuk mewujudkan cita cita Negara Hukum Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang dapat menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa diskriminisasi, memerlukan pula dukungan luas dari semua komponen Bangsa.

Kondisi Bangsa kita dan dunia saat ini sedang berjuang   melawan pandeni covid 19. Masyarakat kita yang terkena wabah ini kebih kurang 30.000 orang. Yang sembuh lebih kurang 10.000 orang dan yang meninggal lebih kurang 2000 termasuk dokter dan perawat. Bersama ini KAI mengucapkan turut berduka cita yang sedalam dalamnya atas korban yang meninggal dan penghargaan yang tinggi atas perjuangan para dokter dan tenaga medis.

Dalam situasi  dan kondisi wabah covid 19  ini Presiden. telah mengeluarkan Perpu No.1 Tahun 2020 tanggal 31 Maret 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara  dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid 19). Harapannya Perpu tersebut adalah untuk melindungi nyawa rakyat termasuk didalamnya Tenaga Medis dari wabah covid 19. Namun kenyataan Perpu tersebut titik konsentrasinya lebih pada penyelamatan Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan (darurat ekonomi).

Yang membuat kita prihatin atas terbitnya Perpu No.1 Tahun 2020 tersebut, karena banyak melanggar ketentuan UUD 1945. Perpu tersebut mencabut kekuasaan lembaga negara, lembaga Kehakiman dan BPK, kata Presiden KAI, Erman Umar, SH dan Sekretaris Jenderal KAI, Heytman Jansen. SH.

Ketentuan pada Pasal 27 dan Pasal 28 Perpu No.1 Tahun 2020 tersebut telah mengebiri fungsi dan kewenang Lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan UUD 1945 yakni:
1. Kekuasaan Kehakiman yang merupakan kekuasaan yang  Merdeka untuk menyelenggarakan Peradilan guna Menegakkan Hukum dan Keadilan.

2. Kewenangan DPR membahas dan memberikan persetujuan terhadap Perubahan APBN.

3. Kewenangan BPK untuk memeriksa Pengelolaan Keuangan Negara.

Dengan Perpu ini, tutur Erman Umar, Kekuasaan Presiden dan jajaran Eksekutif dibawahnya seperti Menteri Keuangan dan Lembaga lembaga Keuangan seperti BI, OJK dan KKSK terlihat begitu berkuasa. Mereka mendapat Perlindungan Hukum dan Hak Imunitas dari tuntutan Pidana, Perdata dan TUN. "Perpu ini terlihat tidak menghormati Prinsip Indonesia sebagai Negara Hukum yang memberikan Kedudukan dan Persamaan Didepan Hukum dan Perpu ini juga bertentangan dengan semangat Pemberantasan Korupsi,"  tandas Erman Umar yang dikenal sebagai advokat senior di Indonesia.

Kita semakin menjadi prihatin karena DPR telah menyerujui Perpu ini menjadi Undang undang. Dengan demikian DPR telah sepakat dan menyetujui terhadap Perpu tersebut yang tentunya DPR secara tidak langsung telah menyetujui terhadap isi Perpu yang telah melanggar UUD 1945 tersebut termasuk mengamputasi  Kewenangan DPR di bidang pembahasan Peeubahan Anggaran APBN.

Berkenaan dengan hal hal yang telah dijelaskan tersebut diatas dan dalam rangka mempeejuangkan tegaknya Negara Hukum Indonesia, maka DPP KAI menyampaikan pandangan dan pemikiran sebagai berikut:

Pertama : KAI mendukung perjuangan para Tokoh Nasional dan LSM yang telah mengajukan Judicial Review  ke Mahkamah Konstitusi terhadap Perpu No.1 Tahun 2020 dan yang akan mengajukan Judicial Review terhadap Perpu No.1 Tahun 2020 yang telah disetujui DPR menjadi Undang undang.

Kedua : Agar Mahkamah Konstitusi dalam memeriksa dan mengadili Judicial Review terhadap Perpu No.1 Tahun 2020 yang telah disetujui DPR  menjadi Undang undang tersebut betul betul menempatkan Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga dan pengawal Konstitusi dan menghindari serta menolak segala bentuk intervensi dari pihak manapun.

Ketiga : Agar para Menteri dan Instansi Pemerintah dibidang hukum harus berani memberikan masukan kepada Presiden setiap Presiden mengeluarkan Perpu agar Presiden terhindar dari pembuatan Perpu yang melanggar Konstitusi.

Keempat : Mendesak Pemerintah dan DPR untuk mengajukan dan membahas revisi beberapa Undang undang yakni;

1. Undang undang ITE. Undang undang ITE tersebut dalam penerapannya diduga sering terjadi diskriminasi serta menjadi sarana secara tidak langsung untuk membungkam kebebasan berpendapat Warga Indonesia.

2. Undang undang Narkotika. Penerapan UU Narkotika tersebut tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku dan bahkan pelaku tindak pidananya semakin massif yang berakibat Rurqn dan Lapas menjadi penuh sesak.

3. Undang undang Advokat. Profesi advokat membutuhkan Revisi Undang undang Advokat, mengingat UU Advokat yang berlaku saat ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan dunia advokat saat ini. Komisi III DPR periode 2009 sampai dengan 2014 diahir masa tugasnya sudah pernah membahas RUU Advokat sebagai Revisi UU Advokat yang berlaku saat ini. Namun Revisi tersebut tidak sempat tuntas dibahas karena infonya hanya 1 pasal saja yang belum disepakati yakni mengenai Dewan Advokat.

Kelima : Mendesak agar Polri dalam menangani perkara perkara tertentu dan bernuansa politis seperti Perkara Makar, Perkara Kerusuhan di Jakarta seperti perkara kerusuhan  di depan Bawaslu pasca diumumkannya hasil Pilpres oleh KPU, memberikan kesempatan kepada tersangkanya untuk dikunjungi keluarga dan pemeriksaan BAP-nya didampingi oleh Penasihat Hukum/lawyer yqng ditunjuk oleh Tersangka/Keluarganya sesuai dengan ketentuan KUHAP. Hal ini diperlukan untuk menghindari kecurigaan adanya dugaan tekanan fisik maupun psikis selama Tersangka ditahan. Hal ini diperlukan untuk menjaga citra Polri yang profesional dan citra Negara kita sebagai Negara Hukum. Disamping itu, KAI juga mengimbau agar pihak Polda Jogja nelakukan pengusutan atas dugaan intimidasi dengan tuduhan Makar  dan ancaman pembunuhan terhadap Panitia Diskusi Mahasiswa  Constitusional Law Society dan Profesor Hukum Tata Negara Nikmatul Huda sebagai calon pemateri dengan judul diskusi "Meluruskan Persoalan Pemecatan Presiden  Ditengah Pandemi Ditinjau Dari Sistem Ketatanegaraan". Dengan intimidasi tersebut berakibat   acara diskusi tersebut menjadi batal. Tindakan intimidasi tersebut telah merusak aturan Kebebasan Mimbar Akademis yang berlaku di negara kita.

Keenam : Mendesak agar Kejaksaan Agung yang sedang menangani perkara dugaan korupsi besar di PT Asuransi Jiwasraya melakukan penyidikan dengan profesional, terbuka dan menindak siapapun  yang terlibat dalam perkara tersebut. Kejaksaan Agung harus berani menolak seandainya ada pihak pihak yang melakukan intervensi terhadap penyidikan perkara korupsi di PT Asuransi Jiwasraya tersebut.

Pernyataan Presiden KAI dan Sekjen KAI, Erman Umar, SH, dan Heytman Jansen, SH ditandatangani di Jakarta 9 Juni 2020. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama