Kejari Jakarta Selatan Tempuh Langkah Persuasif Mengeksekusi Hukuman Robianto Idup


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Putusan kasasi perkara penipuan atas nama terpidana RoSbianto Idup, yang dipidana 18 bulan penjara baru baru ini telah diserahkan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.

Dengan terealisasinya penyampaian putusan kasasi yang sudah inkrah tersebut terhadap Kejari Jakarta Selatan, kepada terpidana Robianto Idup dan penasihat hukumnya Dr. Hotma Sitompul, diharapkan jaksa eksekutor segera mengeksekusi hukuman Robianto Idup dengan memasukkannya ke bui.

Hal ini dinyatakan Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Suharno SH MH, menjawab wartawan.

Suharno mengatakan tidak ada lagi kendala salinan putusan dalam pelaksanaan eksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) atas nama terpidana Robianto Idup. 

"Sudah dikirimkan salinan putusan kasus penipuan itu ke pihak terkait. Dengan begitu, Kejari Jakarta Selatan selaku eksekutor sudah bisa menjalankan tugasnya mengeksekusi (menjebloskan ke dalam bui-red) terpidana sesuai putusan MA yang sudah inkrah," kata Suharno, Rabu (28/4/2021).

Konfirmasi terhadap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bobby Mokoginta, SH, MH, dari Kejari Jakarta Selatan membenarkan bahwa salinan putusan kasasi MA yang menghukum Robianto Idup telah diterima pihaknya. 

Sesuai tahapannya, Kejari Jakarta Selatan selaku eksekutor selanjutnya bekerja sesuai prosedur hukum yang berlaku. Artinya,selain memanggil terpidana Robianto Idup secara patut, pihaknya diakui juga tengah melakukan langkah-langkah persuasif dengan meminta penasihat hukum terpidana, Hotma Sitompul, agar menyerahkan kliennya untuk menjalani hukuman sebagaimana diputuskan  MA selama 18 bulan penjara.

"Kalau masih bisa langkah-langkah persuasif kenapa harus jemput paksa misalnya. Maka kita mengharapkan terpidana kooperatif," tutur Bobby Mokoginta. "Itu menunjukkan adanya ketaatan hukum demi kepastian hukum itu sendiri. Kalaupun lari dari pertanggungjawaban hukum akibat perbuatan sendiri itu tetap saja bakal repot sendiri terpidananya dikejar-kejar untuk dieksekusi oleh eksekutor," tambahnya mengingatkan.

Bobby Mokoginta juga menyatakan, pihaknya selaku eksekutor melaksanakan putusan MA yang sudah beberapa bulan terakhir inkrach sepenuhnya atas perintah undang-undang. 

"Demi kepastian hukum, maka setiap perkara (pidana) yang sudah inkraht harus dieksekusi," kata Bobby.

Terpidana Robianto Idup maupun penasihat hukumnya tidak berhasil dimintai tanggapan terkait putusan kasasi dan upaya eksekusi yang akan dilakukan eksekutor Kejari Jakarta Selatan.

Perkara terpidana Robianto Idup diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia didakwa melakukan penggelapan dan penipuan terhadap saksi korban Herman Tandrin, terkait kerjasama dalam pengelolaan tambang batu bara di Kalimantan Timur, pada tahun 2012.

Robianto Idup semula dituntut jaksa 42 bulan penjara tetapi dibebaskan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang diketuai Florensia Kendengan SH MH dari segala dakwaan maupun tuntutan hukum pidana.  

Karenanya, Robianto Idup yang saat itu ditahan setelah sebelumnya sempat buron ke Belanda dan masuk DPO dan red notice sampai akhirnya dipulangkan dari Denhaag, Belanda, terpaksa dilepas dari Polda Metro Jaya tempatnya ditahan.

Selanjutnya putusan bebas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dinyatakan kasasi ke Mahkamah Agung oleh Jaksa. Hingga Mahkamah Agung memvonis Robianto Idup 18 bulan penjara.

Adapun benang merah perkara penipuan ini terjadi dari awal hingga penghujung 2012. Robianto Idup selaku Komisaris Utama PT Dian Bara Genoyang (DBG)  bekerja sama dengan Herman Tandrin dari PT Graha Prima  Energi (GPE) untuk penambangan tambang batu bara di Kalimantan Timur, yang dimulai dari pembuatan jalan dan akses-akses lainnya seperti pelabuhan.

Selama kedua perusahaan bekerjasama PT GPE menghasilkan sedikitnya Rp 74 miliar tambang batubara dari areal tambang milik PT DBG tersebut.

Sayangnya, sebagaima terungkap dalam persidangan, uang hasil penjualan batubara ke Singapura itu tidak dipergunakan membayar jasa PT GPE sebagai penambangnya. Tetapi uang yang dihasilkan PT GPE tersebut justru dipergunakan PT DBG untuk keperluan lain. 

Ancaman PT GPE menyetop pelaksanaan pekerjaan karena tak dibayar dibalas dengan janji-janji akan segera bayar jika selanjutnya dilaksanakan lagi pekerjaan. Namun hal itu semua tetap saja tinggal janji dan tak direalisasi pencairan tagihan berupa upah/jasa kerja, sehingga Herman Tandrin melaporkan Robianto Idup ke Polda Metro Jaya menipu Rp 74 Miliar. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama