Tersangka RI, Komisaris PT DBG Sempat Buron, Tapi Tak Kunjung Ditahan

Kasipenkum Kejati DKI: Kami Belum Berwenang Menahan 


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Tersangka Rubianto Idup (RI), yang namanya sempat masuk dalam daftar DPO (Dartar Pencarian Orang), Polda Metro Jaya dan Red Notice dari Interpol terkait dugaan TPPU kabarnya sudah pulang ke Indonesia.

Menurut sebuah sumber di Jakarta, terkait daftar DPO Polda Metro Jaya atas namanya,  penyidik telah melakukan pemeriksaan tambahan, baru-baru ini. "Namun tidak dilakukan penahanan terhadap tersangka tersebut," kata sumber.

Situs, Suara Karya.id melansir, Jumat (29/11), bebasnya tersangka Komisaris PT Dian Bara Genoyang (DBG) RI mengundang tanya saksi korban Dirut PT Graha Prima Energy (GPE), Herman Tandrin.

Pasalnya, RI yang menjadi tersangka utama dalam kasus penipuan, penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) tersebut belum ditetapkan penyidik sebagai tahanan.

Berdasarkan Laporan Polisi (LP) No 2221 yang bersangkutan (RI) telah ditetapkan sebagai tersangka. Dan karena dia melarikan diri, kepolisian memasukkannya ke dalam DPO. "Sehingga, akibat tidak kunjung menyerahkan diri sempat dibuat red notice atas namanya,” ungkap Herman Tandrin di Jakarta, Jumat (29/11).

Saksi pelapor ini  mengaku kecewa tidak dijebloskannya tersangka RI ke dalam tahanan oleh penyidik Polda Metro Jaya.

Namun diakuinya, RI menyerahkan diri di atase KBRI di Denhaag, Belanda, setelah DPO dan di-red notice-kan. Namun karena  ketidak kooperatifan RI sebelumnya, harusnya tetap dipertimbangkan penyidik untuk memasukkannya ke dalam tahanan.

Akibat perbuatan tersangka RI, dan Iman Setiabudi (sudah jalani hukuman), disebut merugikan Herman Tandrin senilai Rp 22 miliar lebih.

Iman Setiabudi dan tersangka RI, dilaporkan saksi korban dalam satu Laporan Polisi.

Hanya saja berkas Iman dipisahkan (displit) dengan berkas Robianto Idup. Iman yang sama-sama ditetapkan tersangka dengan Robianto telah dijatuhi hukuman satu tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sudah selesai menjalani hukumannya.

Itu artinya, pembuktian atas tindak kejahatan yang diduga dilakukan Robianto Idup sudah lebih mudah ketimbang pembuktian dalam kasus Iman Setiabudi.

“Seharusnya upaya memasukkan RI ke dalam DPO dan menerbitkan red notice sehingga pihak Interpol ikut terlibat dalam pengejaran bersangkutan dipertimbangkan penyidik Polda Metro Jaya. Dengan demikian, tersangka tidak perlu diberi status tahanan kota, penangguhan penahanan, atau apapun namanya. Dengan ketidakkoperatifan itu seharusnya tersangka ditahan saja demi aman dan lancarnya proses hukum kasusnya,” kata seorang pemerhati perkara ini di Jakarta, Jumat, tapi tak mau namanya ditulis.

Dia juga menilai seolah ada disfaritas antara RI dengan Iman dalam penanganan kasus tersebut.

“Sudah kabur tetapi tidak ditahan. Sementara yang koperatif justru ditahan,” ucapnya.

Sedang keterangan yang berhasil dihimpun dari Kasipenkum Kejati DKI, Nirwan Nawawi, SH, MH, menyatakan bahwa saat ini pihaknya tengah meneliti berkas kasus tersangka RI. Jika ternyata berkas tersebut sudah memenuhi unsur untuk disidangkan, maka akan di-P21-kan.

Dikarenakan berkasnya masih dalam tahap penelitian maka tersangka RI belum bisa ditahan. Hal itu baru bisa dilakukan setelah berkas P21 kemudian tahap dua atau diserahkan berkas berikut tersangkanya oleh penyidik Polda Metro Jaya ke Kejati DKI.

"Saat itulah ada kewenangan Kejati memasukkan tersangka ke dalam tahanan. Itu pun setelah mempertimbangkan pendapat dari penuntut umum kasus tersebut," tutur Nirwan.

Artinya,  kewenangan menahan saat ini sepenuhnya ada di Polda Metro Jaya.

Perkara ini terjadi berawal dari kerjasama tersangka RI (Komisaris PT DBG), menjalin kerja sama usaha pertambangan batubara dengan Herman Tandrin Dirut PT GPE pada pertengahan tahun 2011. 

PT GPE yang memiliki peralatan lengkap diperjanjikan  mengerjakan penambangan batubara di wilayah izin pertambangan PT DBG di Desa Salim Batu Kecamatan Tanjung Palas Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.

Terkait kerjasama ini PT GPE melakukan mobilisasi unit, land clearing dan pekerjaan overburden sesuai yang diperjanjikan sampai Agustus 2011. Kemudian dilanjutkan penggalian batubara September 2011.

Namun PT DBG tidak melakukan pembayaran atas kerja PT GPE hingga mengancam menyetop pelaksanaan pekerjaan penambangan. Namun RI meyakinkan Herman Tandrin bahwa dirinya bukanlah tipe orang tak konsisten membayar hutang.  Tersangka kemudian meminta diteruskan pekerjaan selanjutnya karena akan dibayar sekaligus dengan bayaran yang telah dilaksanakan maupun yang dikerjakan selanjutnya.

PT GPE pun melakukan eksplorasi penambangan batubara hingga menghasilkan sebanyak 223.613 MT atau senilai Rp 71.061.686.405 untuk PT DBG.

Namun, pihak PT DBG yang diwakili RI tak kunjung membayar PT GPE yang ditaksir mencapai Rp 22 miliar lebih.

Berbagai upaya dilakukan Herman Tandrin tak dihiraukan tersangka RI hingga akhirnya  dilaporkan ke Polda Metro Jaya.

Tersangka RI dan Iman Setiabudi  dilaporkan dalam kasus penipuan, penggelapan dan TPPU.

Namun hanya Ir Iman Setiabudi, yang menjabat Dirut PT DBG, yang bisa diproses hukum. Sedang tersangka RI hanya sampai tahap dua oleh Polda Metro Jaya. Sebab RI, memilih meninggalkan begitu saja proses penyidikan yang dilakukan Polda Metro Jaya.

Sejauh ini belum bisa diperoleh tanggapan tersangka RI atau dimintai konfirmasi menyangkut kasus yang menjeratnya, termasuk perihal dimasukkannya ke DPO dan diterbitkan red notice.

Dia juga belum bisa ditanya tentang  statusnya, apakah sebagai tahanan kota atau penahanannya ditangguhkan.(dm)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama