"Sebagai Timses dia tidak butuh jabatan, bahkan pengakuan sekalipun dari yang didukung, tidak penting.....terpenting dia sudah berbuat dan tetap vokal menyuarakan kebenaran dan kritik"
Jelang perang Baratayudha, Wisanggeni dan Antasena dicegah tidak boleh ikut serta, namun dibalik itu, dia rela menjadi timses untuk kemenangan pandawa.
Sebagai timses Wisanggeni tidak berniat melirik "jabatan" apapun. Bahkan, biaya untuk uborampe pun sama sekali tidak meminta atau dikasih Pandawa. Wisanggeni dengan sifat nya yang selalu ikhlas menolong orang lain tanpa pamrih apalagi dengan keberanian dan kebijaksanaannya bisa menjadi teladan bagi orang lain. Sebagai timses bahkan rela harus mengorbankan dirinya sendiri.
Sosoknya mengingatkan kita bahwa kekuatan sejati bukan hanya terletak pada kesaktian, tetapi juga pada hati yang mulia dan tekad untuk membantu orang lain.
Gaya bicaranya yang sangat vokal dengan siapa saja, sifat dan sikap feodal tidak ada dalam pribadi Wisanggeni. Kevokalannya bahkan dengan atasannya. Para dewa dibikin pusing disaat dia mengacak acak khayangan hanya karena ingin menemui sang ayah.
Apalagi dengan atasannya - sifat asal bapak senang demi mendapatkan jabatan tidak ada dalam pribadi Wisanggeni. Kesaktian ilmu dan sikap bijaknya meski hatinya tetap lembut dan berjiwa sosial mencerminkan pribadi yang benar benar tertempa dari kawah candradimuka.
Dia juga bukan tipologi orang dengan jiwa hipokrit, dengan kemunafikan dan kepura-puraan dihadapan atasan hanya untuk membuat hati atasan senang. Setor muka disaat atasannya menang dalam pertarungan tapi menghilang bahkan dimintai bantuan pun harus mutar mutar dengan beragam alasan saat sedang berperang.
Begitu, hitungan menang, dia tampil didepan sebagai pahlawan.
Apa yang benar akan dikatakan benar, apa yang salah akan dikatakan salah. Bukan sebaliknya, semua dikatakan benar - apalagi dengan pejabat diatasnya hanya untuk mendapatkan point plus. Jiwa seperti ini, tidak ada pada pribadi Wisanggeni.
Disaat musim rotasi atau mutasi pejabat (jabatan) - sosok seperti Wisanggeni tidak "gila" jabatan - tidak marah ketika tidak diberi jabatan apapun. Sebagai penasehat (staf ahli) pun, misalnya tidak merasa dibuang atau terbuang. Semua akan ada hikmah dibalik itu. (bersambung)
Paparan di cerita ini mengajarkan kita supaya berbuat lah baik tanpa pamrih
BalasHapus