"Nasionalis dan santri, santri dan nasionalis menyatu dalam setiap perjuangan bangsa ini," kata Eri saat dialog pada Peringatan Harlah Nahdlatul Ulama (NU) Ke-99 yang digelar PDIP secara hibrid, di Jakarta, Sabtu.
 
Dia mengaku begitu merasakan bagaimana PDIP memiliki kedekatan dengan kalangan santri, kalangan kiai, jamaah dan jamiyah dari Nahdlatul Ulama.
 
"Di PDI Perjuangan kami juga diajarkan untuk mengambil tanggung jawab dalam memberdayakan umat melalui program-program kerakyatan yang sasarannya di dalamnya juga ada para nahdliyin," kata Eri dalam siaran persnya
 
Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin mengatakan peringatan ini bukan kebetulan saja.

"Bukanlah sekedar peristiwa politik tetapi kepada penguatan sejarah, di mana di setiap kesempatan Bung Karno selalu mengatakan bahwa beliau mengidolakan Rasulullah Muhammad SAW, di mana revolusi Muhammad adalah 'summing up of many revolution in one big revolution'. Revolusi di segala sisi yang mengubah peradaban dunia dari jaman jahiliyah menuju jaman Islam yang terang benderang," kata Arifin.
 
Sebagai kader PDIP dan besar dalam keluarga NU, Arifin menyadari sepenuhnya bahwa nasionalisme adalah buah dari relijiusitas.
 
Sementara itu, kader PDIP yang kini menjadi Duta Besar RI untuk Tunisia Zuhairi Misrawi mengatakan, NU memiliki peran signifikan di dunia Islam dan di pentas internasional. Misi NU bagaimana mengangkat harkat dan martabat manusia.
 
Zuhairi menyebutkan dalam berbagai kesempatan Bung Karno menyatakan dirinya memiliki hubungan kokoh dengan para ulama. Bung Karno mengatakan dirinya sebagaimana NU sama-sama meyakini Tuhan, memiliki visi kebangsaan dan memperjuangkan keadilan sosial.
 
Gus Mis, sapaan akrab Zuhairi, mengatakan dirinya bersama Kedubes RI di Tunisia sedang menerjemahkan berbagai buku tentang Bung Karno dan kaitannya dengan Islam dan NU ke dalam bahasa Arab.
 
Di tempat yang sama, Sekretaris Umum Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) Nasyirul Falah Amru menilai NU dan PDIP memiliki garis perjuangan sama mengenai kesejahteraan masyarakat.
 
NU memikirkan umat, sedangkan PDIP menjadikan wong cilik sebagai arus perjuangan.
 
"Jadi saya pikir NU dengan PDIP, nasionalis-religius dalam konteks ini, ya, sama-sama bagaimana manusia itu dimanusiakan dan dalam hal ini masih banyak kaum yang termarginalkan," katanya. (An)