JAKARTA (wartamerdeka.info) - Markas Besar (Mabes) Polri menyatakan aksi unjuk rasa di sejumlah daerah di Indonesia, Senin, dapat dikendalikan dengan pengamanan dan pengawalan dari seluruh kepolisian daerah (polda).
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo di Mabes Polri,
Jakarta, Senin malam, mengatakan sejumlah polda telah mengirimkan
laporan terkait pengendalian aksi unjuk rasa di daerah.
"Laporan yang kami dapat dari beberapa polda, data masih direkap; tapi secara umum untuk pengendalian, unjuk rasa pada hari ini dapat dikendalikan dengan baik," kata Dedi.
Hingga Senin malam, lanjutnya, belum seluruh polda melaporkan hasil pengamanan dan pengawalan terhadap aksi unjuk rasa di daerah, karena masih ada aksi yang berjalan seperti di DKI Jakarta.
"Hanya di Jakarta saja yang masih terjadi pengawalan peserta demo sampai dengan betul-betul dipastikan bubar, atau dipastikan clear di jalan, agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang tidak diinginkan," tambahnya.
Dia menyebutkan di sejumlah titik sempat terjadi insiden yang menimbulkan korban luka, baik dari kelompok masyarakat maupun anggota Polri. Namun insiden tersebut bisa dengan cepat dikendalikan oleh aparat keamanan dengan baik.
"Dari beberapa kejadian, ada beberapa korban anggota Polri. Sudah disebutkan di Polda Metro Jaya ada enam orang, di Sulsel ada jatuh korban, dari masyarakat pun juga ada, tapi jumlahnya masih kami hitung, tapi jumlahnya cuma sedikit," ungkapnya.
Dalam pengamanan aksi unjuk rasa 11 April, lanjutnya, Polri mengutamakan pendekatan halus atau soft approach dengan menggunakan cara lebih humanis terhadap kelompok aksi. Polisi mengutamakan dialog dengan massa aksi dan meminimalkan supaya tidak terjadi bentrokan fisik yang mengakibatkan jatuhnya korban dan kerusakan properti.
"Polri memberikan apresiasi, ucapan terima kasih kepada adik-adik mahasiswa yang sudah menyampaikan aspirasinya dengan cara-cara yang lebih santun. Kami mengingatkan ini bulan suci Ramadhan, kita harus menghormati hak-hak orang lain yang sedang menjalankan ibadah," katanya.
Dalam unjuk rasa di sejumlah daerah, seperti di Polda Metro Jaya, lanjutnya, terindikasi keterlibatan Kelompok Anarko yang menyusup.
"Ini terlihat dari identitas bajunya, kemudian kekhasannya dia. Ini masih didalami oleh rekan-rekan Polda Metro Jaya dan juga di beberapa wilayah," katanya.
Dedi berharap dalam penyampaian aspirasi atau unjuk rasa ke depan dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, karena merupakan hak-hak konstitusional setiap warga negara.
"Polri punya kewajiban untuk memberikan pelayanan, perlindungan, pengamanan, dan mengawal kegiatan tersebut. Tentunya harus ada kerja sama, harus ada komunikasi, jangan sampai terulang kembali kejadian-kejadian yang telah lalu," tegasnya.
Terkait meninggalnya anggota Polda Sulawesi Tengah Ipda Imam Agus Husain saat pengamanan aksi unjuk rasa, Dedi mengatakan Ipda Imam meninggal bukan karena terlibat bentrok saat demonstrasi.
"Meninggalnya karena ada insiden kecelakaan yang mengakibatkan anggota mengalami benturan fisik kena mobil," ujarnya.
"Laporan yang kami dapat dari beberapa polda, data masih direkap; tapi secara umum untuk pengendalian, unjuk rasa pada hari ini dapat dikendalikan dengan baik," kata Dedi.
Hingga Senin malam, lanjutnya, belum seluruh polda melaporkan hasil pengamanan dan pengawalan terhadap aksi unjuk rasa di daerah, karena masih ada aksi yang berjalan seperti di DKI Jakarta.
"Hanya di Jakarta saja yang masih terjadi pengawalan peserta demo sampai dengan betul-betul dipastikan bubar, atau dipastikan clear di jalan, agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang tidak diinginkan," tambahnya.
Dia menyebutkan di sejumlah titik sempat terjadi insiden yang menimbulkan korban luka, baik dari kelompok masyarakat maupun anggota Polri. Namun insiden tersebut bisa dengan cepat dikendalikan oleh aparat keamanan dengan baik.
"Dari beberapa kejadian, ada beberapa korban anggota Polri. Sudah disebutkan di Polda Metro Jaya ada enam orang, di Sulsel ada jatuh korban, dari masyarakat pun juga ada, tapi jumlahnya masih kami hitung, tapi jumlahnya cuma sedikit," ungkapnya.
Dalam pengamanan aksi unjuk rasa 11 April, lanjutnya, Polri mengutamakan pendekatan halus atau soft approach dengan menggunakan cara lebih humanis terhadap kelompok aksi. Polisi mengutamakan dialog dengan massa aksi dan meminimalkan supaya tidak terjadi bentrokan fisik yang mengakibatkan jatuhnya korban dan kerusakan properti.
"Polri memberikan apresiasi, ucapan terima kasih kepada adik-adik mahasiswa yang sudah menyampaikan aspirasinya dengan cara-cara yang lebih santun. Kami mengingatkan ini bulan suci Ramadhan, kita harus menghormati hak-hak orang lain yang sedang menjalankan ibadah," katanya.
Dalam unjuk rasa di sejumlah daerah, seperti di Polda Metro Jaya, lanjutnya, terindikasi keterlibatan Kelompok Anarko yang menyusup.
"Ini terlihat dari identitas bajunya, kemudian kekhasannya dia. Ini masih didalami oleh rekan-rekan Polda Metro Jaya dan juga di beberapa wilayah," katanya.
Dedi berharap dalam penyampaian aspirasi atau unjuk rasa ke depan dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, karena merupakan hak-hak konstitusional setiap warga negara.
"Polri punya kewajiban untuk memberikan pelayanan, perlindungan, pengamanan, dan mengawal kegiatan tersebut. Tentunya harus ada kerja sama, harus ada komunikasi, jangan sampai terulang kembali kejadian-kejadian yang telah lalu," tegasnya.
Terkait meninggalnya anggota Polda Sulawesi Tengah Ipda Imam Agus Husain saat pengamanan aksi unjuk rasa, Dedi mengatakan Ipda Imam meninggal bukan karena terlibat bentrok saat demonstrasi.
"Meninggalnya karena ada insiden kecelakaan yang mengakibatkan anggota mengalami benturan fisik kena mobil," ujarnya.
Tags
Nasional