Belum Eksekusi Putusan Kasasi Robianto Idup, Korban Kritik Tim JPU

Terpidana Robianto Idup 

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Direktur Utama kontraktor PT Graha Prima Energi (GPE), Herman Tandrin yang menjadi korban penipuan Rp 74 Miliar dalam kerjasama pengerjaan tambang batu bara di Kaltim, berharap putusan kasasi yang menghukum Terpidana Robianto Idup 18 bulan penjara segera dieksekusi.

Sejauh ini Herman Tandrin mengaku bertanya tanya bagaimana cara mendapatkan keadilan dan kepastian hukum dari para penegak hukum. 

Menurutnya, perjuangan panjang menguras tenaga, pikiran dan materi yang dilalui selama ini belum juga memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum kepadanya walau perkara yang merugikannya sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan pasti terkait putusan Kasasi yang sudah menghukum terpidana Robianto Idup, Komisaris PT Dian Bara Genoyang (DBG) 1,6 tahun atau 18 bulan penjara oleh Mahkamah Agung (MA). Tetapi putusa MA tersebut hingga kini tak kunjung dieksekusi atau terpidana dimasukkan ke dalam penjara oleh eksekutor dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan dan Kejati DKI Jakarta.

Robianto Idup sampai saat ini masih menghirup udara bebas alias berlenggang kangkung kendati sejak beberapa bulan terakhir berstatus terpidana. Padahal sementara di sana-sini Tim Tangkap Buron (Tabur) Kejaksaan Agung dengan jajarannya, termasuk dari Kejari Jakarta Selatan dan Kejati DKI, nyaris tiada hari tanpa memburu orang-orang yang melarikan diri dari permasalahan hukum yang menjerat atau harus dijalaninya.

"Yang saya inginkan dan harapkan dari penegak hukum sebenarnya tak berlebihan, dilaksanakan aturan main hukum itu sendiri yang standar dan sesuai prosedur. Tidak macam-macam, kalau perkara seseorang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, iya dieksekusi supaya hukuman tersebut dijalani terpidananya. Kok Robianto Idup ini tidak ya? Dia bisa terus bebas dengan status terpidana, ada apa ya,”kata Herman Tandrin, Minggu (18/4/2021).

Tentang belum dilaksanakannya eksekusi putusan MA terhadap Robianto Idup, konfirmasi Minggu (18/4/2021), terhadap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Boby Mokoginta SH, dari Kejari Jakarta Selatan, dan Jaksa Marley Sihombing,SH, MH, di Kejati DKI Jakarta belum berhasil.

Jaksa Boby dan Marley adalah tim JPU yang mendakwa Robianto Idup menipu Herman Tandrin di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Dan pada peradilan pertama, kedua jaksa tersebut menuntut Robianto Idup 42 bulan penjara.

Tuntutan 42 bulan bui JPU terhadap terdakwa Robianto Idup, dianulir oleh majelis hakim PN Jakarta Selatan, yang diketuai Florensani Kendengan, SH, MH, dengan putusan onslagh (perbuatan itu ada tapi bukan pidana), dan bernuansa (ranah) perdata karena perjanjian kerja PT DBG dengan PT GPE dalam pengelolaan tambang batu bara di Kaltim, masih berlaku. Sehingga Komisaris Utama PT DBG itu dilepas dari tahanan.

Terhadap putusan majelis hakim itu JPU menyatakan kasasi. Dan kasasi jaksa dikabulkan MA dengan putusan menghukum Robianto Idup 18 bulan bui.

Informasi yang berkembang menyebutkan terpidana Robianto Idup, yang dalam persidangan terungkap sebagai pengendali penuh PT DBG, saat ini tengah berupaya mencari celah atau novum untuk mengajukan upaya hukum luar biasa atau Peninjauan Kembali (PK). 

Namun disadari akan adanya kesulitan bakal dihadapi, mengingat bekas narapidana kasus sama Dirut PT DBG Iman Setiabudi tidak berkeinginan mengajukan PK. Dia mengaku bersalah hingga menerima hukumannya yang sudah usai dijalaninya.

Apalagi, dia sesungguhnya dibawah kendali Robianto Idup. Kewenangannya sebagai Dirut PT DBG sama sekali tidak bisa dijalankan atau dikebiri habis, hingga dia yang berkeinginan tidak bisa membayar uang operasional atau kontrak kerja PT Graha Prima Energi  yang dinakhodai Herman Tandrin tersebut.

Sepanjang perkara ini berlangsung saksi korban Herman Tandrin terus mengerahkan segala upaya dan daya untuk memproses hukum kasus penipuan yang dilakukan Robianto Idup dan Iman Setiabudi. 

Dimulai upaya baik-baik atau damai yang ditempuh dengan melakukan berbagai pertemuan. Tapi tidak membawa hasil.

Herman Tandrin justru semakin dijebloskan Robianto Idup. Jasa yang membuat jalan dan menambang batubara di Kaltim yang sebelumnya belum dibayar, dijanjikan bakal dibayar kalau pekerjaan penambangan batubara diteruskan dan dilanjutkan lagi.

 Namun saat dilakukan penambangan dan hasil tambang batubara diekspor ke luar negeri oleh perusahaan milik terpidana Robianto Idup, jangankan uang kontrak kerja baru jasa penambangan sebelumnya yang sudah berbentuk hutang pun tidak dibayar oleh Robianto Idup. 

Padahal, hasil penjualan batubara yang ditambang PT GPE atau Herman Tandrin Cs tercatat mencapai Rp74 miliar masuk ke kas PT DBG. 

"Saya merugi sejumlah itu Rp 74 Miliar,” ungkap Herman Tandrin ketika bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Oleh karena tiada itikat baik membayar jasa penambangan yang dilakukan, Herman Tandrin pun melaporkan  Robianto Idup dan Dirut PT DBG Iman Setiabudi ke Polda Metro Jaya.

Setelah dilaporkan ke Polda Metro Jaya, Robianto Idup kabur ke Belanda hingga dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan Daftar Red Notice oleh Interpol. hingga akhirnya menyerah di Denhaag, Belanda. 

Pertanggungjawaban Robianto Idup berbeda dengan Iman Setiabudi. Imam mengikuti proses hukum dan dihukum setahun hingga hukumannya itu usai dijalani kala Robianto Idup masih melanglang buana di negeri Kincir Angin.

Robianto lalu diboyong ke Indonesia kemudian menjalani proses hukum di PN Jakarta Selatan. Tetapi tidak membuat dia mengakui perbuatannya walau fakta-fakta persidangan menunjukkan dirinya telah melakukan penipuan. Dan membuatnya semakin besar kepala karena majelis hakim PN Jakarta Selatan pimpinan Florensani Kendengan SH MH membebaskannya dari dakwaan maupun tuntutan hukum (pidana). 

Putusan yang bertentangan dengan vonis PN Jakarta Selatan lainnya atas nama Iman Setiabudi itu tentu saja diajukan keberatan oleh JPU dengan melakukan kasasi. Mahkamah Agung (MA) sendiri akhirnya mengabulkan upaya hukum kasasi JPU dengan vonis 18 bulan penjara dari 42 bulan  tuntutan JPU.

Terjadinya putusan onslagh PN Jakarta Selatan itu, Herman Tandrin  mengadukan majelis hakim  pimpinan Florensani dan dua hakim anggota ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawasan (Bawas) MA. Namun tindak lanjut dari pengaduan tersebut sampai saat ini belum ada. Hakim Florensani Kendengan justru  sudah dialihtugaskan ke PN Jakarta Barat. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama