Ada Ketimpangan Sistem Penggajian ASN, Ketum Korpri Prof Zudan: Harus Direformasi Secara Menyeluruh

Ketua Umum Dewan Pengurus Korpri Nasional (DPKN) Prof. Zudan Arif Fakrulloh.


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Sistem penggajian atau pendapatan, dalam pandangan Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) haruslah berkeadilan. Ketua Umum Dewan Pengurus Korpri Nasional (DPKN) Prof. Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, pihaknya selama berhari-hari sudah berdiskusi mengenai hal ini. 


"Diskusi terpanjang yang dilakukan Korpri selama ini. Formula pendapatan tampaknya harus direformasi menyeluruh. Pola penyusunan grade harus memiliki parameter yang sama sehingga pendapatan menjadi berkeadilan," kata Prof. Zudan dalam amanatnya pada Webinar Korpri bertajuk "ASN Sultan dan Pendapatan Timpang" di Jakarta, Kamis (9/3/2023).


Acara daring yang rutin digelar mingguan bertajuk Korpri Menyapa, tembus angka 10.377 viewers di Youtube streaming dan diikuti oleh 500 peserta melalui zoom meeting.


Ketum Korpri Nasional itu menegaskan, seluruh ASN otomatis merupakan anggota Korpri, karena tidak ada pilihan lain. Namun demikian, ia mengakui terkait sistem penggajian saat ini belum diterapkan secara nasional.


"Betul, masih bersifat lokalistik, masih K/L banget, siapa yang menguasai sendi-sendi penataan keuangan dia bisa menentukan sendiri keuangannya, itu sebetulnya nggak boleh," kata Zudan.


Lebih lanjut Zudan menjelaskan, penghitungan pendapatan ASN saat ini bukan didasarkan dari profil risiko, melainkan karena formulasi yang ditentukan oleh Kemenkeu sebagai pengelola keuangan negara. Zudan menilai, mengacu pola sistem penggajian saat ini tentu akan menimbulkan kecemburuan di antara ASN.


Zudan mengaku, banyak sekali mendapat masukan dan aspirasi terkait topik penggajian itu. Pasalnya, meski memiliki grade yang sama, tetapi pendapatan ASN di Kemenkeu atau Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bisa berbeda. "Banyak yang bertanya pada saya, Pak apa bedanya ASN di Kementerian Keuangan pada umumnya dengan kami yang di daerah, tunjangan kami mengapa kecil sekali," ujarnya.


Korpri pun, lanjut Zudan, mencermati penyusunan tunjangan kinerja yang belum terformulasi berdasarkan profil risiko maupun pertimbangan kepentingan strategis seperti untuk tenaga kesehatan, guru atau prajurit TNI. Sebab, pendapatan ASN di rumah sakit yang mempertaruhkan risiko nyawa masih kalah dengan di Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu.


Maka Zudan menegaskan, bagi Korpri sistem penggajian harus berkeadilan antara kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. "Kalau di Kementerian Keuangan bisa setinggi itu bisa ditanyakan bagaimana cara menyusun seperti itu. Kalau di DKI Jakarta juga bisa setinggi itu, bagaimana daerah bisa menyusun yang setinggi itu," kata Zudan.


Menurut Deputi BKN, Haryomo sebagai narasumber, sebenarnya gaji PNS itu sama. Yang berbeda adalah Tunjangan Kinerja (Tukin) atau Tunjangan Penambahan Pendapatan (TPP). 


Haryomo merujuk Peraturan Menteri PAN-RB No. 34 Tahun 2011 yang menjelaskan, Tukin/TPP merupakan kompensasi berbasis hasil evaluasi jabatan. Hasil evaluasi jabatan berupa Kelas Jabatan menjadi dasar dalam kebijakan pemberian Tukin bagi ASN instansi pemerintah pusat, dan TPP bagi ASN instansi pemerintah daerah. Evaluasi jabatan dilaksanakan dengan menggunakan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri PAN-RB berdasarkan ketentuan Pasal 3 PermenPANRB Nomor 39 Tahun 2013.


Haryomo menjelaskan lebih dalam lagi, yang digunakan untuk menetapkan kelas jabatan adalah metode Factor Evaluation System (FES). FES terdiri dari 9 faktor untuk menentukan standar klasifikasi jabatan. Setiap faktor dalam FES memiliki dua atau lebih subfaktor yang bersama-sama mewakili maksud keseluruhan faktor. 


Di sisi lain, Kemenkeu menggunakan Metode Hay tidak mengikuti standar pemerintah yang ditetapkan dengan pedoman Menteri PAN-RB berdasarkan ketentuan Pasal 3 PermenPANRB Nomor 39 Tahun 2013 tadi. Akibatnya tidak terjadi prinsip keadilan equal pay for equal work. 


“Di sinilah ketimpangan pendapatan dimulai. Bayangkan grading Kemenkeu mencapai hingga grade 27 dengan tunjangan kinerja tertinggi mencapai Rp117.375.000. Sedangkan grading di Kemendagri misalnya yang untuk eselon I tertingginya hanya sampai grade 17 dengan tunjangan kinerja tertinggi mencapai Rp33.240.000," ungkapnya. (A)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama