JAKARTA (wartamerdeka.info) - Tanpa terasa sidang perkara sengketa pengurus Peradi (Persatuan Advokat Indonesia), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), telah berjalan 16 bulan.
Berlarut larutnya jalan persidangan perkara Peradi ini terlihat sudah mulai menjenuhkan para pihak, misalnya para kuasa hukum Penggugat dan Tergugat. Begitu juga supporter Penggugat dan Tergugat yang sering hadir bergantian mendatangi sidang dan pihak pihak yang berkepentingan lainnya seperti Penggugat atau Tergugat Interpensi.
Kejengkelan saksi saksi yang diajukan Penggugat juga sangat mewarnai suasana karena mereka datang berkali kali dari daerah seperti Makassar, Riau, Medan, tapi tidak langsung diperiksa oleh majelis hakim pimpinan Sunarso, SH, MH.
Bolak baliknya saksi dari daerah ini menyita waktu dan biaya yang tidak sedikit bagi seorang advokat. Namun majelis hakim tak mau tahu dan tidak tersentuh nuraninya. Terbukti tidak pernah memprioritaskan sidang Peradi ini.
"Sidang ini sudah puluhan kali ditunda majelis hakim dengan berbagai alasan. Terkadang dikatakan terlalu sore padahal kami kuasa hukum sudah datang sejak pukul 11 siang," kata Yanriko Sibuea, SH yang dikenal sebagai kuasa hukum Tergugat Peradi yang diketuai Dr Luhut MP Pangaribuan, SH, LLM, saat menunggu sidang Peradi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (2/4).
Terkadang penundaan sidang dikatakan hakim ketua karena majelis tidak lengkap, kegiatan sidang lain dan sebagainya. "Perkara ini sudah berjalan hampir dua tahun. Sidang pertama pada Desember 2017, itu saya ingat persis," tambah Yanrico yang mengaku tak habis pikir bisa demikian lama persidangan perkara Peradi tersebut.
Di lain pihak, salah satu kuasa Penggugat yang tidak mau disebut namanya juga mengaku kesal atas ulah majelis hakim.
"Saksi saksi kami masih banyak yang mau diajukan. Tapi sidang banyak tunda dan sampai kapan ini berahir kalau tunda lagi. Yang kita tahu majelis hakim kami ini sangat banyak perkaranya. Begitu juga masing masing hakim anggota. Karena itu berdampak sidang perkara Peradi sering ditinggal," kata pengacara muda ini.
Koordinator kuasa Penggugat (Peradi yang diketuai DR Fauzie Yunus Hasibuan, SH, MH), Saprianto Refa, SH, MH dan teman temannya terlihat tetap sabar bertahan menunggu jadwal sidang dalam ruangan. Padahal jam sudah menunjukkan jam 17.00 WIB.
Ketika diminta tanggapan Sekjen Peradi, Teguh Santoso, SH, MH (Tergugat/Peradi Pimpinan Luhut Pangaribuan), tentang lamanya sidang perkara yang tengah dihadapinya itu, pengacara kenamaan ini mengaku dikarenakan cermin proses peradilan.
"Mengenai soal berlarut larutnya sidang, ini terkait dengan proses memang. Itu cermin proses peradilan kita yang memang problem soal kepadatan perkara. Hakim harus majelis sementara volume perkara sangat banyak. Ahirnya tertunda tunda. Itu saja yang saya lihat," tutur Sugeng.
Over load perkara diakitkan dengan sistem majelis ini yang membuat menjadi masalah karena majelis harus lengkap.
Ini jadi repot dan waktunya perlu dipikirkan bahwa perkara ditangani oleh hakim tunggal saja.
Sebab seberapa banyak pun hakimnya kalau perkara banyak ini tetap repot.
Daripada sistem majelis, satu anggota majelis saja tidak ada, tidak bisa sidang jadi ada baiknya hakim tunggal saja tangani sidang, tambah Sugeng.
Menurut Sugeng, mengingat posisinya sebagai Tergugat tetap ikut arus. "Kita sebagai Tergugat sih. Sebetulnya perkara ini sebaiknya dicabut saja karena memang menguras waktu dan tenaga. Buat Penggugat sendiri tidak akan ada hasilnya," tandas advokat senior yang dikenal sudah malang melintang dalam dunia peradilan di Indonesia.
Sengketa ke pengurusan Peradi timbul karena Peradi pimpinan Fauzie Yunus Hasibuan menggugat Peradi yang diketuai Luhut Pangaribuan.
Kepengurusan Peradi Fauzie Yunus mengklaim pihaknya yang sah sebagai pengurus Peradi karena berdasarkan hasil Munas di Pakanbaru, Riau. Karena itu menggugat kepengurusan Peradi Luhut Pangaribuan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, supaya dibubarkan. (dm)
Tags
Hukum