![]() |
Roland Hutasoit, Koordinator Monitoring dan Investigasi Toraja Transparansi |
TANA TORAJA (wartamerdeka.info) - Lelang atau tender proyek selalu saja bermasalah, apalagi jika Panitia atau Pokja ULP tidak profesional dalam bekerja. Seperti misalnya, tidak transparan dan tidak objektif dalam melakukan proses lelang.
Pokja lebih berlaku diskriminatif dan tidak adil terhadap rekanan peserta lelang. Akibatnya, diantara peserta pasti memprotes dan melayangkan keberatan.
Ini pula yang terjadi di Kabupaten Tana Toraja. Awak media ini menerima laporan dan memantau langsung proses lelang di lingkup Dinas terkait dan ULP setempat. Tampaknya terjadi keributan dan kisruh pada beberapa paket yang dilelang. Ini dipicu oleh ulah Panitia atau Pokja ULP sendiri yang tiba-tiba memberhentikan sepihak proses yang sedang berjalan.
Pokja mengumumkan Pemberitahuan Pembatalan Lelang pada 18 Juli 2018 untuk 6 paket yakni paket Pembangunan Kantor Pariwisata (Lanjutan), Pembangunan Gedung Tammuan Mali' Kecamatan Simbuang, Belanja Modal Pengadaan Konstruksi Gedung Kantor Inspektorat, Penataan dan Pembangunan Taman Rakyat Kolam Makale, Pembangunan Rumah Sakit Bersalin "Sayang Anak", dan paket Pembangunan Jalan Ruas Masuppu'-Lekke' Kecamatan Simbuang.
Ke-6 paket ini pertama ditayang 17 Juli 2018 kemudian dibatalkan besoknya dengan alasan akan dikembalikan ke versi (sp) 4.3 ke bawah.
Konon, ini berdasarkan Perka LKPP No. 20 tahun 2018 tentang Panduan Penggunaan Aplikasi Sistem Pengadaan secara Elektronik untuk pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa sesuai Perpres No. 16 tahun 2018. Setelah pembatalan, pihak Pokja kemudian melanjutkan dengan membuka kembali hari ini, 3 Agustus, tahap Pembukaan dan Evaluasi File II soal harga. Perkiraan pembukaan sesuai info yang diterima jam 16.00 hari ini.
Tapi anehnya, dalam proses lanjut sekarang setelah dihentikan, versi yang digunakan tetap sp 3. Ini mengundang pertanyaan ada apa sehingga Pokja menghentikan proses yang lalu. Toh yang digunakan tetap versi 3.
Muncul kecurigaan dan dugaan Pokja memanfaatkan interval waktu yang ada selama pembatalan untuk negosiasi dengan rekanan tertentu yang hendak dimenangkan.
"Bisa saja dengan dugaan. Semua bisa terjadi kalau ada situasi dan kondisi yang tidak wajar, apa motif dan penyebabnya. Tentu Pokja harus bisa menjelaskan mengapa tetap versi 3 sementara Pokja sendiri menghendaki versi 4 makanya proses yang lalu dihentikan, kan begitu," ujar Roland Hutasoit, Koordinator Monitoring dan Investigasi Toraja Transparansi ketika dijumpai di Makale, kemarin
Menurut Roland, pihaknya menganggap lelang paket yang ada di Tator, sama halnya di Torut, tidak transparan. Akibatnya, ini membuka peluang terjadinya KKN.
"Modus yang biasa terjadi Panitia atau Pokja dengan berbagai alasan mempersulit rekanan lain. Caranya dengan membuat persyaratan administrasi, tenaga ahli dan sertifikasi serta peralatan yang cenderung mengada-ada dan tidak realistis dengan kondisi yang ada. Tujuannya untuk memuluskan rekanan lain yang memang sudah dikondisikan menang," jelasnya.
Contoh peralatan misalnya, pengerahan water tanker dan vibrator roller untuk medan lokasi seperti Simbuang. Dengan medan yang sulit ini seharusnya juga mensyaratkan adanya jaminan penawaran. Dan beberapa hal lain lagi.
Karena itu, Roland mengingatkan Pokja agar tidak main-main dalam proses lelang khususnya ke-6 paket tersebut. "Pokja itu kan sudah diikat dengan Pakta Integritas. Ini tidak boleh dilanggar karena akan berdampak hukum dan sanksi administrasi bagi ketua dan anggota Pokja," tegasnya mengingatkan.
Karena kisruh, Roland meminta ULP membatalkan semua proses pada ke-6 paket tersebut. (Tim)
Tags
Daerah