Peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2025 besok menjadi momentum penting untuk merefleksikan perjalanan bangsa, sejak proklamasi kemerdekaan pada 1945. Banyak cara dilakukan memperingati kemerdekaan oleh pemerintah maupun masyarakat, diantaranya adalah 1. Memasang bendera merah putih dan umbul-umbul, 2. Menghias Rumah maupun Gedung 3. Mengadakan upacara, 4. Mengadakan Pawai 5. Membuat lomba Maupun 6. Doa Bersama.
Namun momentum peringatan 80 tahun kemerdekaan terasa memudar di Desa Paciran yang konon dijuluki Hutan Kyai Belantara Santri. Bagaimana tidak, Desa yang terdapat banyak pondok pesantren beberapa sekolah tinggi yang menghasilkan Kyai, Ulama, Akademisi dan banyak tokoh Nasional ini tidak lagi memperingati semangat kemerdekaan dengan serius.
Bulan Agustus yang semestinya kita sibuk memasang bendera, menghias lingkungan, anak-anak dan pemuda mengadakan lomba yang dikemas dengan semangat patriotisme dan nasionalisme. Pemerintah Desa yang menghimbau masyarakat mengibarkan bendera depan rumah, mengadakan pawai dan peringatan lainnya seperti tahun-tahun sebelumnya.

TKP tanpa berhias ornamen merah putih semangat Dirgahayu Kemerdekaan ke 80
Fenomena memudarnya semangat Nasionalisme di Desa Paciran ini dapat dilihat dari tempat strategis Pemerintah Desa Paciran mulai Balai desa, Balai Dusun Jetak, Balai Dusun Penazan, Taman Kuliner Paciran, Plengsengan Lorena, Pasar Desa sampai 16 agustus 2025 tidak nampak bahkan hanya sekedar berdera Merah putih yang berkibar Megah.

Suasana Kantor Desa Paciran sepi pernah pernik Merah Putih di bulan Kemerdekaan RI
Pemerintah yang paling dekat dengan rakyat yakni Pemerintah Desa yang harusnya memberikan teladan bagi masyarakat justru kalah dengan warganya yang secara sukarela membeli dengan uang pribadi bendera dengan ukuran pantas yang dipasang megah di depan rumah, diatas perahu nelayan juga dan dijalan-jalan dengan hiasan lainnya. sebagian masyarakat paciran secara sadar masih memperingatinya dengan berbagai cara mulai ada yang melakukan jalan sehat oleh LSM , lomba Warga di beberapa RT, Hiburan Warga, pengajian, menghias jalan dengan Lampu di Dusun Penajan. Semua ini dilakukan gotong royong oleh warga sehingga kemeriahan masih sedikit nampak di desa yang menjadi ibukota kecamatan ini.
Fenomena Meredupnya Semangat nasionalisme di Desa Paciran diperparah dengan Perguruan Tinggi disana yang harusnya banyak Insan Cendekia tidak lagi memberikan teladan dan edukasi yang baik sebagi insan akademis. Tidak nampak di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam bahkan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Lamongan berkibar Bendera Merah Putih maupun sedikitpun simbol yang berbau semangat Kemerdekaan didepan gedung kampus. Sungguh sangat disayangkan padahal disana banyak intelektual, Aktivis justru kalah dengan warung kopi yang disana malah terdapat banyak simbol semangat nasionalisme.
Fenomena ini harus dilihat sebagai ancaman serius dalam konteks pembelajaran generasi kedepan. Jika dibiarkan ini akan menjadi hal yang lumrah sehingga generasi kedepan akan mulai lupa dengan sejarah perjuangan bangsa ini. Apalagi hari ini mulai ada pergeseran di sedikit pemikiran masyarakat yang memilih mengibarkan bendera Anime daripada mengibarkan bendera merah putih. Meski sekedar meluapkan emosi karena ketidakadilan di bangsa ini. Namun persoalan ditengah kebingungan masyarakat siapa yang harus menjadi teladan ini harus dipandang sebagai pergeseran nilai penghormatan terhadap sejarah perjuangan.
*Penulis adalah Mantan Aktivis Mahasiswa yang kini jadi Pengajar dan Aktivis Sosial