Bupati Nurhidayah Terancam Dipidanakan ke Bareskrim Polri

Aparat Satpol PP Pemkab Kobar memasang plang kepemilikan di lahan yang diklaim milik ahli waris Brata Ruswanda
JAKARTA (wartamerdeka.info) - Suasana nyaris chaos antara keluarga ahli waris Brata Ruswanda dengan aparat Satpol PP Pemerintah Kotawaringin Barat (Kobar) yang berusaha menerobos masuk ke lahan yang diklaim milik ahli waris Brata Ruswanda.

Tanpa seizin yang berhak, Bupati Kotawaringin Barat (Kobar) Nurhidayah menggunakan kekuasaannya (abuse of power) memasuki area lahan yang telah terpasang plang dan dipagari kawat berduri oleh keluarga dan ahli waris Brata Ruswanda di Jalan Padat Karya, Pangkalan Bun, Kobar. 

Bupati Nurhidayah pun terancam dipidanakan ke Bareskrim Polri.

Perdebatan sengit dan alot terjadi antara Penjabat (Pj) Sekda Kotawaringin Barat (Kobar) Suyanto dan pengacara ahli waris almarhum Brata Ruswanda, Kamaruddin Simanjuntak, ketika sekitar 200 aparat Satpol PP yang hendak memasang plang, tiba di lokasi pada Rabu (26/9/2018) sore.

Semula, Pemkab Kobar dijadwalkan akan memasang plang di lahan milik ahli waris Brata Ruswanda sekitar pukul 08.00 Wib. Namun, aparat Satpol PP baru tiba sekitar pukul 15.00 Wib. 

Kehadiran aparat Satpol PP membuat suasana tegang. Pasalnya, di lokasi tanah yang akan dipasangi plang oleh aparat pemda, telah terpasang plang kepemilikan lahan milik ahli waris Brata Ruswanda. Bahkan, lahan itu tertutup untuk umum karena telah dipagari dengan kawat berduri dengan disertai papan pengumuman tanda larangan masuk. 

Bersamaan dengan itu, Pj Sekda Suyanto mengenalkan diri dan menyampaikan maksud dan tujuannya sebagai pelaksana putusan Mahkamah Agung. "Kami bermaksud memasang plang penanda aset tanah milik Pemkab Kobar. Karena berdasarkan Keputusan Mahkamah Agung (MA) gugatan pihak ahli waris Brata Ruswanda diputuskan ditolak majelis hakim," ujar Suyanto yang dikawal ratusan aparat Satpol PP. Sementara, aparat tentara dan Polres Kobar hanya memantau di sekitar lokasi.

Ahli waris dan kuasa hukumnya, Kamaruddin, dengan tegas menolak permintaan tersebut. "Tidak bisa," teriak ahli waris Brata Ruswanda. 

Kamaruddin beralasan walaupun gugatan tersebut ditolak MA, karena perkara pokok tidak diperiksa mulai dari pengadilan negeri, banding hingga kasasi dengan mengabulkan eksepsi tergugat dengan pertimbangan kadaluarsa karena sudah melampaui 30 tahun sejak dipinjam dinas pertanian sejak 1974 yang berujung pada dikabulkannya eksepsi tergugat. 

"Yang ditolak hanya gugatan saja. Tapi isi putusan tidak ada menyebutkan bahwa tanah tersebut milik Pemkab Kobar. Walaupun gugatan ditolak, tapi tidak ada menyebutkan bahwa tanah tersebut milik Pemkab Kobar. Prosesnya bagaimana? Coba tunjukkan surat-suratnya. Bupati abuse of power," tegas Kamaruddin. 

Sejumlah argumen hukum yang disampaikan kuasa hukum ahli waris tak bisa dijawab Pj Sekda yang selalu berlindung di balik putusan kasasi MA. Sebab, menurut kuasa hukum ahli waris, putusan NO dari Pengadilan Negeri (PN), Banding dan menolak kasasi MA bukan merupakan bukti kepemilikan.

Perdebatan pun jadi debat kusir. Upaya komunikasi dan mencari jalan dialog yang disampaikan kuasa hukum ahli waris, tak mencapai titik temu sehingga alot. Pj Sekda tetap memaksakan pemasangan plang namun mendapatkan penolakan yang keras dari keluarga ahli waris Brata Ruswanda. 

Kuasa Hukum Ahli Waris Brata Ruswanda, Kamaruddin Simanjuntak  meninjau lokasi
Suasana berubah mencekam saat jelang maghrib. Bupati Hj Nurhidayah SH, MH yang datang ditemani suaminya, H. Ruslan A.S dengan memerintahkan aparatnya memasang plang di lokasi lahan tersebut. Bahkan, H. Ruslan memotong dialog antara Bupati dan kuasa hukum ahli waris dan sempat meninggi intonasi suaranya ketika Kamaruddin menyampaikan penjelasan argumentasi hukumnya terkait putusan MA itu kepada Bupati Kobar. 

Kuasa hukum ahli waris menyampaikan kepada Bupati bahwa yang berhak melaksanakan isi putusan PN, adalah juru sita pengadilan. Bukan Bupati. Mendengar itu, H Ruslan, marah. "Bapak jangan bicara ahli hukum. Ini (menunjuk ke bupati) juga ahli hukum. Dia ini juga ahli hukum," ujar H Ruslan.

Ucapan H Ruslan lalu dijawab kuasa Kamaruddin bahwa hal ini bukan soal urusan rumah tangga. Bukan pula urusan soal UU Perkawinan. Kuasa hukum Kamaruddin menegur H Ruslan yang memotong pembicaraan dengan Bupati sambil menyampaikan bahwa yang dihadapinya berbicara adalah Bupati.

Tak tercapai titik temu, Bupati Nurhidayah dan suaminya memerintahkan aparatnya untuk memasang plang klaim kepemilikan lahan di area yang sama. Sehingga, plang klaim kepemilikan atas lahan itu ada dua pihak yang terpasang, yakni pihak penggugat ahli waris Brata Ruswanda dan tergugat pihak pemerintah kabupaten.

Kepemilikan lahan milik ahli waris Brata Ruswanda tercatat berdasarkan Surat Keterangan Tanah/Bukti Menurut Adat No: PEM-3/13/KB/1973 Tanggal 22 Januari 1973 Luas 10 hektar. Sedangkan klaim kepemilikan lahan yang dibuat pemerintah kabupaten, tercatat berdasarkan SK Gubernur 1974 yang oleh kuasa hukum diduga palsu.

Terkait dengan itu, Kamaruddin yang pernah membongkar kasus korupsi wisma atlit dan Hambalang, menyatakan akan membongkar kasus tersebut dengan melaporkan Bupati Nurhidayah dkk ke Bareskrim Polri dan KPK.

Kamaruddin menjelaskan setiap orang atau Badan Hukum dilarang memasuki hak milik keperdataan ahli waris Brata Ruswanda, tanpa seizin ahli waris, atau tanpa seizin kuasanya, atau tanpa seizin pengadilan yang berwenang. 

"Ternyata mereka tetap menerobos dengan memasang plang mereka, maka kita laporkan juga besok selain pasal pemalsuan yaitu pasal 551 KUH, pasal 167 KUHP dan juga pasal yang lainnya yaitu Perpe No. 51 tahun 1960. Besok (kami laporkan) di Bareskrim Polri. Pasti kami laporkan," tegasnya.

Kamaruddin menyatakan, hal ini terkait dengan tindakan Bupati dan Sekretaris Daerah yang dinilainya bertentangan dengan hukum. "Karena beliau datang ke sini untuk melaksanakan eksekusi atau putusan Mahkamah Agung (MA). Bupati itu kita pahami adalah eksekutif,  bukan yudikatif. Yang berhak melaksanakan atau mengeksekusi putusan Mahkamah Agung yang sudah inkrah adalah juru sita pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Negeri Pangkalan Bun. Sedangkan Sekda dan Bupati ini mengaku melaksanakan isi putusan pengadilan. Ini abuse of power," tuding Kamaruddin.

Kejanggalan lain yang tak kalah konyol terkait soal inventarisasi aset. Kamaruddin menyebut, setelah dilakukan pemeriksaan diketahui tak pernah ada penyerahan aset milik ahli waris Brata Ruswanda dari provinsi ke kabupaten. Lahan eks Dinas Pertanian yang diklaim milik Pemkab Kobar sejatinya tidak pernah ada karena tidak tercantum dalam penyerahan aset dari provinsi ke kabupaten ketika terjadi otonomi daerah. 

"Maka, ada dugaan kuat, ada yang menciptakan surat palsu atas SK Gubernur 1974 yang menyatakan ini aset pemda karena tidak di dalam inventarisasi aset yang diserahkan provinsi ke kabupaten. Kemudian, tadi Sekda dan Bupati mengatakan bahwa mereka telah menguasai fisik. Padahal faktanya yang menguasai fisik adalah ahli waris, dan sudah lama membangun dan memiliki rumah dan bahkan sebagian dari tanah 10 hektar tersebut sudah bersertipikat.

Pj Sekda yang dikonfirmasi terkait dengan masalah tersebut mengelak menjawab. "Nanti ke Bupati langsung, ada pimpinan," tukasnya.

Niet Ontvankelijke Verklaard (NO)

Dia juga menilai ada kejanggalan dalam putusan kasus perdata yang digugat kliennya dimana putusan NO pada pengadilan negeri dan tingkat banding, putusan kasasinya justru ditolak lantaran dianggap kadaluarsa. "Hakim mempertimbangkan pasal 1967 Bw atau dengan kitab undang-undang perdata. Jadi menurut pemahan hakim dari PN Negeri, Banding hingga Kasasi, karena sudah lewat 30 tahun dipinjam oleh Dinas Pertanian Provinsi, baru dipermasalahkan tahun 2017, menurut pandangan hakim ini sudah kadaluarsa. "Padahal ini tanah kan boleh pinjam dari Brata Ruswanda. Karena ini pinjam meminjam, ketika ahli waris membutuhkan tanah tersebut dengan sendirinya, sesuai perjanjian gugur dengan sendirinya," ujarnya. 

Kamaruddin menjelaskan  bahwa asal muasal tanah milik ahli waris Brata Ruswanda berawal pada tahun 1963 dengan cara membuka lahan hutan seluas 10 hektar. "Lalu, 10 tahun kemudian (lahan) dibuatkan suratnya oleh Kepala Kampung Baru. Namanya Surat Kepemilikan Tanah Adat. Jadi, pada tahun 1973 yang ini tadinya hutan sudah menjadi kepemilikan Brata Ruswanda," jelasnya.

Adapun soal NO di tingkat banding dan di tingkat kasasi, MA menolak gugatan. Menolak gugatan menurut Kamaruddin tidak menentukan siapa pemiliknya. "Nah, karena dia menolak gugatan dan mereka (pemda) tidak menggugat rekonvensi berarti kembali kepada asal. Asalnya adalah ini milik Brata Ruswanda. Lagi pula, sebagian dari tanah-tanah ini sudah disertifikasi. Kekonyolan-kekonyolan lain saya lihat bahwa di sini semua jalan mulus kecuali jalan ke rumah-rumah yang melintasi keluarga Brata Ruswanda sangat jelek untuk dilalui kendaraan. Seharusnya pelayanan publik tidak boleh berpihak karena mereka (pemerintah) kan adalah penguasa dan pelayanan publik, tidak boleh melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum," tutupnya.(Fer)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama