Petani Tegal Gede Garut Panen Raya Jagung di Tengah Pandemi Covid-19


GARUT (wartamerdeka.info) - Petani di Desa Tegal Gede Kecamatan Pakenjeng Kabupaten Garut Jawa Barat, mulai panen raya jagung. Namun para petani masih terkendala prasarana pertanian, termasuk pemasaran hasil pertanian yang selama ini masih bergantung pada Bandar liar. 

Panen raya jagung di atas lahan berbukit seluas 650 hektar di tengah pandemic Covid-19  tersebut disaksikan segenap pengurus Rumah Aspirasi Tani (RAT) baik dari pusat maupun Cabang Kabupaten Garut, didamping Kepala Desa Tegal Gede,  Kartika.

Menurut Kartika, Kepala Desa (Kades) Tegal Gede, kepada media ini, Senin (20/07/2020) warga petani mulai memanen jagung sejak hari Sabtu (18/07/2020). Panen raya jagung tersebut atau petik jagung akan berlangsung beberapa hari. Hal ini dikarenakan para petani masih terkendala dalam pemasaran hasil tani khususnya jagung.

Jagung yang dipanen, kata Kartika, dari luas lahan 650 hektar itu diperkirakan bisa menghasilkan jagung 4550  ton lebih jagung kering. Jagung varitas bisi 18 atau pioner tersebut untuk konsumsi pakan. Sedang harga jagung kering di pasaran mandor liar berkisar Rp 3000/ Kg.

Petani Jagung Desa Tegal Gede hingga saat ini masih terkendala dalam pemasaran. Sebab, yang menyerap kasil pertanian saat ini hanya bandar-bandar liar yang datang langsung ke lokasi ladang jagung.

“Harga jagung disini tidak stabil, sering mengalami fluktuasi harga. Ya, pokoknya tidak stabil sehingga menyulitkan para petani,” ujar Kades Kartika kepada wartamerdeka.info, Senin (20/07/2020) petang.

Keluhan lain para petani, lanjut Kartyika, yakni pengadaan bibit dan mesin pengering silo serta mesin pipil. Sebab, tanpa dua jenis mesin ini akan berpengaruh pada hasil pertanian.

“Karena tidak melalui proses pengeringan yang sempurna maka seringkali kwakitas  jagung kurang bagus, " ujar Kartika.

Sementara itu Ketua Rumah Aspirasi Tani (RAT) Propinsi Jawa Barat, Suryana mengungkapkan bahwa nasib petani di Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Garut, sangat memprihatinkan. Bantuan pemerintah baik itu benih maupun alat pertanian dinilai masih sangat minim. Dan yang menyedihkan hasil panen jagung tersebut tidak bayar cash atau kontan, melainkan dibayarkan belakangan setelah jagung laku mereka jual.

Dengan modal tanam seadanya itulah, lanjut Suryana, hasil pertanian tidak maksimal dan kwalitasnya pun kurang bagus. Biasanya panen pertama lebh bagus dibanding panen berikutnya. Sedang masa tanam hingga panen rata-rata 4 bulan sehingga satu tahun hanya bisa panen dua kali. 

Menurut Suryana, yang dibutuhkan petani jagung di Desa Tegal Gede dan desa-desa lainnya, yakni mesin Silo atau mesin pengering dan mesin pipil. Dua alat pertanian ini yang sangat fital dibutuhkan petani. Karena  apabila petani menjual  jagung pongkol per kilo hanya Rp 900,-. Sedang jagung kering dengan kadar air 14 sampai 16% bisa mencapai harga Rp 3.000 per kilo lebih.

“Bagaimana ini pemerintah mosok sudah tahu kebutuhan benih untuk satu hektar itu 15 Kg tapi petani hanya terima setengah kilo per hektar.  Saya tidak mengada-ada kalu tidak percaya Tanya langsung sama bu kades Kartika. Sementara kebutuhan mesin pipil 10 unit baru dapat bantuan pinjam pakai 3 unit, “ tandas Suryana. (A)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama