Ditanya JPU, Saksi Kasus Penyerobotan Tanah di Kobar Mengaku Tidak Pernah Lihat SK Gubernur Asli

Saksi Pata Masae melihat dokumen
 di meja Majelis Hakim

KOBAR (wartamerdeka) - Saksi Pata Masae dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim mengakui, Mila Karmila saat itu bertugas melakukan input data terhadap lahan tanah seluas 10 hektar di Jalan Padat Karya Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat (Kobar) ke dalam aplikasi Simpanan Barang dan Aset Daerah (Simbada).


Hal itu disampaikan Pata Masae saat menjawab pertanyaan Jaksa Wida Sinulingga, SH, MH dalam sidang kasus penyerobotan lahan yang digelar di Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Senin (11/12/2017).

"Yang bertugas memasukan barang  adalah Mila," ucap saksi Pata Masae kepada majelis hakim.

Terhadap kesaksian Pata Masae, terdakwa Mila Karmila yang duduk sebaris dengan kuasa hukum Rahmadi G Lentam, hanya terdiam. Mila tak menyanggah atau keberatan sedikitpun terhadap keterangan yang disampaikan saksi saat ditanyakan majelis hakim.
Saat aset lahan milik almarhum Brata Ruswanda dimasukan ke aplikasi Simbada, Pata Masae menjabat sebagai Kasubag UKP pada Dinas Pertanian Kobar. Saat ini, Pata Masae menjabat Kepala Seksi Perkawinan dan Perceraian pada Disdukcapil Kotawaringin Barat.

Saksi mengatakan saat itu Ia bertugas sekantor dengan Mila Karmila yang menjabat sebagai Kepala Urusan Barang, yang bertugas memasukan aset lahan 10 hektar di Jalan Padat Karya, Pangkalan Bun, Kobar.

Kesaksian Pata Masae dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim AA Gede Parnata juga membeberkan bagaimana teknis dan mekanisme pelaporan berjenjang terkait sistem memasukan barang, atau aset ke dalam aplikasi simbada. Setelah aset dimasukan, Mila kemudian melaporkannya ke Kasubag Dinas Pertanian dan Sekretaris, lalu pelaporan itu disampaikan kepada Kepala Dinas yang kala itu dijabat Ahmad Yadi.

Di hadapan majelis hakim saksi mengakui dirinya tidak pernah melihat bagaimana wujud asli SK Gubernur yang dijadikan pijakan memasukan aset lahan 10 hektar di Jalan Padat Karya oleh Mila Karmila, Lukmansyah, Rosihan Pribadi dan Ahmad Yadi, yang kemudian menyeret mereka jadi terdakwa.

Empat terdakwa pejabat
Kotawaringin Barat 

"Sebagai saksi, apakah pernah lihat SK Gubernur," tanya JPU Acep Subhan Saepuddin.

"Saya pernah lihat, tapi hanya foto copiannya saja," jawab saksi Pata Masae.

Sejak kasus itu mencuat saksi menyatakan pernah melewati lokasi lahan di Jalan Padat Karya. Di atas tanah itu menurutnya kini telah berdiri rumah potong hewan (RPH) dan warung-warung. 

"Bangunan yang lain tidak ada tercatat di Dinas, sedangkan RPH masuk aset dinas," ucapnya menjawab JPU.

Saksi memaparkan sampai saat ini operasional RPH di Jalan Padat Karya masih berjalan. Namun saksi menyatakan tak mengetahui secara persis kemana pemasukan RPH itu dibukukan.

Saksi menegaskan, sejak bertugas sebagai Kasubag UKP semua barang dilakukan pencatatan. Pencatatan barang dilakukan dengan cara ditulis secara manual. Setelah data dimasukan ke dalam aplikasi, saksi menyatakan semua data yang sudah dicatat dilaporkan ke Sekda. 

Dari sidang itu, beberapa pertanyaan yang diajukan hakim kepada saksi terkait proses dan mekanisme aplikasi simbada, banyak dijawab saksi dengan kata, "lupa". Begitu pun ketika ditanyakan hakim terkait bagaimana bukti-bukti yang dijadikan alas pijak untuk memasukan aset barang, saksi lagi-lagi berkata "lupa".

Namun, dari sidang itu saksi menguraikan keterangan bahwa aset yang sudah dicatatkan dilakukan pelaporan secara berjenjang. 

"Setelah diparaf stafnya (Mila Karmila), lalu ke Kasubag dan ke Sekretaris, lalu ke Kepala Dinas. Kepala dinasnya saat itu pak AhmadnYadi," ucap saksi Pata Masae kepada majelis hakim.

Kasus dugaan penyerobotan tanah yang dipakai untuk pembibitan balai benih di lahan tanah 10 hektar di Jalan Padat Karya Pangkalan Bun, milik almarhum Brata Ruswanda, saat ini jadi buah bibir masyarakat Kotawaringin Barat (Kobar).
Kasus itu jadi perhatian publik karena kasusnya menjerat empat pejabat setempat jadi pesakitan dan kasusnya kini digelar di PN Pangkalan Bun. 

Mereka adalah mantan Kepala Distanak Ahmad Yadi (saat ini menjabat Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemkab Kobar), mantan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Rosihan Pribadi (saat ini menjabat Kadis Peternakan Pemkab Kobar), mantan Sekretaris Distanak Lukmansyah, dan mantan Kepala Bagian Aset Distanak Pemkab Kobar Mila Karmila.

Ahli waris almarhum Brata Ruswanda, Wiwiek Sudarsih mempidanakan keempat PNS tersebut lantaran memasukkan lahan tanah sekitar 10 hektar milik Brata Ruswanda ke dalam aplikasi Simpanan Barang dan Aset Daerah (Simbada) Kabupaten Kotawaringin Barat.

Lahannya berada di Gang Rambutan Jalan Padat Karya Pangkalan Bun Kalteng, yang selama ini dikenal sebagai lokasi balai benih Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Kotawaringin Barat.

Para terdakwa memasukkan lahan tanah itu menjadi aset Pemkab Kotawaringin Barat hanya berdasarkan fotocopy SK Gubernur Kalimantan Tengah No: DA.07/D.I.5/IV-1971 tertanggal 26 April 1974 tentang pemberian hak atas tanah negara bebas.

JPU dalam dakwaannya menegaskan para terdakwa memasukkan hak orang lain berupa lahan atas nama almarhum Brata Ruswanda itu sehingga didakwa melanggar Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan lahan tanah.(ar /fr) 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama