Advokat Peradi Minta Surat Dakwaan Jaksa Terhadap RHS Dibatalkan Majelis Hakim

Tim PERADI SAI saat bela terdakwa RHS di PN Jaksel.

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Tim penasihat hukum terdakwa dari sejumlah pengurus Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia Jakarta Timur (Peradi Jaktim) memohon kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, supaya menyatakan tidak sah pelimpahan perkara terdakwa RHS ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.  

Hal ini dikatakan Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) PERADI SAI, Jhon SE Panggabean, SH, MH, dan kawan kawan dalam eksepsi yang dibacakan pada persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (18/11/2021).

Para penasihat hukum juga memohon  supaya majelis hakim yang diketuai Anry Widyo Laksono, S.H., M.H., supaya memutus putusan sela dengan menyatakan menerima eksepsi/keberatan Penasihat Hukum terdakwa RHS, SH, MH, sekaligus menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum batal demi hukum.

Di bagian lain eksepsi itu, Tim Penasihat Hukum memohon agar majelis hakim memulihkan harkat martabat dan nama baik RHS, serta membebankan biaya perkara kepada negara.

Tim pembela  yang terdiri dari Jhon SE Panggabean, SH, MH, Daance Yohanes, SH, Togap Panggabean,SH, Nuria Roma Manurung, SH. Mery Yanto, SH, Rikardo Lumbanraja, SH, Arisman Aritonang, SH, Guntur Sibuea, SH dan Safril Partang, SH, MH, dalam eksepsi tersebut mengungkapkan bahwa, terdakwa RHS adalah seorang advokat. Dan saksi pelapor ya juga adalah advokat  Oleh karenanya, terdakwa tunduk kepada Undang undang dan kode etik Advokat.

Sebab itu pula dugaan pelanggaran/perbuatan terdakwa seharusnya dilapor kepada Dewan  Kehormatan Organisasi Advokat bukan ke penyidik.

Oleh sebab itu, penasihat hukum menjelaskan bahwa sebelum terdakwa diperiksa penyidik seharusnya terlebih dahulu diperiksa oleh Dewan Kehormatan   Peradi. Tapi kenyataannya sama sekali tidak pernah dilaporkan ke Dewan Kehormatan Peradi.

Penasihat hukum juga menegaskan bahwa dalam pemeriksaan penyidik terdakwa dengan tegas menyatakan bahwa surat perjanjian kerjasama penanganan perkara tanggal 17 Januari 2017 yang diduga dipalsukan sama sekali tidak pernah dibuat ataupun digunakan oleh terdakwa. "Bahkan terdakwa sebelumnya sama sekali tidak pernah melihat kecuali setelah diperlihatkan  oleh penyidik," ungkap Jhon Panggabean.

Selanjutnya ditegaskan tim penasihat hukum bahwa pemanggilan terdakwa bertentangan dengan KUHAP. Sebab terdakwa menerima surat panggilan sebagai terdakwa  dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Sabtu 29 Oktober 2021 untuk menghadiri sidang, Selasa (2/11) dimana panggilan tersebut dikirim melalui jasa kurir Titipan Kilat (TIKI). Selain itu dalam surat panggilan juga tidak disebutkan untuk sidang perkara apa terdakwa dipanggil.

Diungkapkan pula bahwa perkara aquo sudah pernah diputus di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dengan putusan  menerima eksepsi tim penasihat hukum terdakwa RHS; Menyatakan PN Jakarta Timur tidak berwenang mengadili Perkara Nomor 161/Pid.B/2020/PN.Jkt.Tim atas nama terdakwa RHS. Memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan kota; Membebankan biaya perkara kepada negara.

Atas putusan sela perkara nomor: 161/Pid.B/2020/PN. JKT.Tim tanggal 2 Maret 2021, Kejaksaan Negeri Jakarta Timur tidak mengajukan perlawanan (verzet).

Namun dalam masa 1 tahun 7 bulan  kemudian, Jaksa Penuntut Umum memanggil terdakwa lagi melalui jasa TIKI untuk menghadiri sidang tapi tanpa didasari penetapan pelimpahan perkara dari PN Jakarta Timur ke PN Jakarta Selatan.

Selanjutnya tim penasihat hukum mengungkapkan bahwa proses penyidikan perkara aquo sejak awal telah melanggar ketentuan peraturan hukum yang berlaku dan KUHAP.

Di dalam surat dakwaan jaksa menyatakan bahwa terdakwa RHS pada 17 Januari 2017 atau setidak tidaknya pada waktu tertentu dalam Januari 2017 bertempat di Polda Metro Jaya yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman No.55 Jakarta Selatan. Yang berarti tempat kejadian (locus delicti) adalah di wilayah hukum Polres Jakarta Selatan.

Menurut para pengacara ini, ada pembagian daerah hukum kepolisian berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Syarat dan Tata Cara Penetapan Pembagian  Daerah Hukum Kepolisian  Negara Republik Indonesia, Pasal 4, dan Pasal 5 ayat (1) junto Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2007 sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 6 ayat (3) UU No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian.

Berdasarkan ketentuan peraturan pembagian daerah hukum kepolisian tersebut di atas, tutur Jhon SE Panggabean, maka wilayah hukum Polres Jakarta Timur adalah seluruh wilayah kota administrasi Jakarta Timur. Sehingga kewenangan Penyidik Polres Jakarta Timur adalah sesuai dan mengikuti wilayah kota administrasi Jakarta Timur. Begitu pula dengan daerah daerah lainnya.

Oleh karena faktanya sebagaimana dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tempat kejadian  adalah di wilayah hukum Polres Jakarta Selatan maka yang berwenang menyidik perkara aquo berdasarkan ketentuan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (1) Jo Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 4 ayat 1 adalah Penyidik Polres Jakarta Selatan. Bukan Penyidik Polres Jakarta Timur.

Namun faktanya penyidikan perkara aquo dilakukan oleh Polres Jakarta Timur. Maka penyidikan tersebut jelas  bertentangan dengan ketentuan hukum yang mengatur tentang proses penyidikan, bahkan bertentangan dengan  sistem peradilan pidana  terpadu (integreted criminal justice system). Terutama mengenai singkronis strutural yakni keselarasan dalam rangka hubungan  antara lembaga penegak hukum yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan sesuai tupoksi ketentuan hukum berlaku.

Berdasarkan fakta tersebut menurut advokat senior Jhon SE Panggabean, bertentangan dengan dengan ketentuan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017, Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (1) jo Peraturan Pemerintah  Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 4 ayat 1 sehingga hasil penyidikan yang dijadikan dasar Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan aquo adalah hasil penyidikan yang tidak sah. Oleh karenanya dakwaan Jaksa Penuntut Umum haruslah dinyatakan batal demi hukum. 

Jhon Panggabean menambahkan bahwa, selain tidak ada perintah pada putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk melimpahkan perkara aquo ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, juga tidak berdasarkan penetapan  Ketua Pengadilan Jakarta Timur untuk melimpahkan perkara aquo ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, maka proses pelimpahan perkara aquo telah melanggar ketentuan hukum acara  dan praktik peradilan yang berlaku sehingga pelimpahan perkara aquo haruslah dinyatakan batal demi hukum.

Jaksa Donny M, SH, MH, mendakwa RHS melakukan pemalsuan dan menggunakan surat palsu, atas pengaduan Advokat BN, di Polres Jakarta Timur. 

Namun ketika RHS diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Pengadilan tersebut menyatakan tidak berwenang mengadili nya karena wilayah perbuatan hukumnya ada di Jakarta Selatan. Sehingga terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum dan penahanan kota. (dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama