Oleh : W. Masykar
Dalam beberapa bulan belakangan hampir di semua media online/sosial banyak diberitakan mengenai tarikan dana komite oleh hampir banyak sekolah negeri. Dan nyaris semua pemberitaan di berbagai platform media menuding bahwa apa yang dilakukan oleh sekolah adalah pungli dan itu sama sekali bertentangan dengan peraturan yang ada. Tidak sedikit sekolah yang kemudian merasa kelimpungan karena kebiasaan itu, tiba tiba harus di cut dan dilarang melakukan tarikan kepada peserta didik/wali peserta didik dalam bentuk apapun. Sekolah lantas tidak lagi bisa melakukan penggalangan dana untuk memenuhi sejumlah kebutuhan yang sudah dianggarkan sebelumnya, setidaknya untuk memenuhi kebutuhan kegiatan ekstrakurikuler. Seperti kegiatan OSIS atau kebutuhan untuk biaya biaya ekstra lainnya, seperti kegiatan lomba lomba keluar.
Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 mengenai Komite Sekolah. Komite Sekolah diperbolehkan melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana prasarana, serta pengawasan pendidikan.
Penggalangan dana hanya untuk mendukung peningkatan mutu layanan pendidikan di sekolah dengan asas gotong royong. Sementara yang dilarang adalah penggalangan dana berupa pungutan. Permendikbud tersebut sangat jelas, Komite Sekolah tidak boleh mengambil atau melakukan pungutan pada murid, orang tua dan/atau wali murid.
Pasal 10 ayat (2) disebutkan, penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud, berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan berbentuk pungutan. Lalu apa yang menjadi perbedaan antara bantuan, sumbangan dan pungutan? Bantuan Pendidikan merupakan pemberian berupa uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya, dengan syarat disepakati para pihak. Sedangkan sumbangan pendidikan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orang tua/walinya, baik perseorangan maupun bersama-sama masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan.
Sumbangan bisa diminta dari orang tua/wali murid, yang sifatnya sukarela, tidak untuk seluruh orang tua.
Adapun perbedaan mendasar antara bantuan dan sumbangan ; Pertama, bantuan "boleh" dilakukan apabila "disepakati" dan sifatnya mengikat para pihak, sedangkan sumbangan sifatnya "sukarela" dan "tidak mengikat" satuan pendidikan.
Kedua, subjek yang memberikan dana bantuan dilakukan oleh pemangku kepentingan di luar peserta didik dan/atau orang tuanya seperti badan atau perusahaan, sedangkan sumbangan dapat dilakukan siapa saja.
Lantas, bagaimana Sumbangan yang kemudian ternyata bisa berubah menjadi pungutan? Apabila sumbangan diwajibkan untuk seluruh siswa dan/atau orang tua.
Pungutan pendidikan adalah penarikan uang oleh sekolah kepada peserta didik, orang tua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan.
Pada Pasal 1 ayat (2) Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar, juga dijelaskan bahwa pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar.
Pendeknya, Pungutan dan Sumbangan memiliki perbedaan. Pungutan memiliki ciri-ciri - bersumber dari peserta didik atau orang tua/wali murid, bersifat wajib dan mengikat, ditentukan jumlah, dan ditentukan waktu. Sedangkan Sumbangan memiliki ciri-ciri - bersumber dari peserta didik, orang tua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya, bersifat sukarela, tidak memaksa, dan tidak mengikat, tidak ditentukan jumlah/bebas, dan tidak ada jangka waktu.
Oleh karena itu, menurut Pasal 6 poin (1), pembiayaan pendidikan dengan melakukan pungutan hanya dibolehkan untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Sedangkan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat/daerah tidak diperkenankan untuk menarik pungutan. Hanya boleh menerima sumbangan dari masyarakat, sepanjang dia memenuhi kriteria untuk disebut sebagai sumbangan, yakni bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya oleh satuan pendidikan.
Setiap penggalangan dana yang dilakukan oleh sekolah harus melalui persetujuan komite sekolah dan dapat dipertanggungjawabkan secara transparan kepada pemangku kepentingan terutama orang tua/wali siswa, komite sekolah, dan penyelenggara satuan pendidikan. Setiap sumbangan dari masyarakat kemudian dibukukan di rekening bersama antara komite sekolah dan sekolah, dan tidak boleh digunakan untuk kesejahteraan anggota komite sekolah atau pemangku kepentingan satuan pendidikan, baik langsung maupun tidak langsung. Dana tersebut nantinya dapat digunakan untuk pembiayaan kegiatan terkait peningkatan mutu sekolah yang tidak dianggarkan dan pengembangan sarana prasarana.
Walaupun sumbangan diperbolehkan, namun tidak otomatis semuanya dibebankan ke orang tua/wali. Sekolah dalam hal ini harus memiliki rencana anggaran/kerja tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Selain membuat rencana kerja tahunan, sekolah juga wajib membahasnya bersama dengan komite sekolah. Rencana kerja dan anggaran yang dibutuhkan harus diketahui dan disetujui oleh pejabat berwenang, yakni Dinas Pendidikan. Sebelum kegiatan pengalangan dana dilakukan juga perlu sosialisasi terhadap siswa, dan/atau orang tua. (Disarikan dari Ombudsman RI, dan berbagai sumber).