Mengutip data yang di release World Inequility Index 2022. Anggota Legislatif asal Dapil Jatim X Gresik - Lamongan ini, sebut satu persen penduduk terkaya, memiliki pendapatan 73 kali lipat dari pendapatan mayoritas penduduk miskin di Indonesia.
Karena indeks ketimpangan masih berada di titik kritis itu menjadikan oligarki, yaitu segelintir orang terkaya di Indonesia lebih kuasa dari penguasa. Mereka tidak memiliki jabatan politik tapi menguasai. Sebaliknya yang memiliki jabatan politik tidak menguasai. Dalam kiprahnya oligarki menjadi penghambat bagi pemegang jabatan politik dalam menjalankan tugas konstitusionalnya mendistribusikan kemakmuran secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
Negeri ini membutuhkan pemimpin yang mampu melakukan penguatan mayoritas masyarakat miskin sehingga bisa mengatasi berbagai kesulitan dalam memenuhi hajat hidupnya. Pemimpin yang bisa menjadikan petani tidak lagi menghadapi kelangkaan pupuk. Pada saat panen raya bisa menjual hasil pertaniannya dengan harga yang layak. Nelayan sanggup melaut karena tidak sulit mengisi bahan bakar kapal-kapal kecilnya. Ekspor tenaga kerja tak berkeahlian bisa dihentikan. Guru dibuat sejahtera. Tenaga honorer tidak lagi berada dalam ketidak pastian.
Mengutip pendapat Imam Al-Ghozali, rusaknya rakyat adalah cermin rusaknya pemimpin, maka jalan keluar dari berbagai kesulitan masyarakat ada di tangan pemimpin.
"Oleh karena itu pilih pemimpin waras di Pemilu 2024," ungkap anggota legislatif yang mendapat penghargaan MKD Awards, penghargaan bagi anggota Dewan yang kinerjanya berdampak positif dalam menguatkan harkat dan kehormatan DPR.
Masyarakat dan seluruh elemen bangsa harus diajak untuk memastikan Pemilu 2024 yang dibiayai dengan dana tak kurang Rp 76 trilyun menghasilkan pemimpin yang bisa menyingkirkan hambatan oligarki, sehingga hadir pemimpin yang mampu mewujudkan amanah UUD 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum. "Bukan kesejahteraan segelintir orang," pungkasnya. (Nasruddin)