
Oleh: Fathur Rahman, M.Pd.
(Piyantun Sedayu lawas)
Praktisi Pendidikan SMAN 1 Paciran
A. Sedayu: Pelabuhan Kecil, Peran Besar
Di peta masa kini, Sedayu (Sedayu lawas) hanya dikenal sebagai desa tua di Lamongan Pesisir Utara. Tapi lima abad lalu, ia adalah salah satu pelabuhan utama Kesultanan Demak yang berpengaruh dalam sejarah jihad maritim Nusantara. Dari tanah Sedayulawas inilah muncul seorang bangsawan muda bernama Pate Amiza, pewaris trah pelaut dan panglima, yang namanya tercatat dalam dokumen Portugis sebagai bagian dari konstelasi kekuasaan Islam pesisir utara Jawa dan seorang bangsawan muda yang memimpin Sedayu saat Demak bertransformasi menjadi kekuatan Islam terbesar di Nusantara
Ketika pengelana Portugis Tomé Pires singgah di Sedayu pada tahun 1513, ia mencatat hal menarik:
"Yang memimpin Sedayu adalah Pate Amiza, seorang bangsawan muda berusia sekitar 20 tahun, yang lebih suka berburu daripada mengurus pemerintahan. Yang mengatur pemerintahan adalah pamannya, Pate Bagus." - Suma Oriental, f.158–159
Catatan ini menjadi bukti bahwa Pate Amiza Junior sedang menjalani masa transisi kekuasaan. Ia masih terlalu muda untuk memimpin sendiri, sehingga urusan pemerintahan ditangani oleh Pate Bagus, paman sekaligus tangan kanan mendiang ayahnya.
Lebih lanjut nama Pate Amiza dalam sumber primer Portugis abad ke-16. Suma Oriental karya Tomé Pires yang ditulis antara 1512–1515, disebutkan bahwa:
“Cidayo (Sedayu) is a port which has a chief called Amiza, 20 years old, nephew of Pate Morob (Rembang), and cousin of Pate Unus (Jepara) and Pate Rodim (Demak)...” - Suma Oriental, Tomé Pires, terj. Cortesão (1944), hlm. 180.
Cuplikan ini menyebut Amiza sebagai pemimpin Pelabuhan Sedayu yang masih sangat muda—sekitar 20 tahun—dan berasal dari keluarga bangsawan elit pesisir utara Jawa. Hubungan kekerabatan dengan penguasa Rembang, Jepara, dan Demak menunjukkan bahwa Sedayu bukan wilayah pinggiran, melainkan bagian inti dari jaringan kekuasaan Islam awal di Jawa.
Berdasarkan reportase Tome Pires 1513, Pate Amiza Junior berusia 20, artinya pate Amiza Junior ini lahir tahun 1493. Pate Amiza Junior lahir dari darah bangsawan Sedayu. Ia adalah putra dari Pate Amiza Senior, keponakan Pate Morob (Rembang), sepupu dari Pate Unus (Jepara), dan ipar dari keluarga Raja Gresik (Sunan Giri). Hubungan kekerabatan ini menjadikan dirinya sebagai bagian dari inti aristokrasi Islam pesisir Jawa.
“Pate Amiza beristri Putri Raja Gresik Zainal Abidin (Sunan Giri), dan memiliki anak yang pada tahun 1546 telah menjadi penguasa Sedayu.” (disarikan dari Mendez Pinto, Peregrinaçam, 1614)
Ia tumbuh dalam suasana istana yang religius, berbudaya Islam, dan kerasnya disiplin militer. Sejak kecil, ia melihat bagaimana ayahnya, Pate Amiza Senior memimpin Sedayu dan pamannya, Pate Bagus, memerintah Sedayu sebagai wali bagi dia sendiri yang lebih suka berburu. Dunia politik dan diplomasi ia pelajari langsung di tengah konflik dan aliansi antar-kadipaten pesisir.
Pada tahun 1513, Demak — di bawah kepemimpinan Pati Unus, sang menantu Sultan Raden Patah — menggelar ekspedisi besar pertama untuk merebut Malaka dari Portugis. Ekspedisi ini bukan hanya simbol solidaritas Islam, tapi juga penanda kekuatan laut pribumi di Asia Tenggara. Di antara 100 kapal dan 5.000 prajurit yang berangkat, ikut serta pula tokoh dari Sedayu: Pangeran Yusuf Siddiq, atau yang lebih dikenal sebagai Pate Amiza Senior, bersama saudaranya Pate Bagus.
Namun keberanian mereka harus dibayar mahal. Pertempuran laut yang sengit berakhir tragis: pasukan Demak gagal merebut Malaka, dan Pate Amiza Senior atau Pangeran Yusuf diduga gugur di medan laga. Kabar duka itu membawa tanggung jawab besar bagi putranya yang masih remaja — Pate Amiza Junior, atau Raden Muhammad Yusuf — untuk menggantikan ayahandanya sebagai pemimpin Kadipaten Sedayu.
Delapan tahun berlalu. Tahun 1521, Demak kembali menyusun kekuatan untuk ekspedisi kedua ke Malaka. Kali ini, Pate Amiza sudah dewasa dan resmi menjabat sebagai Adipati Sedayu. Ia tak lagi sekadar simbol trah, tapi pemimpin militer yang terlibat langsung dalam jihad laut bersama armada Demak yang jauh lebih besar: 375 kapal dan ribuan prajurit dari Tegal, Pati, Rembang, Tuban, Jepara, hingga Sedayu.
Pate Amiza bukan orang sembarangan. Ia adalah keponakan atau sepupu dekat Sultan Pati Unus, sepupu Pate Rodim (Trenggono), keponakan Pate Morob dari Rembang, sekaligus menantu tokoh-tokoh besar pesisir, termasuk Sunan Giri (Pate Zainal Gresik) dan Pate Vira Tuban. Jejaring politik ini memperkuat posisi Sedayu dalam struktur kekuasaan Demak.
Sayangnya, sejarah kembali mencatat luka. Sultan Pati Unus gugur akibat tembakan meriam Portugis, dan ekspedisi kedua pun berakhir gagal. Pasukan Demak kembali ke tanah Jawa, namun semangat jihad tidak padam.
Tradisi lisan dan beberapa sumber menyebut bahwa pasukan Sedayu kembali terlibat, walau tidak disebutkan secara eksplisit apakah Pate Amiza masih memimpin. Namun besar kemungkinan, ia atau trah keturunannya masih memegang kendali di Kadipaten Sedayu hingga akhir abad ke-16, sebelum kemudian digantikan oleh dinasti baru pada era VOC.
Kisah Pate Amiza dan Kadipaten Sedayu dalam ekspedisi-ekspedisi ini menunjukkan bahwa Sedayu bukan hanya titik pelabuhan kecil, melainkan pusat pertahanan dan diplomasi maritim Islam di pesisir utara Jawa. Dari perjuangan ayahnya yang gugur di Malaka, hingga keterlibatan langsung dalam armada jihad laut, Sedayu telah memainkan peran yang layak dicatat dalam narasi besar sejarah bangsa.

H. Warisan: Dinasti Sedayu tetap Bertahan
"…we encountered Pate Sodayo, lord of Cidayo, who was killed in a clash with the army of the new king..." - Peregrinaçam, Ferdinand Mendez Pinto (ca. 1560), bab 92.
Mungkin tidak banyak orang mengenal nama Pate Amiza. Ia bukan tokoh besar seperti Sultan Fatah, Pate Unus, Sultan Trenggono atau Sunan Giri. Namun peranannya penting dalam jalinan sejarah Islam maritim Jawa:
2. Ia menunjukkan model kepemimpinan kolektif antara bangsawan muda dan pamong senior.
3. Ia menjalin aliansi politik dan spiritual melalui perkawinan.
4. Ia menjadi titik awal dinasti penguasa Sedayu yang berlanjut hingga akhir abad ke-16.
Pate Amiza mungkin bukan nama besar seperti Pate Unus atau Sultan Trenggono. Namun, dari Sedayu yang kecil, ia mewakili generasi awal bangsawan muda Jawa yang berdarah ningrat, berjiwa maritim, dan terhubung erat dengan pusat-pusat Islam Nusantara.
Sejarah Sedayu, dan tokoh-tokohnya seperti Amiza Sepuh, Bagus, Amiza Anom, Pate Sodayo, Gusti Sedayu, dan Raja Lella perlu diangkat kembali—bukan untuk glorifikasi semata, tapi agar anak-anak kita tahu bahwa di balik nama-nama kecil di peta, tersimpan sejarah besar yang membentuk Indonesia hari ini.
Sedayu bukan hanya nama tempat. Ia adalah simbol ketahanan lokal, pusat strategi militer, dan jejak spiritualitas Islam pesisir yang perlu diangkat kembali. Pelestarian situs-situs lama di Sedayulawas, penulisan ulang sejarah lokal, dan edukasi berbasis tradisi lisan menjadi sangat penting agar generasi hari ini tidak lupa akar sejarahnya sendiri.
Mari kita buktikan, bahwa Sedayu dan para tokohnya bukan figuran dalam sejarah Jawa — mereka adalah aktor utama yang layak dikenang dan dihormati. (*)
1. Tomé Pires. The Suma Oriental of Tomé Pires (1512–1515), terj. Armando Cortesão (London: Hakluyt Society, 1944).
2. Ricklefs, M.C. A History of Modern Indonesia Since c.1300.
3. Lombard, Denys. Nusa Jawa: Silang Budaya, Jilid II.
4. Pinto, Ferdinand Mendez. The Travels of Mendes Pinto.
5. Babad Tanah Jawi (versi Surakarta), ed. J.J. Meinsma
6. Sunyoto, Agus. 2006, 2015, 2017. Suluk Malang Sungsang (Buku ke-1 s.d. ke 7). Bandung: Pustaka Mizan.
7. Rahman, Fathur. Dkk. 2021. Kearifan Lokal Desa Sedayu lawas. Sedayulawas Poenya Sedjarah. Malang: Ismaya Berkah Group
8. Ricklefs, Merle Calvin (1984). "Theodore Gauthier Th. Pigeaud". Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries: The Malay Annals of Sĕmarang and Cĕrbon. Monash University. hlm. 32. ISBN 9780867464191. ISBN 0867464194
9. Rouffer, Gerrit Pieter and Ljzerman, Jan Willem. 1915. De-cerste schipvaart der Nederlanders naar Oost Indië onder Cornelis de Houtman, 1595-1597; journalen, documenten en andere bescheiden, nitgegeven en toegelicht • Volume 32. Belanda Michigan Univercity.
10. Jarwanto, Eko. 2020. Sidajoe. Dari Kadipaten Menuju Kawedanan. Gresik: Pagan Press
11. Sarkawi B Husein. 2017. Sejarah Lamongan dari Masa ke Masa. Surabaya: Airlangga Press -Lamongan, 3 Agustus 2025.