Pedoman penerbitan sertifikat tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 27 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis Penerbitan Certificate of Admissibility (CoA) bagi Hasil Perikanan dari Penangkapan Ikan.
Dengan adanya panduan ini, pelaku usaha kini memiliki acuan yang jelas untuk memenuhi persyaratan ekspor ke AS.
"Dokumen ini sangat penting dan menjadi persyaratan agar produk perikanan Indonesia, khususnya rajungan, ditangkap menggunakan alat penangkapan ramah lingkungan seperti bubu, serta memastikan kegiatan penangkapan tidak mengancam mamalia laut,” mengutip keterangan tertulis Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Lotharia Latif, Rabu (12/11/2025).
Sebagai bagian dari Kementerian KKP dan Dirjen Perikanan Tangkap, bertempat di ruang rapat lantai 2 PPN Brondong, Kepala Pelabuhan Perikanan (PPN) Brondong kabupaten Lamongan, Nur Alimin mengundang para pelaku usaha perikanan, Perwakilan Nelayan Rajungan, diantaranya, PT. Rexcanning, PT. Menara Bumi Internusa, PT. Marindo Makmur Usaha, PT. Kirana Food International, PT. Bahari Biru Nusantara, PT. Sumber Mina Bahari, Kepala Cabang Dinas Perikanan dan Kelautan, HNSI Kabupaten Lamongan dan Perwakilan Nelayan Rajungan dan stakeholder terkait untuk melakukan sosialisasi mengenai petunjuk teknis CoA tersebut, (Kamis 13/11/25).
Pada kegiatan sosialisasi tersebut, Nur Alimin menyampaikan bahwa dokumen CoA di gunakan sebagai salah satu kelengkapan dokumen ekspor hasil perikanan tertentu yang berasal dari penangkapan ikan ke Amerika Serikat.
"CoA digunakan juga untuk memastikan bahwa rajungan hasil tangkapan dari alat tangkap BUBU dan bukan alat tangkap Jaring/Gilnet, tanpa dokumen CoA eksportir tidak pernah bisa ekspor rajungan ke amerika," kata Nur Alimin.
Kepala Cabang Dinas Perikanan Tuban di Lamongan, M. Bekti mengungkapkan untuk mendukung validitas dokumen CoA, maka setiap nelayan harus mempunya Elektronik buku kapal perikanan (e Book KP) yang menyatakan bahwa kapal melayan menggunakan alat satu satunya yakni BUBU.
"Karenanya kerjasama yang baik diantara pelaku usaha perikanan, kelembagaan nelayan, untuk pengurusan dokumen tersebut, sangat dibutuhkan, InsyaAllah pengurusan EBKP tidak perlu memakan waktu lama asal semua persyaratan cukup/lengkap," Ungkap M. Bekti.
Sementara itu, Ketua FORKOM Nelayan Rajungan Lamongan, Muchlisin Amar berharap bahwa sinergitas pengusaha dan melayan sangat dibutuhkan.
"Jangan ada ketimpangan terlalu jauh antara pelaku usaha perikan dan para nelayan, intinya pengusaha berkembang, nelayan sejahtera," Ucap Muchlisin Amar.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI), Kuncoro Catur Nugroho, mengapresiasi langkah KKP dalam menerbitkan regulasi tersebut. Menurutnya, penerapan CoA bukan hanya memenuhi persyaratan administratif ekspor, tetapi juga menjadi bagian dari upaya memperkuat praktik perikanan yang bertanggung jawab.
“Ini membuktikan setiap hasil perikanan tangkap yang diekspor memiliki jaminan keterlacakan (traceability) dan kepatuhan terhadap prinsip pengelolaan sumber daya ikan yang berkelanjutan,” ujar Kuncoro (dikutip dari Republika.co.id (Kamis, 12/11/2025)
Berdasarkan data KKP, ekspor rajungan dan kepiting Indonesia ke Amerika Serikat terus menunjukkan tren positif. Pada semester I tahun 2025, volume ekspor mencapai 6,68 ribu ton dengan nilai 161,89 juta dolar AS.(*)
