TASIKMALAYA (wartamerdeka.info) -Pembangunan proyek gedung poliklinik di RSUD dr Soekarjo Kota Tasikmalaya diduga bermasalah dalam hal waktu pengerjaan, dan bukti pekerjaan.
Proyek yang dijaga ketat oleh orang-orang yang bertubuh kekar ini, sebelum refocusing nilainya Rp 32 milyar dan harus rampung sekitar 82 hari, namun kini waktu pengerjaannya malah molor.
Hal ini diungkapkan Arief Rahman Hakim ketua Koalisi Mahasiswa Dan Rakyat Tasikmalaya (KMRT) kepada warta merdeka saat ditemui di kantor sekretariatnya, Minggu (23/01/2022)
Menurutnya, harusnya setelah di-refocusing menjadi sekitar Rp 15 Milyar, waktu pengerjaannyapun otomatis harus berkurang tidak 82 hari.
Pengerjaan proyek ini targetnya selesai akhir November 2021, namun sampai saat ini sudah 100 hari lebih belum juga selesai,
"Terus jika begini denda keterlambatannya apakah dihitung dari sebelum refocusing yaitu Rp 32 milyar atau dari waktu sesudah refocusing yaitu dari nilai Rp 15 milyar ?, " katanya.
Arief Rahman Hakim mengungkapkan juga, kepada pihak pelaksana di bulan November 2021 sudah disampaikan dua kali teguran namun diabaikan, lalu di awal bulan Desember juga satu kali teguran, namun tetap saja tak diindahkan.
Selanjutnya, Arief pun membahas tentang kecerobohan dalam pengerjaannya. Kata Arief yang meninjau langsung di lokasi, ada bagian bangunan beton yang melengkung diduga dan tidak sesuai spek.
"Ini patut diduga jangan jangan ada masalah dalam perubahan kontrak setelah refocusing, " ujarnya.
Ketua KMRT ini juga menghimbau kepada pimpinan RSUD dr Soekardjo sebagai user,. harus hati hati dalam serah terima hasil pekerjaan tersebut, agar tidak terjerat masalah di kemudian hari.
PPK harus bertanggung jawab, harus berani mengambil sikap atas keterlambatan dan kecerobohan pengerjaan gedung rakyat ini
"Kami meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau kejaksaan Agung mengusut ada tidaknya penyimpangan yang berpotensi merugikan keuangan Negara dalam proyek ini, " tambahnya.
Ke depannya, kata Arif, pemerintah juga harus tegas terhadap pengusaha atau pihak yang mengerjakannya, yaitu agar diberi sanksi bahkan dibacklist agar tidak main main dan lalai lagi terhadap pekerjaan pemerintah
"Karena berbicara proyek pemerintah itu anggarannya dari rakyat bukan dari lemangku kebijakan, " tutup Arief. (HA)