YOGYAKARTA (wartamerdeka.info) - "Bagaimana umat lslam bisa berkontribusi buat kemajuan bangsa, negara dan dunia,?" kata Menko Polhukam, Mahfud, MD ketika memberikan Orasi Kebangsaan, di hadapan peserta Muktamar 6 KB PII di Ballroom Grand Keisha Hotel, Yogyakarta, Sabtu (16/11/2019).
Menurut, Mahfud MD, dulu saat Indonesia akan merdeka, sebagian pemimpin lslam berpendapat, kalau orang lslam ingin maju, maka umat lslam harus membentuk negara lslam dan menguasai negara. Golongan ini terdiri dari Ki Bagus Hadikusumo, Agus Salim, Abdul Kahar Muzakkir, Abi Kusno dan Natsir.
Sebagian pimpinan yang lain seperti Moh. Hatta, M. Yamin, Soekarno dan Maramis, papar Guru Besar UII itu, menirukan ucapan sejumlah tokoh tersebut, "saya juga lslam, tapi saya tidak setuju dengan gagasan mendirikan negara lslam. Negara dan agama harus dipisahkan. Negara bisa maju dengan tidak diurus oleh Agama, sebaliknya Agama bisa maju tidak diurus oleh negara. Mereka sama sama lslam".
Dari situ terjadi perdebatan panjang di antara mereka, kelompok yang satu ingin negara lslam, yang lain ingin negara Sekuler. Perdepatan panjang itu akhirnya mencapai titik temu, suatu kesepakatan, bahwa kita tidak mendirikan negara agama, karena penduduk lndonesia tidak hanya memeluk satu agama. Kita juga tidak mengatakan lndonesia negara hampa agama. Karena faktanya penduduk lndonesia ratusan tahun yang lalu punya semangat hidup beragama, cuma agamanya beda beda.
Titik kesepakatan itu, akhirnya menghasilkan keinginan para Founding Fathers, bahwa dasar negara yang kita sebut dengan Pancasila, merupakan kesepakatan terbesar umat lslam sejak dahulu.
"Maka itu, kita tidak harus mendirikan negara Agama, dimana negara diatur oleh Agama, dan juga tidak mendirikan negara Sekuler", ungkap mantan ketua MK itu.
Mahfud, mencontohkan negara Agama itu seperti Vatikan, Arab Saudi dan Brunei Darus Salam.
Sedangkan negara sekuler adalah negara yang tidak mau dicampuri agama dalam urusan formal dalam penyelenggaraan negara, tapi memberikan perlindungan terhadap orang beragama.
"Jadi dalil pertama, lndonesia ini didirikan dengan kesepakatan yaitu Negara Pancasila, dalam bahasa agama namanya Mitsaqon Gholidhon, janji suci. Dalam bahasa ilmu politik disebut Modus Vivendi, kesepakatan bersama, janji suci juga," jelas Mahfud, MD.
Pertanyaannya kemudian, lanjut Mahfud, apakah orang lslam bisa maju dengan sistem politik di negara kesepakatan atau Darul Akhdi wasy Syahadah, kata orang Muhammadiyah. Sedangkan, kalangan NU, menyebut Darul Mitsaq/Darus Salam. Apakah umat lslam bisa maju di situ?
saya ingin menggugah ingatan kita, ungkap Mahfud, bagi generasi baby boomers, generasi tempo dulu.
Bahkan, mantan Menkumham di era Gus Dur itu, memaparkan urut-urutan generasi.
Pertama, generasi yang lahir tahun 60-an dan sebelumnya disebut generasi Baby Boomers. Yang lahir tahun 60-an sampai dengan 80-an disebut generasi Ex. Sedangkan, yang lahir di tahun 2000-an sampai sekarang disebut generasi Milenial.
"Saya mau ajak kembali ke tempo dulu, waktu saya sekolah dulu, umat lslam ini betul betul terisolasi, ingin jadi PNS hanya bisa di Departemen Agama. Ingin jadi guru negeri hanya bisa guru SDN dan SMPN. Posisi menteri pun hanya bisa jadi menteri Agama, tidak bisa menteri yang lain. Tak terbayangkan sekarang bisa jadi menteri apa saja, termasuk saya," ujar Mahfud MD.
Bahkan dulu, ketika tahun 80an , masih kata dia, orang lslam dianggap terbelakang. Orang lslam takut sama Polisi dan Tentara. Karena gambaran kita dulu, polisi itu bukan orang lslam. Mereka tidak bisa ngaji, mereka tidak pernah belajar di madrasah, sehingga jika ada orang salah sedikit, ditakut takuti polisi, kalau ada anak kecil nangis, ditakut takuti, nanti tak panggilkan polisi, langsung diam. Ada anak cantik mau dikawinkan dengan orang jelek tidak mau, ditakut takuti, kalau tidak mau, saya kawinkan dengan polisi, takut dia, sehingga jadi mau. Katanya, lebih baik kawin dengan orang gila daripada sama polisi.
"Ini dulu tahun 80an", jelas Mahfud MD.(Mas)
Tags
Nasional
