Haus Ilmu Indonesia dan Sekolah Sampah Nusantara Menggelar Webinar Nasional Bertajuk ‘Siswa Sadar Sampah se-DKI Jakarta’

Para Narasumber dan peserta Webinar Nasional Siswa Sadar Sampah

JAKARTA (wartamerdeka.info) - Haus Ilmu Indonesia (hausilmu.id) bekerjasama dengan Sekolah Sampah Nusantara menyelenggarakan Webinar Nasional bertajuk “Siswa Sadar Sampah se-DKI Jakarta”, dengan aplikasi zoom meeting, pada hari Sabtu (13/11/2021) dari pagi hingga siang.

Untuk penyelenggaraan ini, Haus Ilmu Indonesia menggandeng Guru Diatas Garis (GUDIG) dan PT. Mountrash Avatar Indonesia (Mountrash) serta didukung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK). Webinar diikuti 722 siswa lebih dalam zoom meeting, dari 1000-an lebih mendaftar sebelumnya.

Webinar menghadirkan para narasumber yaitu:

1. Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI) diwakili Dirjen Pengelolaan Sampah, Dr. Rosa Vivien Ratnawati 

2. Ali Maulana Hakim (Walikota Jakarta Utara) diwakili oleh Lingkungan Hidup Jakut Ahmad Hariadi.

3. Dr. Yossa Istiadi, M.Si (CEO Haus Ilmu Indonesia)

4. Gideon Wijaya Ketaren, M.H (CEO and Founder PT. Mountrash Avatar Indonesia) diwakili Roni Sinaga

5. Sabam Sopian Silaban (CEO Guru Di atas Garis)

Acara dipandu MC sekaligs Moderator top bersuara berat menggelegar, Sabam Sopian Silaban (CEO Guru Diatas Garis), dan doa dibawakan oleh Ustad Jupri. Dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. 

Dr. Yossa, M.Si, dalam sambutannya selaku CEO Haus Ilmu Indonesia mengatakan, kegiatan hari ini penting bagi para siswa-siswi yang sebentar lagi akan melaksanakan tatap muka.

Yossa menyebut, siklus hujan besar yang terjadi 5 (lima) tahun sekali diperkirakan akan terjadi pada Februari 2022. 

"Penyebab salah satunya adalah sampah. Sampah masih menjadi masalah utama di Jakarta, maka dari itu, kita para Kepala Sekolah harus bisa bersama-sama mengantisipasi dan mengatasi sampah sesuai peraturan dari Pemda DKI," paparnya.

Yossa menjelaskan tentang Haus Ilmu Indonesia merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak untuk pengembangan literasi bagi seluruh ilmu pengetahuan.

"Haus Ilmu Indonesia ingin berkontribusi untuk lingkungan sekitar khususnya penanganan sampah dan bagaimana mengantisipasi jumlah sampah agar tidak terus meningkat," jelasnya.

Selanjutnya, Pramu Risanto dari Sekolah Sampah Nusantara membuka acara webinar secara resmi. Pramu menyampaikan bahwa sekolah sebagai lembaga/ institusi yang membantu mengembangkan anak, baik dari segi potensi, perilaku, ilmu akademik, tata krama hingga budi pekerti.

"Kita harus mengajarkan anak-anak agar memiliki karakter peduli dan disiplin dalam dirinya dimulai dari lingkungan keluarga di rumah dan sekolah. Anak-anak diharuskan peduli, sadar dan bertanggungjawab terhadap sampah yang mereka hasilkan sehari-hari," paparnya.

Karakter anak-anak akan terbentuk dan kebiasaannya akan berubah jika setiap jenjang pendidikan terus menerus mengajarkan dan mengajak anak-anak untuk bertanggung terhadap sampah.

Menurutnya, kurikulum perubahan perilaku pendidikan daur ulang tentang sampah akan menjadi kurikulum yang wajib di sekolah-sekolah sampai tingkat perguruan tinggi.

"Sekolah adalah tempat yang tepat untuk menyediakan bank sampah bagi anak-anak. Mereka akan terbiasa dan jika melihat sampah makan akan dimasukkan ke dalam tempat yang telah disediakan. anak-anak akan terbentuk karakter peduli, karena hal sekecil itu harus diajarkan sejak usia dini," tegasnya.

Sementara Menteri Lingkungan Hidup diwakili Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (B3) Kementerian LHK, Rosa Vivien Ratnawati yang mengatakan anak-anak adalah masa depan penerus bangsa, sehingga hal-hal kecil seperti peduli terhadap sampah harus diperhatikan.

Berdasarkan survei, di Indonesia menghasilkan sampah sedotan sebanyak 9,3 juta sedotan per hari dan masing-masing anak diperkirakan dapat menghasilkan sampah sebanyak 1 kg dalam satu hari. Untuk sedotan plastik tidak bisa terurai oleh lingkungan dengan mudah, tapi butuh 100 tahun untuk mengurainya.

"Mulai sekarang, kalau mau minum hindari sedotan plastik," ujarnya.

Masih kata Rosa Vivien Ratnawati, bahwa jumlah sampah di Indonesia pada tahun 2020 sebanyak 68,7 juta ton. 

"Saya mengimbau kepada adek-adek terutama guru-guru, jangan hanya mengatakan "jangan buang sampah sembarang", tapi ajak anak-anak untuk memilah sampah," imbaunya.

Kenapa mesti dipilah, lanjutnya, karena sampah-sampah tersebut bisa dipakai lagi dan dikelola lalu sampah tersebut ditempatkan di bak sampah masing-masing sesuai kriteria sampah. Atau serahkan kepada pemulung agar dipilah sampah-sampah tersebut.

Rosa melanjutkan, pemulung di Indonesia sebanyak 3,7 juta jiwa. Di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bantar Gebang terdapat 10 ribu orang pemulung.

"Mereka itu pahlawan, walaupun pekerjaannya mengorek-ngorek sampah, mereka itu pemilah sampah yang dicampur-campur," ungkapnya.

Sampah-sampah yang sudah dipilah bisa dijual ke perusahaan daur ulang, diolah, hasilnya dijual lagi, ini disebut sirkular ekonomi.

"Jadi ekonomi berputar, sirkular ekonomi itu sampahnya tidak dibuang ke TPA, tapi sampahnya akan dikelola dan dipakai lagi," urainya.

Rosa menekankan, mulai sekarang pilah sampah dari rumah, supaya sampahnya berharga. Selain itu, pengelolaan sampah diatur dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2008.

"Sekarang sudah tidak jaman lagi sampah dikumpulkan, diangkut, dibuang. Tapi sekarang sampah punya nilai ekonomi dan menghasilkan uang," jelasnya.

Maka dari itu, Indonesia punya target pada tahun 2025 Indonesia harus melakukan pengurangan sampah sebesar 30% dan penanganan sampah sebesar 70%.

"30% pengurangan adalah sampah yang biasa kita hasilkan harus berkurang. Contohnya, biasanya berbelanja menggunakan tas kresek, mulai saat ini bawa tas belanja sendiri dari rumah, maka tidak menghasilkan sampah," tegasnya.

Sedang untuk penanganan adalah tugasnya Pemda untuk mengumpulkan, memilah dan mengolahnya.

"Saya harap di tahun 2025 Indonesia bersih sampah. Dengan diselenggarakan webinar ini diharapkan adek-adek dan kita semua akan terbuka kesadaran agar memilah sampah dari rumah," tandasnya.

Sementara Roni Sinaga selaku perwakilan CEO and Founder PT Mountrash Avatar Indonesia, Gideon Wijaya Ketaren, M.H, mengatakan sangat peduli dengan kebersihan lingkungan khususnya pengelolaan sampah.

Ia berharap dengan kepedulian ini serta mengajak siswa-siswi lebih peduli dan melihat sampah bukan sesuatu hal yang harus dihindari karena imagenya yang kotor, bau, dan membawa penyakit. 

"Tapi mari kita merevolusi mental kita serta merubah mindset kita bahwa sampah adalah sesuatu yang berguna," paparnya.

Roni menjelaskan nilai ekonomis apa yang bisa didapatkan dari pengelolaan sampah. PT Mountrash Avatar Indonesia mempunyai satu program atau gerakan yang dapat dilakukan oleh adik-adik mulai dari semua jenjang pendidikan dengan syarat memiliki anggota 50 orang per kelompok.

"Adik-adik bisa mendownload aplikasi Mountrash di play store dan klik fitur MountCare. Nanti PT Mountrash akan menyediakan Dropbox di setiap sekolah. Adek-adek bisa memasukkan sampah yang sudah discan barcodenya terlebih dahulu. Dari sampah yang terkumpul akan menghasilkan akan menghasilkan point dan point tersebut bisa ditukar ke bentuk rupiah lalu akan dimasukkan secara langsung ke akun kita," jelasnya.

Program tersebut dilakukan untuk memotivasi para siswa agar peduli terhadap sampah dan merubah mindset bahwa sampah itu bernilai ekonomis.

Sementara Ahmad Hariadi  KLHK Jakarta Utara yang mewakili Walikota Jakarta Utara menyampaikan Pemda Jakarta Utara mempunyai program Bank Sampah. Kenapa disebut Bank Sampah?

"Karena sistem kerjanya mengambil pola kerja bank. Jadi Bank Sampah akan mencatat pada buku tabungan lalu disimpan, nanti pada saat tertentu bisa diambil oleh nasabah," ujarnya.

Hariadi juga menjelaskan analisa masalah, agar dapat dirasakan para siswa. Karena sampah dari DKI Jakarta tidak lagi semua dibuang ke TPA Bantar Gebang, kota Bekasi. 

Dari analisa sampah, dapat dilakukan kolaborasi dalam pengelolaan atau penanggulangan sampah. Sedangkan siswa sadar sampah, merupakan bagian dari implementasi program Jakarta Sadar Sampah, sebagaimana yang dicanangkan oleh pak Gubernur.

Dikatakan Hariadi, kalau dulu ada istilah ‘Kupang’ yaitu, kumpul, angkut, buang, tapi sekarang menjadi Gerakan ‘Kupilah’.

“Sekarang kita ada istilah Gerakan Kupilah yaitu kurangi, pilah dan olah. Sehingga dapat dijadikan nilai ekonomisnya,” ungkapnya. 

Dari strategi-strategi yang dilakukan di Jakarta Utara, lanjut Hariadi, dapat juga dilakukan dengan aplikasi dan bank sampah, yang nantinya dapat ditukarkan dengan kupon. 

“Selain itu, sampah organik dapat dijadikan nilai ekonomis, yang nantinya dapat ditukarkan ke Bank Sampah, dengan mendapatkan kupon untuk dikompensasi dengan pupuk cair. Silahkan didapatkan penjelasannya melalui Sudin Jakarta Utara,” tandasnya.

Sedangkan narasumber terakhir Sabam Sopian Silaban, Chief Executive Officer (CEO) Guru Diatas Garis (Gudig) mengatakan, siswa diatas garis pada dasarnya adalah merupakan siswa diatas rata-rata. 

“Ciri-cirinya adalah Kerja keras, Tabah, Ulet, Pemaaf, Suka menolong, Semangat, Fokus, Mandiri, Sadar, Punya cita-cita, Rajin, Aktif, Pekerja Keras, suka Gotong-royong, Usahawan dan Tambah Rezeki. Sedangkan siswa dibawah garis itu adalah bercirikan Malas, Suka iri, Pembosan, Marah, Pendendam dan sejenisnya,” ungkapnya.

Dalam hal hidup diatas garis, Sabam Silaban menjelaskan, adalah yang memiliki sikap: Pilihan, Solusi, Mau, Kuat, Tanggungjawab, dan Pro aktif. Selain itu, prinsip ‘Memberi, Membuat Hati dan Otak Bahagia’, dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. (DANS/NENENG)

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama