![]() |
Oleh: Danny PH Siagian, SE., MM (Pemerhati Sosial Masyarakat dan Politik) |
ADA yang aneh dalam pernyataan Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) R.I dalam seri terakhir peristiwa pembunuhan Brigadir Nofransyah Joshua Hutabarat alias Brigadir J, setelah penetapan para tersangka.
Dalam
pernyataannya, 2 September 2022 lalu di berbagai media, Komnas HAM dikatakan mengungkap
temuan baru dalam kasus Brigadir J, dimana Brigadir J diduga melakukan
pelecehan seksual terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, di Magelang pada
7 Juli 2022. Hal ini dikatakan berdasarkan hasil penyelidikan pihaknya, yang
dipaparkan Komisioner Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Choirul
Anam.
Yang
jadi pertanyaan, kenapa Komnas HAM bukan bicara soal HAM? Kenapa bicara soal
dugaan pelecehan seksual atau adegan syur? Bukankah ini soal penyelidikan adalah
ranahnya Kepolisian?
Lagi
pula, Polri sendiri beberapa waktu yang lalu, sudah menghentikan pemeriksaan
soal pelecehan terhadap Putri Chandrawati, karena tidak cukup bukti terjadinya
tindak pidana, kenapa sekarang Komnas HAM masih mengangkat soal itu? Satu lagi
yang menjadi catatan, kenapa juga Komnas HAM jadi ikut-ikutan mengatakan
peristiwa pelecehan seksual jadi berpindah dari Jakarta ke Magelang?
Pertanyaan
yang lebih substantif lagi, siapa sebenarnya yang menjadi korban dalam kasus
ini? Bukankah orang yang dibantai secara terencana yang menjadi korban?
Bukankah ini yang mestinya dibela? Kenapa kiblat Komnas HAM jadi ke Putri
Chandrawati yang justru menjadi tersangka pembunuhan?
Hak
azasi siapa yang sekarang dilanggar? Hak azasi Brigadir J yang sudah masuk
liang lahat karena dibantai dengan tembakan timah panas, atau Putri Chandrawati
yang diduga berkomplot dengan para tersangka pembunuhan? Komnas HAM bunyinya
fals.
Ada
apa dibalik ini semua? Apakah benar Komnas HAM seperti yang diduga banyak pihak,
menerima uang dari kelompok Ferdy Sambo, hingga bunyinya jadi memihak kepada
tersangka Putri Chandrawati?
Kenapa
justru tidak berpihak kepada korban pembunuhan? Kenapa sebelumnya Komnas HAM
sudah menemui pihak keluarga Brigadir J di Jambi, tapi tidak ada sedikitpun
rekomendasi terhadap keprihatinan terhadap keluarga tersebut?
Kenapa
tidak terlihat sedikitpun rasa empati terhadap keluarga korban Brigadir J yang sangat
terluka dan tercabik-cabik hatinya menghadapi situasi yang tidak adil ini?
Bukankah soal Hak Azasi Manusia juga menyangkut pembelaan terhadap orang yang terbunuh
oleh tindak kejahatan dari para penguasa? Kenapa Komnas HAM tidak melakukan itu
semua?
Apa
sih yang menjadi tugas Komnas HAM? Diketahui, adapun tujuan sebagaimana yang
tercantum pada Pasal 75 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, disebutkan bahwa, Tujuan dari Komnas HAM adalah: (1) Mengembangkan
kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan
Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia; dan (2) Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna
berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi
dalam berbagai bidang kehidupan.
Sedangkan
Visi-nya dikatakan; “Terwujudnya Komnas HAM yang Kredibel untuk Kemanusian yang
Adil dan Beradab”. Dalam uraian Visi dikatakan; Dalam rangka mencapai
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab sebagaimana tercantum di dalam sila ke-2
Pancasila diperlukan kelembagaan yang terpercaya. Lembaga Komnas HAM yang
terpercaya akan menjadi acuan bagi pemenuhan HAM. Maka pengertian kata
”kredibel” mensyaratkan lembaga yang kuat dan akuntabel serta dijalankan oleh
sumber daya manusia yang kompeten. Implikasinya adalah setiap
pandangan/pendapat Komnas HAM akan menjadi acuan dan rujukan dalam perbedaan
pandangan terkait HAM, selanjutnya kebijakan pemerintah diharapkan dapat
mengacu pada pandangan Komnas HAM.
Nah,
ini yang justru menjadi aneh. Bagaimana mungkin Pemerintah diharapkan dapat
mengacu pada pandangan Komnas HAM, sedangkan pihak Kepolisian sudah
menggugurkan soal pelecehan seksual, yang justru diangkat kembali oleh Komnas
HAM? Keblinger ini namanya.
Lagi
pula, dalam rangka mencapai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab sebagaimana
tercantum di dalam sila ke-2 Pancasila, siapa sekarang yang diperlakukan tidak
Adil dan Beradab? Bukankah Brigadir J dan pihak keluarganya yang diperlakukan
tidak adil dan harus menanggung derita kemanusiaan?
Oleh
sebab itu, Komnas HAM justru dipertanyakan keadilan dan keseimbangannya dalam
memberikan hasil-hasil temuannya, sehingga harusnya mencerminkan keadilan dalam
konteks kemanusiaan. Bukan justru mempertebal diskriminasi, dan mempertontonkan
keberpihakan terhadap orang-orang yang sudah melakukan tindak kekerasan dan perilaku
biadab terhadap korban.
Jangan
karena keluarga almarhum Brigadir J adalah orang miskin, dan pihak tersangka
pembunuhan adalah orang-orang hebat yang terpandang, akhirnya Komnas HAM menjadi
berubah haluan. Ini sudah tidak selaras dengan kemanusaiaan yang adil dan
beradab. Padahal, dalam Visinya jelas bahwa “Terwujudnya Komnas HAM yang
Kredibel untuk Kemanusian yang Adil dan Beradab”.
Masyarakat
juga jadi bertanya-tanya, apa yang dilontarkan Komnas HAM perihal beberapa hal,
ada yang berbeda dari awal dan akhir-akhir ini. Juga masyarakat memandang, Komnas
HAM tidak sesuai dengan tupoksinya yang mestinya membela pihak korban.
Bahkan
ada yang mengatakan, rekomendasinya mestinya dalam hal pelanggaran HAM berat. Namun
demikian, kendatipun ada rekomendasi yang bukan termasuk pelanggaran HAM berat,
janganlah justru membuat masyarakat jadi bingung, dan malah mencurigai Komnas
HAM, yang melenceng dari pembelaan HAM.
Jika
Komnas HAM sebagai lembaga yang diharapkan kredibel, melenceng dari jalur yang
sudah menjadi tugasnya secara Undang-undang, maka kredibilitasnya justru akan
dipertanyakan. Rekomendasinyapun, justru jadi diragukan.
Sebab
itu, masyarakat menginginkan, Komnas HAM harus kembali ke jalurnya. Jangan justru
membuat langgam yang tidak sesuai tupoksinya, atau memunculkan keanehan-keanehan
yang menjadi kejanggalan. Padahal, awalnya Komnas HAM ikut turun menyelidiki, karena
ditengarai ada kejanggalan-kejanggalan dalam kasus ini.
Perkembangan
terakhir, para tersangka pembunuhan Brigadir J, yang terdiri dari Irjen Pol
Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka Ricky Rizal, Kuwat Ma’ruf dan Putri Chandrawati,
telah melakukan Rekronstruksi di TKP (Tempat Kejadian Perkara), rumah dinas
mantan Kadiv. Propam Mabes Polri, Irjen Pol. Ferdy Sambo, di Kompleks Polri,
Duren Tiga, jakarta Selatan. Ada 78 adegan yang dilakukan, termasuk
direkonstruksi kejadian di rumah sang Kadiv. Propam di Magelang.
Sementara
itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkap total personel yang sudah
diperiksa terkait kasus Ferdy Sambo, makin bertambah menjadi 97 orang, dimana
35 diantara mereka diduga melanggar kode etik dan porofesi. Dari sejumlah 35
orang melanggar kode etik itu diantaranya, Irjen Pol 1 orang, Brigjen Pol 3
orang, Kombes Pol 6 orang, AKBP 7 orang, Kompol 4 orang, AKP 5 orang, Iptu 2
orang, Ipda 1 orang, Bripka 1 orang, Brigadir 1 orang, Briptu 2 orang, dan Bharada
2 orang.
Luar
biasa pengaruh dari kasus ini, yang mengorbankan hampir ratusan personil Polri.
Hal ini tentu semakin meyakinkan, pembunuhan Brigadir J, selain direncanakan,
juga digarap hampir ratusan personil Polri yang melakukan persekongkolan. Bukan
justru menegakkan keadilan dan menunjukkan hak azasi manusia.
Kembali ke laptop, Komnas HAM nampaknya malah berada di pihak gerombolan ini. Dan masih mencoba menggiring opini pelecehan seksual yang berpindah lokasi, padahal pelecehan seksual sudah kadaluwarsa bagi pihak penyidik di Kepolisian. (Jkt, 05/09/2022)