Soal Kerusuhan 1998, Saurip Kadi Tuding Pernyataan Kivlan Zen Hoax

Mayjen (Purn) Saurip Kadi
JAKARTA (wartamerdeka.info) - Mantan Asisten Teritorial Kepala Staf Angkatan Darat Mayor Jenderal (Purn) Saurip Kadi membantah keras pernyataan nantan Kepala Staf Kostrad ABRI, Mayjen (Purn) Kivlan Zen menuduh Wiranto berperan dalam kerusuhan 1998.

Saurip mengatakan saat itu dia ada di samping Wiranto, jadi, meskipun masih berpangkat kolonel, dia cukup memahami situasi yang terjadi.

"Yang pasti apa yang diungkapkan Pak Kivlan Zein adalah bohong alias hoax," tandas Saurip Kadi, di Jakarta, hari ini.

Dikatakan, dalam mendatangkan suatu pasukan ke Jakarta, Wiranto (yang saat peristiwa tersebut adalah Panglima ABRI)  tidak memutuskan sendiri. Dia juga mendengarkan pertimbangan berbagai pihak seperti para komandan dan staf. Selain itu juga ada perkiraan intelijen.

Mengenai adanya pergeseran pasukan, Saurip mengatakan bahwa pergeseran pasukan serta perubahan perintah adalah hak Panglima ABRI.

“Gua nih, meski kolonel, di samping Wiranto,” kata Saurip.

Ia menambahkan, “Memberangkatkan pasukan adalah tugas Pak Wiranto. Di tengah jalan ada perubahan, itulah fungsinya Pak Wiranto, itulah haknya Pak Wiranto.”

Saurip meminta kepada Kivlan agar persoalan Kerusuhan Mei 98 tidak hanya berpatok pada asumsi karena akan membuat Indonesia semakin ketinggalan dengan negara lain.

"Ini persoalan, mohon maaf, begitu ruwetnya jangan disimplikasi. Jangan bilang kalau Pak Wiranto sumber kekacauan itu," katanya.

Saurip menyayangkan sikap Kivlan Zein, yang selalu bicara seperti itu, kalau mau pemilu. Dan itu tidak sesuai fakta.


Saurip mempertanyakan apakah pak Kivlan bicara seperti itu karena ada  kepentingan, atau  ingin sekedar membuat gaduh atau mau cerita kebenaran.

Dia mengkritik Kivlan yang sudah menyimpulkan dengan data-data yang tidak lengkap.

"Padahal beliau lulusan Seskoad," ujarnya.

Saurip Kadi menegaskan bahwa peristiwa 98 adalah murni gerakan rakyat. Karena situasi waktu itu rakyat sudah "marah" dengan pemerintahan di bawah Pak Harto.

"Peristiwa 98 itu akumulasi ketidak percayaan rakyat terhadap pemerintahan Pak Harto. Dan TNI tentu saja wajib pro rakyat," ujar Saurip Kadi lagi.

Jadi, tandas Saurip Kadi, peristiwa saat itu bukan rekayasa tentara (ABRI). Justru Pangab ketika  itu berusaha melindungi Pak Harto sebagai presiden yang sah. Dan yang terjadi Pak Harto mundur dengan kesadaran diri sehingga kemudian menyerahkan kekuasaan kepada  Pak Habibie, selaku Wapres. Dan itu sudah sesuai konstitusi. Bukan karena digulingkan atau dikudeta.

Jadi pernyataan Pak Kivlan itu seolah-olah mengecilkan peran para tokoh reformasi, dengan mengatakan bahwa Pangab adalah dalang kerusuhan 98 atau pelaku kudeta.

Perlu ditegaskan bahwa peristiwa 98 bukanlah sebuah kudeta. Tapi perubahan kekuasaan secara konstitusional, karena mundurnya Pak Harto sebagai Presiden atas desakan rakyat. Dan kemudian Pak Harto menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden.

Sebelumnya, Kivlan Zein mengklaim pernyataannya soal Wiranto dalang kerusuhan 98 didasari pada fakta dan data.

Ia menjelaskan pada 13 Mei 98 dirinya yang ketika itu masih menjabat sebagai Kepala Staf Kostrad, bertugas untuk menyiapkan pasukan untuk bergerak ke Jakarta, atas perintah Wiranto, Panglima ABRI saat itu.

Pergeseran pasukan ke Jakarta, kata Kivlan karena Jakarta sudah rusuh akibat mahasiswa Trisakti tewas ditembak pasukan yang mengamankan Jakarta pada 12 Mei 98.

“Saya siapkan pasukan kostrad seluruh Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim sampai Makassar, (untuk) didatangkan ke Jakarta.”

“Tapi Kemudian tanggal 14 (Mei), tiba-tiba saya diperintahkan jangan kerahkan pasukan ke Jakarta. Lah gimana, sudah perintah Wiranto tiba-tiba dirubah. Ada apa?,” kata Kivlan.

Terhadap hal tersebut, dengan enteng Saurip menanggapi, bahwa perubahan rencana operasi tersebut sudah sesuai dengan perkembangan intelejen yang ada.

"Dan itu sudah melalui prosedur baku sesuai dengan masukan staf terkait. Kelemahan Pak Kivlan hanya tahu 5 dari 20 fakta kok sudah menyimpulkan," tandas Saurip Kadi. (Ar)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama