Tasikmalaya (wartamerdeka.info) - Fenomena menjamurnya praktik pinjaman tidak resmi seperti bank emok dan rentenir di Kota Tasikmalaya semakin meresahkan masyarakat. Maraknya lembaga pinjaman informal ini dinilai telah memperparah kondisi ekonomi warga, terutama kalangan ibu rumah tangga dan pelaku usaha kecil yang menjadi sasaran utama.
Hal ini disampaikan Sekretaris DPC PWRI Kota Tasikmalaya, Soni Riswandi, dan dirinya memgaku prihatin atas kondisi tersebut. Ia menilai, keberadaan bank emok dan rentenir justru membawa lebih banyak mudarat dibanding manfaat, karena sistem bunga mencekik dan cara penagihan yang kerap kali merendahkan martabat peminjam.
“Saya sangat prihatin. Di satu sisi masyarakat kita memang butuh akses cepat terhadap dana, tapi di sisi lain justru dijerat oleh sistem yang menindas. Banyak dari mereka yang awalnya hanya meminjam satu atau dua juta, akhirnya harus menjual barang-barang rumah tangga atau bahkan terlibat dalam utang baru untuk menutupi yang lama,” ujar Soni Riswandi kepada awak media, Jumat (18/07/2025).
Menurutnya, maraknya praktik ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan ketidakhadiran negara dalam memberikan solusi pembiayaan mikro yang adil dan terjangkau. Ia pun mendorong pemerintah daerah dan lembaga keuangan resmi untuk lebih proaktif membuka akses pinjaman berbasis koperasi atau BUMDes yang legal, terstruktur, dan berpihak kepada masyarakat kecil.
“Kita butuh solusi nyata. Jangan hanya razia sesaat, tapi tidak ada sistem yang dibangun untuk mengganti peran mereka (bank emok dan rentenir). Harus ada pembinaan ekonomi kerakyatan, pendampingan UMKM, dan edukasi keuangan secara menyeluruh,” tambahnya.
Di lapangan, tak sedikit warga yang mengaku terpaksa meminjam kepada rentenir karena proses pengajuan di bank konvensional dinilai terlalu sulit dan memakan waktu. Sementara kebutuhan mendesak, seperti biaya sekolah anak, kebutuhan modal usaha kecil, atau kebutuhan kesehatan, harus segera terpenuhi.
Lembaga sosial dan tokoh masyarakat juga telah menyuarakan kekhawatiran yang sama. Banyak kasus keluarga yang hancur, rumah tangga retak, hingga aksi kriminalitas yang berakar dari tekanan utang kepada rentenir dan bank emok.
Dalam situasi ini, PWRI sebagai organisasi yang menaungi para wartawan dan pemerhati sosial menyatakan akan turut aktif mengawal isu ini. Mereka berencana menggandeng pemerintah, lembaga keuangan, serta tokoh agama dan masyarakat untuk membangun gerakan penyadaran bahaya rentenir dan pentingnya literasi keuangan.
“Kita akan terus suarakan ini, karena ini bukan masalah individu, tapi sudah menjadi masalah sosial yang sistemik. Kami juga mendorong wartawan di lapangan untuk mengangkat kisah-kisah nyata agar membuka mata semua pihak,” pungkas Soni Riswandi.
Dengan meningkatnya kesadaran publik dan komitmen dari berbagai pihak, diharapkan Kota Tasikmalaya bisa segera terbebas dari jeratan lintah darat berkedok pinjaman bantuan.(Arip Hidayat)