Mahadita Ginting, SH: Memohon Hakim Batalkan Dakwaan Penuntut Umum


JAKARTA (wartamerdeka.info) - Tim penasehat hukum terdakwa Rian Pratama Akba dan Yanuar Rezananda memohon kepada majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara yang diketuai Syofia Marlianti Tambunan, SH agar menyatakan dakwaan penuntut umum terhadap kliennya dibatalkan demi hukum karena dinilai bersifat obsscuur libel (kabur), tidak jelas, dan tidak cermat.

"Setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima," kata Mahadita Ginting, SH, Jumat (8/9/2023), menanggapi dakwaan penuntut umum terhadap kliennya yang didakwa dengan Pasal 374 dan 378 KUHP.

Menurut tim penasehat hukum kedua terdakwa, uraian fakta kronologis dalam surat dakwaan penuntut umum tidak benar karena diuraikan secara sepotong-potong. "Masih banyak fakta-fakta yang tidak diungkap (ditutupi). Hal ini sangat merugikan klien kami," terangnya.

Ia pun menyampaikan keberatan - keberatannya yang dinilai tidak benar di antaranya yang menyebut PT. BEO langsung mengirimkan sejumlah uang kepada Rian Pratama sesuai kesepakatan, sebelum penandatanganan kontrak. "Karena faktanya, Surat

Perjanjian Kontrak Kerja, No:001/I/ME/BEO/2021 antara PT. KHB PT. BEO yang ditandatangani pada tanggal 4 Januari 2021, masing-masing oleh Dirut PT. KHB dan Direktur PT. BEO," terangnya.

Kemudian menurutnya tidak benar harga penawaran PT. BEO atas pembelian mesin itu semula Rp 3.180.000.000,- menjadi Rp 3.380.000.000. "Karena faktanya penawaran/quotation dari PT. BEO kepada PT. KHB diketahui sampai 3 kali revisi," katanya.

Ditambahkannya, cara atau perbuatan yang diuraikan penuntut umum dalam dakwaannya, yaitu mengambil keuntungan dari pengadaan 1 unit mesin tersebut dengan meminta tambahan harga tanpa seijin dari pihak perusahaan, jelas bukan merupakan

kualifikasi perbuatan sebagaimana dimaksud didalam Pasal 374 KUHP. "Mengambil keuntungan dengan meminta tambahan harga sebesar Rp200 juta kepada PT. BEO bukanlah bentuk perbuatan penguasaan atas suatu barang/benda yang dilakukan oleh para terdakwa karena jabatannya, bukan karena kejahatan. Karena, dalam perkara tindak pidana penggelapan dalam jabatan, barang/benda yang dalam penguasaannya tersebut harus benar-benar tegas dan melekat pada tanggungjawab jabatannya," ujarnya.

Selain itu uraian penuntut umum dalam menentukan barang milik PT. KHB yang diduga digelapkan para terdakwa juga tidak jelas, karena jika penuntut umum mendalilkan adanya uang milik PT. KHB sebesar Rp 150 juta yang dimiliki secara melawan hukum oleh para terdakwa, maka seharusnya dapat menunjukkan adanya hasil audit keuangan.

"Namun dalam kasus ini justru mendalilkan adanya kerugian PT. KHB karena para terdakwa menerima uang dari PT. BEO sebesar Rp 150 juta. Lantas, bagaimana penuntut umum dapat mengkonstruksikan dan menentukan uang Rp 150 juta tersebut merupakan milik PT. KHB," katanya sambil bertanya.

Ditegaskannya, para terdakwa tidak bersalah. "Perlu kami ingatkan, para terdakwa sampai dengan detik ini terus berjuang karena sangat meyakini bahwa para terdakwa tidak bersalah, terlebih lagi terdakwa Yanuar Rezananda," pungkasnya. 

Seperti diketahui, kedua terdakwa merupakan karyawan di PT KHB, masing masing sebagai Supervisor R&D, dan Superintendent Marketing. (Sormin)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama