Webinar Nasional FH UKI, Perbincangkan ‘Bagaimana Menata Pilkada di Masa Pandemi Covid-19’

Para Nara Sumber, Para Pejabat Struktural UKI, Panitia dan peserta Webinar Bagaimana Menata Pilkada di Masa Pandemi Covid-19 (15/10/2020)


JAKARTA (wartamerdeka.info) -
Webinar Nasional Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (FH UKI), mengangkat tema “Bagaimana Menata Pilkada di Masa Pandemi Covid-19”, digelar pada Kamis, 15 Oktober 2020, pukul 14.00-17.00 WIB, dengan aplikasi Join Zoom Meeting dan YouTube Live Streaming. 

Acara ini bekerjasama dengan Program Studi (Prodi) Doktor Hukum UKI dan Komite Pemilih Indonesia (TePI), dikendalikan host dari kampus pusat  UKI, Cawang, Jakarta Timur. Webinar diikuti 300 lebih partisipan terdiri dari: para Dosen, para mahasiswa, politisi, anggota KPUD Indonesia Timur, praktisi hukum, para para tim sukses, serta masyarakat umum  dari berbagai daerah (Jabodetabek, Bitung (Sulawesi Utara), Surabaya, Malang, Salatiga, dan lain-lain).

Webinar kali ini menghadirkan 4 (empat) nara sumber top yaitu: Dr. Juri Ardiantoro, S.Pd, M.Si, Deputy-4 Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, Mantan Ketua KPU R.I, Mantan Ketua KPUD DKI Jakarta; Dr. Teras Narang, SH, Senator DPD RI dapil Kalteng; Prof. Dr. John Pieris, S.H., MS, Guru Besar Hukum Tata Negara FH UKI, Ketua Program Studi Doktor Hukum UKI, Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR R.I 2020-2024; dan Jeirry Sumampouw, STh, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI).

Sambutan diberikan Rektor UKI, Dr. Dhaniswara K. Harjono, SH, MH., MBA, dan ada sharing dari Ir. Maurits Mantiri, MM (Calon Walikota Bitung, Sulawesi Utara). Acara dipandu host, Sola Grathia EM Bakhu (mahasiswa S-2 MIH UKI), dan moderator Diana Napitupulu, SH, MH, MKn, M.Sc, yang juga Dosen dan Kepala Departemen Dasar-dasar Ilmu Hukum FH UKI.

Dalam sambutannya usai peserta menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, Rektor UKI, Dr. Dhaniswara K. Harjono, SH, MH., MBA menyampaikan, banyak warga masyarakat sebenarnya yang khawatir tentang bagaimana pelaksanaan Pilkada yang akan berlangsung dalam waktu dekat ini.

“Namun karena Pemerintah sudah menetapkan akan dilangsungkan pada 9 Desember nanti, maka kita harapkan, Pilkada Serentak dapat dilangsungkan dengan tetap mengikuti protokol kesehatan dengan tertib. Tentu kita akan mendengar paparan bagaimana penataan Pilkada di masa pandemi Covid ini, dari para nara sumber yang sudah menyiapkan bahannya,” ujar Dhaniswara, seraya membuka webinar secara resmi.

Memasuki sesi paparan, moderator Diana Napitupulu, SH., MH, MKn, M.Sc, (akrab disapa Dina) memberikan sekilas pengantar bahwa ada 270 daerah yang akan mengikuti Pilkada Serentak, yang akan berlangsung pada tanggal 9 Desember 2020 mendatang. Dina juga menyinggung UU No. 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, serta beberapa aturan Pemerintah di masa pandemi Covid-19 ini. 

Nara sumber pertama, Dr. Juri Ardiantoro, S.Pd, M.Si, Deputi 4 Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, yang juga Mantan Ketua KPU R.I, dan mantan Ketua KPUD DKI Jakarta mengatakan, pada prinsipnya Pemerintah bersama DPR RI sudah sepakat menetapkan bahwa Pilkada Serentak 9 Desember 2020 akan dilangsungkan.

“Namun, bagaimana design Pilkada di masa pandemi Covid-19 ini dapat dilaksanakan dengan design baru New Normal, serta penataan yang sesuai dengan berbagai peraturan yang sudah ada. Itu yang menjadi sangat penting,” ujar Juri membuka pembicaraannya.

Merespon berbagai tuntutan atau berbagai aspirasi untuk menunda Pilkada di 2020, disebabkan kekhawatiran soal pandemi Covid-19, menurut Juri Ardiantoro, tidak ada juga yang bisa menjamin bahwa di 2021, Covid-19 tidak ada.

“Seandainya Pilkada diundur ke tahun 2021, saya mengatakan bahwa di 2021 pun tidak ada pihak yang bisa menjamin, bahwa Pilkada akan bebas dari pandemi Covid 19. Di akhir 2020 maupun di pertengahan 2021, situasinya masih akan relatif sama,” bebernya. 

Sebab itu, protokol kesehatan harus benar-benar secara ketat dilaksanakan pada setiap tahapan keterkaitan paslon, dari hulu hingga hilir. 

“Jadi protokol kesehatan itu harus dipastikan ada dalam setiap tahap dari hulu hingga hilir. Mulai dari pendaftaran calon, penetapan calon, kampanye, pemungutan, penghitungan, rekapitulasi sampai penetapan bahkan pada tahap dimana proses sengketa atau penyelesaian sengketa hasil di Mahkamah Konstitusi pun, harus dipikirkan bagaimana cara pengelolaannya,” tandasnya.

Sementara nara sumber kedua, Dr. Teras Narang, S.H, Senator DPD RI dapil Kalteng menjelaskan, sebagai anggota DPD RI dari Komite I yang berkaitan dengan pemerintahan, telah mengkaji dan memutuskan agar menunda Pilkada tahun 2020.

“Kami dari Komite I DPD RI, dalam dialog dengan Mendagri, telah menyampaikan berbagai alasan agar Pilkada Serentak tahun 2020 ditunda, dan diundur ke tahun 2021. Karena kami menilai, tingkat kerawanan semakin meningkatnya penularan virus  Covid-19 itu masih tinggi di berbagai daerah,” ujarnya dalam webinar.

Mantan Gubernur Kalteng dua periode ini juga mengatakan, bahwa keselamatan masyarakat harus diutamakan dari demokrasi yang memang juga perlu dilakukan.

“Selaras dengan doktrin yang diterima secara universal, yaitu Salus Populi Suprema Lex Esto, yaitu prinsip yang menempatkan keselamatan rakyat sebagai hukum tertinggi bagi suatu negara, ini yang harusnya dijunjung tinggi,” tandasnya.    

Sedangkan Prof. Dr. John Pieris, S.H., MS, Guru Besar Hukum Tata Negara FH UKI, yang juga Ketua Program Studi Doktor Hukum UKI, dan Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR R.I 2020-2024 mengatakan, ada beberapa ormas keagamaan seperti: NU, Muhammadiyah, MUI, dan banyak ormas Islam, juga konferensi Wali Gereja Katolik dan persatuan umat Budha Indonesia, menghimbau agar Pemerintah menunda Pilkada tahun 2020.

“Kesimpulannya, bagi yang setuju ya oke saja. Bagi yang  tidak setuju, ya nggak apa-apa. Kita berbeda pendapat dan saling punya alasan utama penundaan Pilkada 2020. Karena bangsa dan negara ini masih menghadapi persoalan kesehatan akibat pandemi Covid-19. Ini menunjukkan tingkat kekhawatiran akibat wabah yang menyebar ke banyak negara, termasuk Indonesia sudah  cukup tinggi, sebagai alasan utama penundaan Pilkada 2020,” ungkapnya.

Dikatakan John Pieris, bahwa kita sebagai bangsa dan negara masih menaruh empati dan simpati yang dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, kepada para korban Covid, dokter dan paramedis yang terkena dampak. Kita juga tahu bahwa ada upaya Pemerintah mengkonsentrasikan kebijakannya, untuk mengatasi krisis kesehatan dan sosial lebih dahulu. 

Sebab itu, mantan anggota DPD RI dua periode dari dapil Maluku ini berpendapat, agar Pilkada Serentak 2020 lebih baik ditunda, dan diundur ke tahun 2021.

“Banyaknya faktor yang mengkhawatirkan bagi warga masyarakat, sehingga perlunya Pemerintah meninjau kembali, agar Pilkada Serentak ditunda, dan diundur ke tahun 2021,” tandasnya. 

Adapun Jeirry Sumampow, STh, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) mengatakan, jika memang peraturan pencegahan Covid-19 yang harus diutamakan, maka seharusnya Pilkada ditunda.

“Menurut pandangan kami, jika memang peraturan pencegahan Covid-19 dengan PERPPU yang sudah ada tentang pencegahan dan protokol kesehatan yang diutamakan, maka seharusnya Pilkada ditunda. Ini yang perlu diperjelas oleh Pemerintah,” ujarnya.

Persoalannya, mengapa pasar-pasar yang selalu ramai dan tidak menjalankan protokol kesehatan tidak dilarang selama ini, serta masih terus ramai kerumunan dari sejak bulan Maret ditentukan ada Covid?.

“Ini maksud kami yang perlu dipertegas. Jika melihat kondisi pasar-pasar yang menjadi tempat kerumunan orang-orang, itu tidak dilarang. Maka, apa bedanya dengan kerumunan yang biasanya terjadi di Pilkada? Bahkan sangat mungkin di Pilkada, aturan pencegahan Covid lebih tegas, dan lebih minim risiko dibanding pasar. Artinya, kalau pasar-pasar tidak dilarang, maka, kenapa Pilkada harus ditunda?,” imbuhnya. 

Sementara Ir. Maurits Mantiri, MM Calon Walikota Bitung, Sulawesi Utara dalam sharing-nya berbagi cerita, betapa sulitnya tantangan para paslon melakukan sosialisasi program di masa pandemi Covid-19 ini.

“Di saat pandemi Covid-19 ini, sosialisasi program yang kami lakukan menjadi sangat berbeda dengan sebelumnya. Kalau dulu kita bisa cuap-cuap di lapangan terbuka dihadapan 1.000-an orang, maka sekarang hanya bisa sekitar 30-50 orang. Persis hitungan satu kelas belajar. Dan kami harus siap secara detail atas gagasan-gagasan yang kami tawarkan. Pertanyaan-pertanyaan tentu menjadi lebih detail dan kritis. Kami berkeliling ke pos-pos pertemuan tertentu, dengan jumlah kerumunan terbatas. Karena kami juga dipantau KPU dan Bawaslu secara ketat,” ujar petahana Wakil Walikota Bitung itu menceritakan. 

Sebelum sesi tanya-jawab, moderator Dina memberikan kesempatan berbicara kepada Ketua Dewan Pembina Yayasan UKI, Edwin Soeryadjaya. Alumni University of Southern California itu berharap, pandemi Covid-19 segera berakhir, agar masyarakat dapat kembali normal melakukan aktivitasnya.

Moderator Dina memberi kesempatan dua orang penanya langsung, karena banyak pertanyaan yang sudah antri di room chat, dimana pertanyaan-pertanyaan itu juga dibacakan sebagian karena keterbatasan waktu. Tiga jam lebih tak terasa. (DANS)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama