Komisioner Kompolnas Dede Farhan tampak sedang menyampaikan pemaparan |
JAKARTA (wartamerdeka.info) - Konstitusi berbicara bahwa Indonesia adalah negara hukum sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945, meskipun ada sedikit perbedaan redaksi antara sebelum dan sesudah amandemen, tetapi redaksi itu tidak mengurangi makna atas pengakuan dasar bahwa Indonesia sebagai negara hukum.
Sebelum adanya amandemen UUD 1945 berbunyi bahwa " Indonesia adalah negara yang berdasar atas negara hukum".
Sedangkan setelah dilakukannya amandemen UUD 1945 bunyinya menjadi "Negara Indonesia adalah negara hukum ", sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (3). Penegasan ketentuan konstitusi hasil amandemen ini memiliki makna, bahwa segala aspek kehidupan dalam kemasyarakatan, kenegaraan dan pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang penjabaran dan parameter prinsip negara hukum ini, media ini mewawancarai Komisioner Kompolnas Dede Farhan Aulawi sehabis mengikuti launching buku Indeks Negara Hukum Indonesia Tahun 2017 yang diadakan oleh Indonesian Legal Roundtable (ILR) yang bekerjasama dengan Tahir Foundation yang diselenggarakan pada Rabu, 19 September 2018 di Hotel Akmani – Jakarta.
Dede Farhan menjelaskan bahwa konsep negara hukum yang tertuang dalam UUD 1945 dijabarkan dalam (a) Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, (b) Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya, (c) Pasal 28 ayat (5) yang berbunyi bahwa untuk penegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Persoalannya bagaimana cara untuk mengetahui sejauhmana prinsip – prinsip negara hukum ini dijalankan ? Apakah sudah baik atau belum ? Bagaimana cara mengukurnya ? apa parameter atau indikatornya ?
Tentu semua itu bisa diperdebatkan dengan argument hukum masing – masing. Tapi paling tidak ILR sudah memulai menentukan parameter serta penjabaran yang dinilai dengan angka – angka hasil kuantifisir dari penilaian yang dilakukan oleh para tim penelitinya, yang disebut dengan istilah Indeks Negara Hukum.
Indeks ini tentu tidak mutlak karena parameternya bisa saja ditambah atau dikurangkan, yang pasti segala sesuatu itu tidak ada konsep yang lahir langsung sempurna tetapi pasti akan selalu ada proses penyempurnaan – penyempurnaan.
Definisi dan konsep negara hukum yang dikenal selama ini merujuk pada teori Nomocracy model Plato dan Aristoteles, teori Rechtsstaat –nya FJ. Stahl dan Immanuel Kant atau teori Rule of Law-nya AV. Dicey. Dari landasan – landasan teori yang dikembangkan itu, maka ILR telah membagi ke dalam 5 prinsip negara hukum, yaitu (1) Ketaatan Pemerintah terhadap Hukum, (2) Legalitas Formal, (3) Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka, (4) Akses terhadap Keadilan, (5) Hak Azasi Manusia.
Untuk memudahkan pengukuran, maka kelima prinsip tadi dibagi lagi ke dalam beberapa indikatornya. Setelah dilakukan penelitian dan pengukuran maka ILR memberi nilai nilai 5,85 untuk Indeks Negara Hukum Indonesia pada tahun 2017.
Nilai indeks ini mengalami sedikit kenaikan bila dibanding dengan nilai indeks tahun sebelumnya yaitu tahun 2016. Dengan angka Indeks sebesar 5,85 ini, maka predikat yang dapat diberikan pada negara terhadap penerapan prinsip – prinsip negara hukum adalah Cukup.
"Semua prinsip pada dasarnya mengalami kenaikan, meskipun kenaikannya masih kecil. Jadi masih perlu untuk terus melakukan perbaikan terhadap prinsip dan indicator indeks negara hukum ini agar bisa lebih baik lagi dan masyarakat benar – benar merasakan terciptanya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia," demikian Dede Farhan mengakhiri perbincangan. (Aris)
Tags
Nasional