Terlalu Beresiko Jika Mendikbud Nadiem Tergusur Dalam Reshuffle Jilid II


Oleh: Danny PH Siagian, SE., MM

(Pemerhati Masalah-masalah Sosial Politik)

JIKA dalam berbagai perbincangan para pengamat soal Reshufle Jilid II Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Nadiem Makarim masuk dalam daftar yang disebut-sebut akan tergusur, maka rasa-rasanya itu sangat beresiko alias salah alamat.

Mengapa demikian? Ada beberapa faktor penting yang menjadi pertimbangan, jika sang Mas Menteri tersebut harus tergusur dari kursi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Kendati memang, banyak pihak yang meragukannya, jika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan digabung dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), yang nantinya akan menjadi Kemendikbud Ristek,sebagaimana yang sudah disahkan DPR RI.

Menyimak perjalanan Nadiem sebelum Nadiem didudukkan jadi Mendikbud, kita ketahui bahwa setahun sebelumnya sudah intensif melakukan diskusi dengan Presiden Jokowi. Hal inipun dia ungkapkan dalam berbagai kesempatan, yang salah satunya saat berbicara dalam acara Indonesia Millennial Summit 2020 di The Tribrata, Jakarta Selatan, Kamis (12/01/2020) Nadiem mengatakan diskusi antara dirinya dengan Presiden Joko Widodo telah berlangsung selama setahun. 

Ini menandakan, bahwa keterpilihan Nadiem sebagai Mendikbud, memiliki dasar yang kuat. Tidak sembarangan dan sangat hati-hati. Publik juga menandai bahwa keterpilihannya benar-benar dari jalur profesional, yang tidak punya bargaining politik apapun.

Keprofesionalan Nadiem pun sudah sangat teruji. Bukan saja secara Nasional, bahkan  menggetarkan dunia  Internasional. Bagaimana tidak? Nadiem yang sebelumnya sebagai CEO Gojek, yang diketahui memberikan dampak yang luar biasa dalam dunia industri transportasi dan ikutannya, beberapa kali mendapatkan penghargaan tingkat Internasional, hingga dia masuk dalam daftar Bloomberg Top 50 (2018), yang berisi tokoh-tokoh yang dinilai menghasilkan dampak secara global. Dia juga memperoleh penghargaan dari Nikkei Asia Prize di Kategori Inovasi Ekonomi dan Bisnis di Tokyo, Jepang.

Kebrilianan Nadiem yang dibuktikan dengan berbagai inovasi berbasis teknologi, yang membuat berbagai lompatan perubahan, menjadi kekuatan yang dibutuhkan dalam pendidikan. Persoalan “Link and Match” yang sudah puluhan tahun diperbincangkan dunia pendidikan sebelum-sebelumnya, mulai terlihat dengan berbagai gebrakannya di dunia pendidikan Indonesia, baik dari tingkat dasar hingga pendidikan tinggi, sejak dia jadi Menteri.  

Nadiem juga diyakini Presiden Jokowi, sangat mengetahui dan memahami skenario kebutuhan profil SDM (Sumber Daya Manusia) hingga 2042 mendatang, saat Indonesia dicita-citakan sebagai Negara maju. Nadiem juga sangat mengerti visi Presiden yang mengatakan, bahwa tidak bisa lagi dengan pola “Business as Usual” alias begitu-begitu saja. Tapi perlu gebrakan, inovasi, dan keberanian.

Tentu, masih ada beberapa faktor penting lainnya, mengapa sebelumnya Nadiem menjadi pilihan sebagai Mendikbud. Yang pasti, Nadiem menjadi terikat kepada skenario jangka panjang di dunia pendidikan. Padahal, jika dihitung apa yang sudah dia lakukan dalam masa kerja yang baru satu setengah (1,5) tahun, tentu baru sedikit alias berapa persen dari “grand strategy” jangka panjang tadi. Skenario bisa-bisa akan terputus.

Oleh sebab itu, sangat beresiko besar, jika Nadiem Makarim tergusur dari dunia pendidikan yang baru dia rintis dengan pola-pola baru. Perubahan yang dilakukannya, mungkin baru di tataran pondasi pendidikan masa depan. Bahkan sangat mungkin pondasi inipun belum selesai dia bangun bersama jajarannya, yang sangat kental dengan era digitalisasi.

Banyak hal yang dia mulai sosialisasikan, masih dalam tataran perubahan paradigma pendidikan. Dan beberapa gebrakannya dari mulai Merdeka Belajar, Kampus Merdeka, Kampus Mengajar dan lain-lain, baru mulai dilaksanakan. Belum sampai kepada tahap habit, yang akan menciptakan perilaku baru dalam pendidikan.  

Maka sangat disayangkan, jika sampai terjadi pergantian Mendikbud saat ini. Kecuali, jika adanya “puting beliung” politik sangat amat kuat, sehingga membuat posisi Presiden Jokowi tak dapat lagi memilih, kendati hak Prerogatif penggantian Menteri Kabinet, ada ditangan Presiden. Tentu, jika hal ini terjadi, maka arah pendidikan yang tadinya sudah mulai menyesuaikan ke tantangan global, akan kembali ke dasar. 

Posisi Wakil Menteri Sebagai Solusi

Harus diakui, jika 2 (dua) Kementerian sebelumnya digabungkan, maka ruang lingkup bidang Kemendikbud Ristek tersebut nantinya akan menjadi sangat luas dan berat. Apalagi bidang Ristek yang makin dibutuhkan ke masa depan, dan perlu pengelolaan yang semakin kuat dan berkembang.

Oleh sebab itu, sebagai solusi, rasanya dibutuhkan seorang Wakil Menteri, yang akan dapat berbagi beban kerja, dalam bidang Dikbud dan Ristek tadi. Hal ini sangat mungkin dilakukan, mengingat nomenklaturnya akan berubah menjadi Kemendikbud Ristek. Tentu, semua itu memang tergantung dari kebijakan yang akan ditetapkan Presiden, dalam menjabarkan lanjutan dari keputusan penggabungan tersebut.

Namun demikian, apapun yang menjadi keputusan Presiden Jokowi yang sangat diketahui sangat berpihak pada kepentingan rakyat dan bercita-cita membawa Indonesia menjadi Negara maju, tak perlu lagi dikhawatirkan. Presiden memiliki keberanian untuk tidak populer, asalkan sangat bermanfaat bagi rakyat, dan itu sudah dia buktikan selama pemerintahannya hingga periode kedua ini. Semoga pendidikan terus maju, dan SDM milenial Indonesia nantinya siap  bersaing di tataran global. (Jakarta, 27 April 2021).


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama