![]() |
Advokat Hartono Tanuwidjaja |
JAKARTA (wartamerdeka.info) - Jaksa Agung RI, Prof. Dr. ST. Burhanuddin, SH, MH, menegaskan kepada seluruh aparat penegak hukum khususnya jaksa, bahwa sumber dari hukum adalah moral. Kemudian di dalam moral ada hati nurani tidak selaras dengan tindakan anak buahnya.
Pernyataan tersebut dikemukakan Jaksa Agung, setelah dikukuhkan sebagai Guru Besar Tidak Tetap pada Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Jawa Tengah, Jumat (10/9/2021)."Ingat! Sumber dari hukum adalah moral, dan di dalam moral ada hati nurani. Saya sebagai Jaksa Agung tidak membutuhkan jaksa yang pintar tetapi tidak bermoral, dan saya juga tidak butuh jaksa yang cerdas tetapi tidak berintegritas. Yang saya butuhkan adalah para jaksa yang pintar dan berintegritas," kata Jaksa Agung.
Membaca pernyataan Jaksa Agung, advokat senior Hartono Tanuwidjaja SH, MSi, MH, CBL mencibirkan bibir.
Hartono mengatakan kepada wartawan bahwa apa yang diucapkan oleh Jaksa Agung Burhanuddin berbeda dengan yang dipraktikkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung.
Apalagi sepeti ditegaskan oleh Jaksa Agung, "Ingat, rasa keadilan tidak terdapat di text book tetapi ada dalam hati nurani" katanya.
Pengacara ini memberi contoh, pada Jumat lalu (10/9/2021), bahwa ungkapan Jaksa Agung kontradiksi dengan perlakuan JAM Pidsus terhadap kliennya
Sebab JAM Pidsus telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap kliennya Pravithar Prem Harjani (Pemohon Keberatan pada 17 Desember 2020) telah mengajukan upaya hukum berupa Permohonan Keberatan ke Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap putusan tindak pidana korupsi Nok: 29/Pid/Sus/TPK2020/PN.Jkt.st tanggal 26 Oktober 2020 yang terdaftar dengan No: Register: 13 /Pid.SUS./Keb/TPK/2020/PN.Jkt.Pst atas nama terdakwa Benny Tjokro Saputro versus Kejaksaan Agung sebagai Termohon Kasasi.
Masih menurut Hartono, Kejaksaan Agung telah Mensita / Mengambil / Merampas / Memindahkan barang barang berupa Saham milik kepunyaan Pihak Ketiga tanpa membuat atau memberikan tanda terima sesuai dengan Pasal 42 KUHAP dan tanpa membuat dan memberikan Berita Acara sesuai dengan Pasal 75 KUHAP.
"Apakah Tindakan/perbuatan di atas bersumber pada Moral Hukum," tanya Hartono kepada wartawan di Jakarta, Jumat kemarin.
Diungkapkan Hartono, pihak JAM Pidsus telah melakukan Pemblokiran, Penyitaan dan Perampasan harta benda milik pihak ketiga yang tidak ada kaitan hukum dan mempunyai kaitan apapun dengan terjadinya perbuatan Tipikor yang terjadi pada kurun waktu tahun 2008-2018.
Dan secara khusus telah memblokir SID (Single Investor) atas nama Pavithar Prem Harjani dengan kode SDD Nomor: 2007211804595.
Secara khusus pula telah menyita harta benda pihak ketiga milik Pemohon/Pemohon Kasasi yang berupa sejumlah saham direksning Sub Efek atas nama Paviter Prem Harjani berdasarkan penetapan sita No: 99/Pen.Pid.Sus/TPK/VV/2020/Pn.Jkat.Pst. dan
telah dengan sengaja merampas harta benda pihak ketiga/kepunyaan Pemohon Kasasi yang berupa saham saham direkening Sub Efek atas nama Pavithar Prem Hajani yang berada pada perusahaan Sekuritas PT. HN Korindo Sekuritas Indonesia dan terdaftar resmi di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai mana termuat dalam putusan Tipikor No: 29/Pid/SUS/TPK/2020/PN.Jkt.PSt. tanggal 26 Oktober 2020 atas nama Benny Tjokro Saputro.
Ditambahkan oleh Harono, fakta keliru tersebut di atas sudah amat jelas dan nyata merupakan tindakan/perbuatan melanggar hukum yang dilakukan Termohon Kasasi/Kejaksaan Agung. Karena pada proses penyidikan kasus dugaan Tipikor penyimpangan dalam pengelolaan keuangan dan Investasi pada PT Asuransi Jiwasraya yang disidik Kejaksaan Agung, pernah pemohon Kasasi dipanggil dan diperiksa sebagai saksi serta dimintai keterangan sekaligus dimuat kedalam Berita Acara Pemeriksan (BAP).
Aneh bin ajaib, pada saat kasus Tipikor ini bergulir ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ternyata Pemohon Kasasi tidak pernah dipanggil untuk memberikan keterangan di muka persidangan sebagai saksi oleh pihak Kejaksaan Agung. Tetapi keberadaan harta benda pihak ketiga milik Pemohon Kasasi berupa saham saham di rekening Sub Efek pada PT NH Korindo Sekuritas Indonesia sesuai dengan proses tahapannya telah dilakukan pemblokiran dan Penyitaan yang selanjutnya dirampas oleh Kejaksaan Agung/kini Termohon Kasasi sehingga praktis Pemohon Kasasi tidak dapat melakukan:
a. Memberikan klarifikasi secara langsung dengan terdakwa Benny Tjokro Saputro dihadapan persidangan Tipikor, sebab persoalan hukum yang terkait dengan keberadaan Saham Saham milik Pemohon Kasasi yang berada pada PT NH Korindo Sekuritas Indonesia tersebut adalah sehubungan dengan dalil sesat dari Kejaksaan Agung tang telah keliru menuduh keberadan SID dan rekening Sub Efek atas nama Pemohon Kasasi diduga ada hubungan kaitan sebagai Nomimee atau terafiliasi Group Investor dengan kegiatan transaksi Saham dengan terpidana Benny Tjokro Saputro di pasar modal/bursa efek Indonesia.
b. Membela diri atau menjelaskan secara langsung dimuka persidangan Tipikor dan dihadapan yang mulia majelis hakim perkara aquo.
Sedangkan Termohon kasasi tidak mampu membuktikan Pemohon Kasasi dengan para terdakwa Tipikor PT Asuransi Jiwasraya tidak ada membuat perjanjian kerja sama. Dan kini Termohon Kasasi tidak mampu membuktikan bahwa ada aliran dana para terdakwa Tipikor menimbang dalam pengendalian keuangan dan investasi ada OT Asuransi Jiwasraya yang masuk kedalam rekening Pemohon Kasasi.
Dan tidak ada satupun perusahaan Sekuritas yang mampu dibuktikan oleh Termohon Kasasi dan menyatakan kini Pemohon Kasasi dalam Nominee dari para terdakwaTipikor PT Asuransi Jiwasraya.
Perusahaan Sekuritas seperti PT NH Karindo Sekuritas Indonesia melalui kesaksian para direkturnya secara tegas menyatakan, bahwa keberadaan Saham saham yang ditransaksikan oleh Pemohon Kasasi di perusahaan kami tidak ada satupun yang menjadi pemilik dan atau terafiliasi dengan Benny Tjokro Saputro atau lainnya.
"Jadi tindakan JAM Pidsus tersebut di atas itu sangat bertentang dengan ucapan Jaksa Agung, tidak berdasarkan moral dan hati nurani", pungkas Hartono tegas. (dm)