![]() |
Terdakwa TY saat membaca pembelaan |
Dalam nota pembelaan pribadi terdakwa TY berjudul "Merdeka Itu Adalah Bebas Dari Kriminalosasi" terdiri dari uraian fakta yang terungkap di persidangan, fakta-fakta hukum dan analisa fakta.
Tegasnya terdakwa menyimpulkan bahwa dengan mendudukkan terdakwa di kursi persidangan ini, merupakan suatu grand design kriminalisasi (pemaksaan pidana yang dilakukan oleh oknum – oknum penegak hukum), yang tidak bertanggung jawab, khususnya oknum penyidik.
Sebab pada kenyataannya, berdasarkan fakta – fakta yang terungkap tentang alat bukti maupun dalam persidangan, perkara ini sudah cacat hukum sejak awal. dimulai atau dari tidak sahnya kedudukan hukum Pelapor yang mengaku sebagai kuasa korban (perusahaan), sehingga akhirnya korban sebenarnya mendatangi Penyidik dan mencabut Laporan Polisi tersebut. Namun tidak ditanggapi oleh Penyidik.
BAP saksi saksi fiktif yang jelas tidak sah kedudukan hukumnya, pemaksaan P21 tanpa barang bukti asli, memanipulasi Surat Dakwaan yang berbeda beda versi, serta tidak adanya saksi sah dari pihak korban, hingga rekayasa dan penyelewengan fakta persidangan dalam Surat Tuntutan yang dikhawatirkan akan bermuara pada peradilan sesat.
Fakta hukum mengungkap bahwa Jaksa Penuntut Hukum (JPU) Moh. Januar Ferdian, SH, MH, dalam Surat Dakwaan dan Surat Tuntutannya telah salah dan keliru. Sebab, dalam Dakwaan dan Tuntutan JPU telah terdapat kesalahan - kesalahan yang sangat mendasar swperti, peristiwa hukum (rechtsfeit) yang menjadi dasar terjadinya hubungan hukum adalah perjanjian distributor (Distributorship Agreement) antar perusahaan (badan hukum).
Dinana dalam melaksanakan perjanjian, saksi Naoki Wada maupun Terdakwa TY, masing-masing bertindak dalam jabatan sebagai direktur perusahaan (wakil dari badan hukum) dalam melaksanakan tanggung jawab Direksi Perseroan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 ayat 5.
Jaksa Penuntut Umum sama sekali tidak mempertimbangkan dengan seksama bahwa apa yang didakwakan kepada Terdakwa adalah murni hubungan perjanjian perdata, yang dalam hal ini, Perjanjian Distributor Ekslusif dan Surat Penunjukan Distributor antara PT MPFI dengan PT RTI, dan antara PT MPFI dengan PT R PRIMA, serta Surat Perjanjian Kesepakatan antara PT MPFI dengan PT RPRIMA tanggal 04 Februari 2015 yang intinya apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban, maka hal tersebut adalah suatu peristiwa wanprestasi, yang menjadi kewenangan peradilan perdata (kompetensi absolute). Tetapi ternyata dipaksakan oleh JPU sebagai tindak pidana Penggelapan.
"JPU telah melampaui batas wewenangnya dengan secara sengaja mengkriminalisasi fakta hukum Perjanjian Perdata yang diakui keberadaan dan keabsahannya oleh saksi Michelle Wondal, saksi Helmi Hasibuan, serta diakui sendiri dalam Risalah Rapat Matsuzawa Kogei (pemegang 97.12% saham PT MPFI), dalam hal ini adalah Surat Perjanjian Distributor Eksklusif dan Surat Penunjukan Distributor antara PT MPFI dengan PT. RTI dan antara PT MPFI dengan PT RPrima serta Surat Perjanjian Kesepakatan PT MPFI dengan PT R PRIMA, suatu peristiwa perdata dua Perseroan Terbatas menjadi sebuah tindak pidana Penggelapan perorangan," kata TY mengungkap fakta dalam sidang yang dihadiri oleh ayah dan ibu kandungnya tersebut.
Hubungan hukum antara Naoki Wada dengan Terdakwa dalam kedudukan sebagai direksi adalah hubungan hukum antar perusahaan dalam perjanjian distributor dimana masing-masing perusahaan mengemban hak dan kewajibannya. Direksi adalah jabatan dalam suatu perusahaan sehingga pada saat Naoki Wada tidak lagi menduduki jabatan sebagai direksi dan keluar dari perusahaan maka menurut hukum Naoki Wada sudah tidak berwenang lagi untuk mewakili perusahaan sejak 31 Maret 2018, tambah terdakwa dalam pembelaannya.
Dalam dakwaan JPU pada Pasal 372 KUHP menyatakan bahwa Terdakwa, Saksi NAOKI WADA. Tetapi kemudian malah menuntut TY yang menyandang gelar BSC, MSM dalam Surat Tuntutannya.
Berdasarkan hal itu Terdakwa mengatakan Penyidik dan JPU mengabaikan fakta bahwa kedudukan hukum/legal standing saksi pelapor Naoki Wada adalah tidak sah. Artinya, Saksi tidak memiliki kualitas mewakilkan PT MPFI dikarenakan saksi telah mengundurkan diri dari perusahaan tersebut per tanggal 31 Maret 2018. Sedangkan BAP Pro Justicia saksi Naoki Wada terjadi pada tanggal 24 April 2018 dan 13 Desember 2018.
Karena itu BAP Saksi Naoki Wada, beserta turunannya seharusnya dianggap batal (void ab initio).
Penuntut Umum dikatakan terdakwa mengabaikan fakta persidangan ketika Saksi Naoki Wada memberikan keterangan palsu di bawah sumpah dengan menyatakan status Saksi adalah Direksi PT MPFI sampai saat ini.
Pertanyaan mengenai jabatan Saksi Naoki Wada sebanyak 4x (empat kali), oleh JPU, Penasihat Hukum Terdakwa, Hakim, dan Terdakwa sendiri. Atas pertanyaan itu semuanya dijawab dengan keterangan bohong.
Saksi Naoki Wada juga memberikan keterangan palsu di persidangan ketika menyanggah pertanyaan Penasihat Hukum Terdakwa, perihal pengunduran dirinya dari PT MPFI.
Padahal, Surat Pengunduran Diri yang ditulis tangan sendiri oleh saksi Naoki Wada diperlihatkan di hadapan majelis hakim, yang diakuinya sebagai tulisan tanganp sendiri.
"Jaksa Penuntut Umum tidak cermat memperhatikan dan menilai fakta keterangan saksi Ariza Raenaldi, saksi Diana Ciputra, dan Saksi Ahmad Zaky yang pada keterangannya menyatakan bahwa ketiga saksi tersebut mendengarkan peristiwa hukum antara PT MPFI dengan Terdakwa berdasarkan informasi dari saksi Naoki Wada. Oleh karena itu, dapat dianggap ketiga saksi tersebut, selain kedudukan hukum/legal standingnya tidak sah dengan tidak dapat menunjukkan status kedudukannya dalam hal mewakili Korban PT MPFI selama persidangan, ketiga saksi tersebut juga memberikan keterangan testimonium de auditu yaitu kesaksian atau keterangan karena mendengar dari orang lain berdasarkan banyak yurisprudensi tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti."
Penyidik dan JPU mengabaikan fakta fakta berdasarkan bukti bukti yang diberikan, terlihat secara terang dan jelas permasalahan yang terjadi di proyek yang didakwakan oleh JPU. Dimana PT MPFI disebut telah melakukan cidera prestasi/ wanprestasi, yang pada Perjanjian Distributor Ekslusif antara PT MPFI dengan PT R PRIMA. pasal 6 ayat 2 berbunyi: “Dalam hal kegagalan pengiriman, barang rusak, cacat atau kegagalan mematuhi kewajiban, maka pihak Distributor berhak untuk membatalkan sebagian/semua pesanan atas biaya Produsen dan Distributor dibebaskan dari kewajibannya kepada Produsen”
"Jaksa Penuntut Umum mengkriminalisasi Perjanjian Perdata murni menjadi suatu tindak pidana Penggelapan berdasarkan Pasal 372 KUHP," imbuh terdakwa TY.
Berdasarkan fakta fakta hukum yang dikemukakan di atas, jelas dan terang JPU tidak dapat membuktikan dakwaannya berdasarkan 2 (dua) alat bukti yang sah serta telah salah dan keliru hukum dalam memaksakan dan melakukan tindakan kriminalisasi perkara perdata menjadi tindak pidana penggelapan, bahkan rekayasa dan manipulasi Surat Dakwaan serta fakta fakta persidangan dalam Surat Tuntutan (penghilangan seluruh keterangan saksi meringankan, dan penambahan saksi fiktif) sudah termasuk pada tindakan Contempt of Court atau penghinaan pada peradilan; sehingga cukup dasar bagi najelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk dapat menyatakan dakwaan terhadap Terdakwa TY tidak dapat diterima (niet ontvankelijke bewijskracht) atau menyatakan Terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan.
Berdasarkan fakta fakta yang terungkap dalam persidangan, alat bukti, dan juga analisis fakta yang telah Terdakwa paparkan, TY memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara a quo untuk menjatuhkan putusan menerima dan mengabulkan Nota Pembelaan atau Pledooi Terdakwa TY untuk seluruhnya; Menyatakan seluruh surat dakwaan dan surat tuntutan JPU terhadap Terdakwa TY, batal demi hukum (nietig/nietigheid van rechtswege);
Menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan JPU melanggar Pasal 372 KUHP Tentang Tindak Pidana Penggelapan; Menyatakan membebaskan Terdakwa TY dari segala dakwaan (vrijspraak) atau setidak tidaknya melepaskan dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging; Mengembalikan dan menempatkan kembali nama baik dan atau kedudukan Terdakwa TY pada kedudukan semula;
Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya sebagai orang yang tidak bersalah yang telah dicemarkan nama baiknya oleh adanya penuntutan Jaksa Penuntut Umum ini.
Namun apabila ditemukan kebenaran materiil yang berbeda sebagaimana yang telah disampaikan dalam Nota Pembelaan ini atau Tuntutan JPU, mohon majelis hakim untuk memutus seadil adilnya (ex aequo et bono) dan atau seringan ringannya.
Sidang ditunda selama tiga pekan, untuk mempersiapkan putusan karena JPU Moh. Januar Ferdian menyatakan tetap pada tuntutan semula secara lisan atau tidak mengajukan replik. (dm)
Tags
Hukum