Foto: Anggota Humas Polres, Papan Bunga dan Tokoh Masyarakat Adat
JAKARTA,
wartamerdeka.info
Sungguh
aneh bin ajaib, kasus Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Persatuan Pewarta
Warga Indonesia (DPN PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., M.A, dkk (Edi
Suryadi dan Sunarso), yang merebahkan atau menjatuhkan papan bunga di halaman
luar Polres Lampung Timur (Lamtim), 11 Maret 2022 lalu.
Bagaimana
tidak? Hanya gara-gara merebahkan atau menjatuhkan papan bunga yang bertuliskan
“Ucapan Selamat dan Sukses” kepada Tekab 308 Polres Lamtim atas penangkapan
wartawan pemeras, sekonyong-konyong banyak pihak yang merasa jadi korban.
Hal
ini dinilai Danny PH Siagian, SE., MM, Ketua II/ Ketua Harian DPN PPWI menjadi
sangat aneh luar biasa, apalagi mereka itu merasa dirugikan secara materil
maupun immateril, padahal papan bunga tidak rusak.
“Sungguh
luar biasa aneh. Persoalan menjatuhkan papan bunga yang ternyata tidak rusak,
bisa memunculkan banyak pihak yang merasa jadi korban dan mengaku ada kerugian
materil dan immateril. Apalagi pelaku dkenakan pasal berlapis 170, 406 dan 335
KUHP. Mungkin, kasus aneh ini yang pertama di dunia,” ungkapnya kepada media di
Bekasi, Selasa (10/05/2022).
Dikatakan
Danny Siagian, mereka-mereka yang mengaku jadi korban secara mendadak itu
adalah: Anggota Humas Polres Lamtim (padahal orang Humas ini yang melaporkan),
Masyarakat Adat, Organisasi Pemuda hingga Penjual Bunga. Masing-masing memiliki
kadar tingkat kerugian yang sepertinya luar biasa, sehingga tidak ada kata
perdamaian dalam “Restorative Justice” yang digelar Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamtim,
8 April 2022 lalu, dan harus lanjut diproses secara hukum.
Dijelaskan
Danny Siagian, dari hasil BAP Kejari Lamtim, dimana mereka-mereka ini menolak berdamai
dengan alasan-alasan sebagai berikut: Anggota Humas Polres Lamtim, Brigadir
Syarifudin merasa trauma, karena merasa terintimidasi atas viralnya pemberitaan
di media. Yulis binti Yusuf, pemilik Sanjaya Florist mengatakan, karena sudah
diproses pihak berwajib, maka dirinya tidak bisa memutuskan, dan silahkan
diproses secara hukum.
“Separah
apa trauma yang dialami Syarifudin, anggota Humas Polres Lamtim, yang katanya
viral di media? Di media mana diviralkan? Saya check tidak ada media yang
memviralkan. Lagipula, sebagai polisi, koq segitu rapuhnya mentalnya mengalami
trauma, padahal tidak ada yang memberitakan beramai-ramai?,” tandasnya.
Sementara
Azzohirry Z.A.S Pdi Bin Zainul Arifin (Alm) dari Masyarakat Adat, mengatakan
seluruh penyimbang adat beliyuk berharap proses hukum tetap berjalan. Bahkan
sebelumnya, dalam video dari kelompok masyarakat adat yang pernah beredar atas
kasus ini, menuding para pelaku penjatuhan papan bunga, menyinggung harkat
martabat masyarakat adat, karena logonya ada di papan bunga yang dijatuhkan
tersebut.
“Yang
jadi pertanyaan, separah apa sih dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat
adat gara-gara menjatuhkan papan bunga, yang akhirnya dipasang kembali oleh
pihak Polres itu? Segitu kejamnya kah mereka, hingga tidak ada ampun? Bukankah
mestinya Tokoh Adat jadi panutan masyarakat dalam menyelesaikan persoalan
secara bijaksana? Koq malah ikut memperuncing persoalan, dan malah menolak
perdamaian saat Restorative Justice?,” tanyanya.
Yang
lebih bikin pusing lagi, lanjut Danny, penjual bunga papan Wiwiek Sutinah
pemilik toko AL-EL Florist yang merasa mentalnya sebagai pengusaha terganggu.
“Wow...Hebat
bener? Koq bisa dia bilang dalam BAP sebagai pengusaha berdampak besar dan
mempengaruhi mentalnya? Dia katakan, kerusakan yang merupakan produktif yang
mencoreng nama floristnya, karena ada logonya. Entah apa yang dimaksud kerusakan
produktif yang mencoreng nama floristnya itu. Dan sekali lagi, rusaknya dimana?
Wong dipasang lagi kok sama Polres. Lebih gila lagi, dalam dakwaan, pihak
Florist merasa dirugikan hingga Rp. 6 juta. Hahaha...Parah,” tawanya sinis.
Yang
membingungkan lagi, kata Danny yang pernah jadi narasumber Pelatihan
Jurnalistik di Mabes TNI, Mabes Polri dan beberapa Polda, Mako Paspampres, Mako
Kopassus, BAIS ini, pihak Kejari Lamtim menerima dan mencatat begitu saja apa
yang disampaikan para korban, tanpa verifikasi.
“Lagi-lagi
aneh Kejari Lampung Timur ini. Koq bisa ya, omongan yang nggak masuk akal dan
asal ngomong gitu aja, masuk semua di BAP, tanpa klarifikasi?. Padahal disitu
ada para pelaku perobohan papan bunga, yang bisa dikonfirmasi banyak hal. Dan
ternyata, apa yang tercatat di BAP itu, itu pula yang jadi bahan dakwaan di
Pengadilan. Saya jadi bingung nih. Segitu gampangnya menyebut korban dan asal
bikin laporan begitu saja. Ya..kalau begitu, sempurnalah rekayasa sejak awal,” bebernya.
Satu
lagi yang jadi pertanyaan adalah, apakah mereka-mereka yang merasa jadi korban
ini sudah melaporkan ke pihak kepolisian? Kapan melaporkannya, dan nomor berapa
surat laporannya, karena yang diketahui, hanya anggota Humas Polres itu yang
melapor ke markasnya.
“Begitu
getolnya melaporkan mereka yang menjatuhkan papan bunga itu, hingga orang Humas
Polres yang melapor ke markasnya di Polres. Sangat langka yang seperti ini.
Sangat kentara dipaksakan. Apalagi, hari Jum’at kejadian, besoknya baru
ditangkap rame-rame. Pakai borgol segala lagi, kayak nangkap penjahat kaliber,
kelas kakap. Wadduh...Parah,” pungkasnya.
Kasus
ini seyogiyanya dapat ditempuh dengan “Restorative Justice” di pihak Polres dan
Kejari Lampung Timur, karena tidak ada barang yang dirusak. Akan tetapi,
Kapolres Lampung Timur, AKBP Zaky Alkazar Nasution dan Kajari, Ariana
Juliastuty, SH., MH mungkin lebih suka mengabaikan Perma No.2 Tahun 2012, yang
sesungguhnya mengedepankan solusi perdamaian, dengan batas kerugian materil
maksimal Rp. 2.500.000,- itu.
Sementara itu diketahui, tanggal 17 Mei 2022 nanti, persidangan yang ke-3 akan digelar di Pengadilan Negeri Sukadana, Lampung Timur, untuk mendengarkan keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang informasinya ada 17 saksi yang memberatkan Wilson Lalengke, dari pihak kepolisian. AR/Red