Tim 9 Universitas Gelar Webinar Nasional Bertajuk ‘Why Green Building’

Foto: Para Narasumber, Moderator dan pejabat institusi di webinar Why Green Building

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Untuk yang kesekian kalinya, Tim 9 Universitas dengan tuan rumah Universitas Trisakti, Jakarta menggelar Webinar Nasional, yang memilih tajuk ‘Why Green Building’.

Webinar Nasional ini berlangsung hari Sabtu, 11 September 2021, dari pukul 09.00-16.00 WIB, diikuti 168 partisipan dari berbagai daerah di Indonesia. Tim 9 Universitas Webinar ini digelar bekerjasama dengan Green Building Council Indonesia (GBCI). Ketua Pelaksananya, Dr. Fahmy Hermawan, S.T., M.T (Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Trisakti).

Tim 9 Universitas dengan masing-masing penanggungjawab institusi tersebut diketahui: (1). Universitas Pelita Harapan, Banten (Dr. Ing. Jack Wijayakusuma); (2). Universitas Trisakti, Jakarta (Dr. Fahmy Hermawan, S.T., M.T); (3). Universitas Mpu Tantular, Jakarta (Dr.(Cand). Drs. Ir. Edison H. Manurung, MM., MT., MH); (4). Universitas Mercu Buana, Jakarta (Dr. Ir. Muji Indarwanto, MM., MT); (5). Universitas Pancasila, Depok, Jawa Barat (Ir. Ahmad Dofir, MT., IPM); (6). Universitas Halu Oleo, Kendari, Sultra (Ir. Arman Faslih, MT); (7). UNIKA Medan, Sumut (Ir. Charles Sitindaon, MT); (8). Universitas Tama Jagakarsa, Jakarta (Dr. Pio Ranap Tua Naibaho, ST., MT); dan (9). Universitas Bung Karno, Jakarta (Ir. Sarjono Puro, MT).

Di awal acara, Rektor Unversitas Trisakti, Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, D.E.A dalam sambutannya mengatakan, Green Building merupakan satu topik yang sangat relevan untuk diperbincangkan masa kini maupun ke depan, karena masih ada ‘PR’ besar dari sustainable development goals. 

Kadarsah Suryadi mengingatkan, Green Building itu memerlukan sinergitas lintas disiplin, seperti: Arsitek; Engineer (Sipil, Mechanical Electrical, Lingkungan); hingga kontraktornya. Ia juga menyinggung, apakah Green Building itu sudah sesuai dengan yang seharusnya, misalnya, apakah sudah bebas CO2, dan kaitan-kaitan lainnya, yang selanjutnya akan dibahas oleh para narasumber.

Dilanjutkan sambutan Direktur Keberlanjutan Konstruksi, Kementerian PUPR, Ir. Kimron Manik, M.Sc yang mengatakan, industri konstruksi merupakan salah satu pengguna sumber daya alam terbesar. Namun disisi lain, adanya keterbatasan penggunaan sumber daya alam itu sendiri.

Dalam sambutannya, Kimron juga menjelaskan, kontribusi Bangunan Gedung Hijau (BGH) dapat memberikan efisiensi energi, sumber daya alam, meminimalisasi produksi limbah yang turut membantu melestarikan lingkungan dan menjaga kesehatan masyarakat, karena berkurangnya pencemaran. 

Selanjutnya, Kimron Manik memaparkan, seluruh dunia telah menyetujui kenaikan suhu global maksimal hingga 1,5 derajat Celcius, melalui Perjanjian Paris tahun 2015. 

“Untuk itu, diperlukan suatu tindakan ambisius dan serius guna mengatasi hal ini. Bila tidak dilakukan, maka kita akan mengalami kenaikan suhu global hingga 2,4 derajat Celcius pada pertengahan abad, bahkan hingga 4,4 derajat Celcius pada tahun 2100,” ungkapnya melalui zoom meeting. 

Kimron Manik mengatakan, sektor konstruksi memiliki kontribusi sebesar 38% dari total emisi global. Emisi tersebut berasal dari emisi karbon fase konstruksi (embodied carbon), dan emisi karbon saat operasional konstruksi (operational carbon).  

“Sebab itu, dengan adanya keterbatasan smber daya alam dan tingginya kontribusi emisi carbon yang timbul, maka diperlukan langkah serius dan fokus dari seluruh pihak untuk melakukan transformasi, menuju pembangunan infrastruktur dengan konstruksi berkelanjutan,” tandasnya.

Untuk meminimalkan dampak negatif dari proses pembangunan infrastruktur, maka konstruksi berkelanjutan perlu menerapkan 3 (tiga) pilar utamanya yaitu: Secara ekonomi layak dan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat; Menjaga pelestarian ingkungan; dan Mengurangi disparitas sosial masyarakat. 

“Berkaitan hal tersebut, konstruksi berkelanjutan harus juga memperhitungkan dampak keberlangsungannya untuk generasi saat ini dan generasi mendatang,” tekannya.   

Sambutan berikutnya, Dekan Fakultas Teknik Universias Trisakti, Dr. Ir. A. Hadi Prabowo, MT mengatakan, untuk meminimalisir meningkatnya pemanasan global, maka Indonesia ikut mengimplementasikan konsep konstruksi yang ramah lingkungan, atau yang dikenal sebagai Green Building. Konsep Green Building lebih didorong sebagai tren konsep pengembangan properti di dunia saat ini. 

Sementara itu, Ir. Charles Sitindaon, MT dari Universitas Katolik Santo Thomas, Medan, Sumut dalam sambutannya mengajak, agar para akademisi bidang konstruksi dapat berkolaborasi dan selalu berinovasi serta berkreatifitas, kendati di masa pandemi Covid-19 sekarang ini masih melanda.

Webinar menghadirkan 4 (empat) pembicara yakni: Ir. Iwan Prijanto, M.M, GP (dari Greenship Professional dari GBC Indonesia); Prof. Dr. Manlian Ronald A. Simanjuntak, ST., MT., D.Min (Guru Besar Universitas Pelita Harapan & Pengurus LPKJ Kementerian PUPR);  Surendro, GP (Executive Director GBCI); dan Dr. Ir. Muji Indarwanto, MM., MT (Dosen Universitas Mercu Buana, Jakarta). Adapun MC adalah Imam Priyono, ST., MT (sesi I & II) dan Ester Ellya Christy Situmorang (sesi III & IV). 

Pada Sesi I narasumber Ir. Iwan Prijanto, MM., GP, dari Green Building Council Indonesia (GBCI), yang dipandu Moderator Dr. Ir. Etty R. Kridarso, M.Y., G.P (Ketua Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Trisakti), menjelaskan, betapa Climate Change sebenarnya sudah nyata di hadapan kita sebagai yang terlihat di cakrawala, tetapi kita belum siap dan bersungguh-sungguh mengatasinya. Sedangkan Climate Change sebagai ‘hazart’, akan berlanjut kepada Biodiversity Collapse sebagai ‘impact’, yang akan menimbulkan kerentanan terhadap hayati, yang salah satunya adalah manusia.

Dalam paparannya, Iwan Prijanto menerangkan tentang bagaimana pengaruh yang akan terjadi, jika soal Climate Change tidak bisa diatasi berbagai Negara di dunia, dan akibat-akibat yang timbul melalui iklim yang terjadi, seperti: banjir, kekeringan, panas yang akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia, hingga dampak-dampak ekonomi yang terjadi.

“Apalagi nantinya jika sampai terjadi kenaikan suhu global hingga 2,4, bahkan 4,4 derajat Celcius. Ini akan sangat berpengaruh dan merugikan seluruh Negara, jika tidak bisa dibendung seperti Pejanjian Paris yang menetapkan 1,5 derajat Celcius,” tandasnya.

Sebab itu, Iwan Prijanto mengatakan, setidaknya, dengan mematuhi seluruh aturan dan peraturan yang dipersyaratkan Pemerintah dalam proses konstruksi dan operasional konstruksi, serta berbagai orientasi Green Building, sudah sangat membantu upaya mencegah peningkatan emisi karbon.   

Terkait dengan Climate Change tadi, menurutnya disebabkan umumnya karena efek rumah kaca di bumi, yang mengakibatkan radiasi sinar matahari terperangkap. Kondisi ini menimbulkan kenaikan suhu rata-rata global di bumi.

Prijanto juga menjelaskan Peta Jalan Menuju bangunan sehat NetZero di Indonesia, di industri/ sektor konstruksi dan bangunan, hingga industri sektor energi, mulai dari Mereduksi permintaan/ konsumsi energi; Meningkatkan efisiensi energi untuk masuk pada tahapan NetZero Ready, hingga menjadi tahap NetZero berupa penggunaan energi terbarukan.

Narasumber II, Prof. Dr. Manlian Ronald A. Simanjuntak, ST., MT., D.Min, Guru Besar Universitas Pelita Harapan, yang dipandu moderator Dr.(Cand). Drs. Ir. Edison H. Manurung, MM., MT., MH (Ketua LPPM Universitas Mpu Tantular, Jakarta), membawakan topik makalah berjudul Penyelenggaraan Konstruksi Berbasis Sustainability. Makalahnya menyinggung soal Penyelenggaraan Konstruksi, Konsep Ecoliving, dan Kebijakan Penyelenggaraan Konstruksi Berbasis Sustainability.  

Prof. Dr. Manlian Ronald Simanjuntak mengatakan, sehubungan dengan sustainability, hal ‘Why Green Building’ itu ada di hulunya sustainability. Sedangkan di hilirnya adalah soal jasa konstruksi berupa pekerjaan konsultan, sebagaimana petunjuk yang ada dalam berbagai regulasi terkait.

Pengurus Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPKJ) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ini mengatakan, dari Undang-undang No.2 tahun 2017 diketahui ruhnya ada dua yaitu, jasa konstruksi dan usaha konstruksi. Sedangkan dalam Peraturan Menteri PUPR No. 9 tahun 2021 dikatakan, jasa konstruksi adalah jasa konsultansi konstruksi dan/ atau pekerjaan konstruksi.

“Itu sebabnya, bagaimana Green Building itu diwujudkan, tentu dimulai dari bagaimana perencanaan itu dilakukan oleh konsultan. Proses penyelenggaraan konstruksi berkaitan dengan: Feasibility Study, Design, Procurement, Construction dan Operation & Maintenance, yang juga bisa disebut sebagai Life Cycle Construction,” ungkapnya.

Selanjutnya narasumber III, Surendro, Executive Director Green Building Council Indonesia (GBCI) dengan moderator, Dr. Lisa Oksri Nelfia, ST., MT., M.Sc (Wakil Dekan IV FTSP Universitas Trisakti), membawakan topik makalah berjudul ‘Green Building Concept & Implementation’ mengawali paparannya dengan menjelaskan How Susutainable Building dan apa defenisi serta prinsip dari Greenship yang dikembangkan GBCI.

Surendro menjelaskan ada beberapa kategori penilaian Greeship terhadap masing-masing bangunan, baik perumahan, gedung, hingga zona hijau. Dilanjutkan penjelasan mengenai, Appropriate Site Development (ASD); Energy Efficiency and Conservation (EEC); Water Conservation (WAC); Material Resource and Cycle (MRC); Indoor Health and Comfort (IHC); Building Environment Management (BEM).    

Narasumber IV, Dr. Ir. Muji Indartarto, MT, Dosen Fakultas Teknik Universitas Mercu Buana, Jakarta dengan moderator Dr. Ing. Jack Wijayakusuma (Kaprodi MTS Universitas Pelita Harapan) memilih topik ’Benefit of Green Building’. 

Muji Indartarto membahas soalarbon Footprint Reduction: Saving The Planet One Step At A Time; Reducing The Strain: Shared Resources, Increasing Efficiency; Reducing Operational Cost and Maintenance: Traditional vs Green; Efficient Material: Minimun Use For Maximum Impact; Durability For The Green Homeowner: Buit to Last; Enhanced Healthy: Eco-Friendly For Life; Keep It Clean: Protecting For Our Ecosystem. 

Pada Final Session, kembali Prof. Dr. Ir Manlian Simanjuntak, ST., MT., D.Min (Guru Besar Universitas Pelita Harapan & Pengurus LPKJ Kementerian PUPR) tampil dan memberikan kesimpulan dari parapan seluruh narasumber. Intinya, kenapa harus Green Building, karena adanya satu alasan lebih dulu yaitu adanya ‘value dan impact life’ yang berkelanjutan.  

“Jangan sampai pembangunan building atau infrastruktur itu, tidak memenuhi ‘needs’ dari ‘human’ itu sendiri. Harus memperhatikan efektif dan efisien, karena makin lama kebutuhan manusia itu makin rumit, atau makin banyak maunya. Sehingga, kendati ada beban konstruksi diatas bumi, perlu dikembalikan ke orientasi alam dan lingkungan hijau,” pungkasnya. (DANS)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama