Seri 4.1. Penguasa /Pejuang Pesisir yang tak Tercatat Oleh Arus Utama Bangsa*

Pate Sodayo (1535-1546):
(Penguasa Sedayu, Kedaton Sedayu Lawas)
Jejak Daerah Dan Legitimasi Politiknya 
Oleh: Fathur Rahman, M.Pd
(Praktisi Pendidikan SMAN 1 Paciran)
Piyantun Sedayu lawas, Pemerhati Sejarah Lokal
A. Perpaduan Darah Demak dan Giri dalam Diri Pate Sodayo atau Gusti Sedayu
Pate Sodayo bukanlah pemimpin biasa. Ia bukan sekadar bangsawan pesisir yang mendapat kekuasaan karena kedekatan geografis dengan pusat kerajaan. Ia adalah tokoh yang mewarisi dua garis keturunan besar Nusantara Islam abad ke-16: politik Dinasti Demak dan spiritualitas Dinasti Giri.
B. Kakeknya: Bagian Bangsawan Kesultanan Demak
Dari jalur ayah, Pate Sodayo adalah  Cucu dari  Pate Amiza sepuh yang masih saudara dengan pemimpin tinggi di lingkungan istana Demak jejaring penguasa pesisir Jawa. Garis ini bisa ditelusuri hingga ke trah elit kesultanan Demak yang pernah melahirkan tokoh-tokoh seperti Pate Rodim (Demak).

Pate Amizah Sepuh bersaudara dengan Pate Bagus (Sedayu) Pate Murob (Rembang), Pate Orob (Tidunan/Kudus), Ayah dari Pate Unus (Jepara), dan berkerabat dekat dengan Patih Rodim Senior (Demak). Berdasarkan Catatan Tome Pires, 1513-1515 dalam Summa Oriental.

Dalam sumber primer yang sama, Pate Amiza muda (penguasa Sedayu tahun 1513) diduga ayah dari Pate Sodayo, terhubung erat dengan keluarga Pate Morob (Rembang), Pate Orob (Tidunan/Kudus) dan Pate Unus (Jepara), yang sama-sama menjalin persekutuan dengan Sultan Trenggono atau Pate Rodim (Demak). Pun Pate Amiza muda beristri dengan putri Pate Zainal Giri Gresik dan putri Pate Vira Tuban. 

Keterkaitan ini mengindikasikan bahwa Pate Sodayo mewarisi keterampilan kenegaraan, militer, dan diplomasi, yang dibutuhkan dalam mengelola kadipaten penting seperti Sedayu—sebuah pelabuhan penting antara Tuban dan Gresik.

C. Ibunya: Putri Raja Zainal Abidin (Sunan Giri)
Yang membuatnya semakin luar biasa adalah garis keturunan ibunya. Ia adalah putra dari putri Raja Zainal Abidin, atau lebih dikenal sebagai Sunan Giri, pemimpin Giri Kedaton—lembaga keulamaan tertinggi yang berfungsi sebagai legitimator spiritual para penguasa Islam di Jawa.

Dalam sumber primer Suma Oriental, karya Tomé Pires (1513–1515) , terjemahan Armando Cortesão, 1944):

> "The lord of Sidayu is Pate Amiza, a young man about twenty years old, nephew of Pate Morob, and cousin of Pate Unus and Pate Rodim of Demak. He is married to a daughter of the king of Gresik, son of the famous Sheikh of Giri. He spends much of his time hunting and hawking, so the government is in the hands of his uncle, Pate Bagus, about forty years old, who is a good man and much respected."

> — Tomé Pires, The Suma Oriental of Tomé Pires (1513–1515), ed. & trans. Armando Cortesão (London: Hakluyt Society, 1944), vol. I, p. 189.

Terjemahan Bahasa Indonesia:
> "Penguasa Sidayu adalah Pate Amiza, seorang pemuda berusia sekitar dua puluh tahun, keponakan dari Pate Morob, dan sepupu dari Pate Unus dan Pate Rodim dari Demak. Ia menikah dengan putri raja Gresik, yang merupakan putra dari Syekh Giri yang termasyhur. Ia banyak menghabiskan waktunya untuk berburu dan bermain elang, sehingga pemerintahan dijalankan oleh pamannya, Pate Bagus, berusia sekitar empat puluh tahun, yang merupakan seorang tokoh baik dan sangat dihormati."

> — Tomé Pires, Suma Oriental (1513–1515).

Dengan garis darah ini, Pate Sodayo bukan hanya memiliki pengaruh politik, tetapi juga legitimasi religius. Ia tak hanya dihormati sebagai penguasa, tetapi juga sebagai cahaya dari Giri—keturunan langsung dari poros ulama besar Jawa Timur.

Melalui garis ibunya, ia mewarisi kehormatan spiritual, ilmu agama, dan jejaring dakwah yang berakar kuat di Giri, Ampel, dan pelosok pesisir lainnya. Maka, sangat mungkin jika rakyat memanggilnya dengan sebutan Gusti Sedayu—bukan hanya karena kekuasaan, tetapi juga karena karisma dan kewibawaan spiritualnya.
D. Penyatuan Politik dan Spiritualitas di Sedayu
Sedayu sebagai pusat kekuasaan yang dipimpinnya menjadi simbol dari penyatuan antara politik dan spiritualitas. Di satu sisi, ia menjadi wilayah militer strategis yang menjaga perairan utara Jawa dan pintu masuk ke Demak. Di sisi lain, Sedayu juga memiliki jejak keagamaan yang kental: pesantren, penyebaran Islam, serta hubungan erat dengan Giri.

Keberadaan Pate Sodayo sebagai pemimpin di sini mencerminkan sebuah model kepemimpinan maritim-santri, yaitu seorang penguasa pesisir yang tak hanya mengandalkan kekuatan armada dan prajurit, tetapi juga kedalaman ilmu dan spiritualitas.

E. Kekuatan Legitimasi dalam Pemilihan Pasca-Trenggono
Saat krisis suksesi pasca wafatnya Sultan Trenggono tahun 1546 mengguncang Demak, delapan penguasa pesisir berkumpul untuk memilih pemimpin baru. Pilihan jatuh kepada Pate Sodayo, bukan hanya karena kekuatannya, tetapi karena legitimasi darah biru dan keagamaan yang ia miliki. Ia tidak hanya bisa merepresentasikan kekuatan militer Demak, tetapi juga membawa restu spiritual dari garis Giri.

> “...a prince from the coast... was elected as sovereign of Java, Bali, and Madura.”

> — Ferdinand Mendez Pinto, Peregrinaçam, 1653

Inilah sebabnya, meskipun ia pada akhirnya dikhianati dan dibunuh oleh sesama penguasa pesisir yang takut akan pengaruhnya, nama Pate Sodayo tetap hidup dalam ingatan sejarah, karena dirinya mewakili sebuah harapan: penyatuan antara kekuasaan dan kebijaksanaan, antara dunia dan akhirat, antara keris dan kitab.

F. Warisan Darah dalam Tradisi Lisan dan Situs Makam
Warisan Pate Sodayo tak hanya hidup dalam naskah Portugis atau catatan sejarah Barat. Dalam tradisi masyarakat Sedayu Lawas, ia dikenal sebagai Gusti Sedayu. Banyak yang percaya bahwa darah agung itu tetap mengalir dalam keturunan lokal, dan bahwa jasadnya disemayamkan di salah satu dari situs-situs makam tua seperti:
- Makam Sentono
- Makam Sono
- Makam depan Mihrab Masjid Agung Sedayu
- Makam Keramat Pereng Gunung Menjuluk
- Makam Suko

Situs-situs ini masih ada bukan karena kemewahan batu nisannya, tetapi karena hormat masyarakat terhadap sosok agung yang pernah membawa nama Sedayu ke puncak sejarah Jawa.

G. Penutup 
Pate Sodayo, sebagai buah cinta antara bangsawan Sedayu - Demak dan putri Raja Giri, adalah representasi dari dua dunia besar dalam sejarah Nusantara: politik kerajaan dan spiritualitas Islam. Ia adalah penguasa dengan dua mahkota—mahkota dunia dan mahkota langit.
Dalam dirinya, kita melihat harapan tentang seorang pemimpin yang kuat sekaligus bijak, berani sekaligus tawadhu’, politikus sekaligus ulama, dan lebih dari segalanya: pemimpin lokal yang mampu mengguncang peta kekuasaan seluruh Jawa.
 H. Silsilah Pate Amiza Spuh (Senior)
Pate Amizah Sepuh (ca. 1455–1500)

├── Pate Bagus (paman, pelaksana pemerintahan 1513)

└── Pate Amiza Muda (ca. 1493–sesudah 1513)
    │  (menikah dengan Putri Sunan Giri Zainal Abidin)
    │
    └── Pate Sodayo (ca. 1515–1546)
        │
        └── (Bupati Sedayu abad XVI)
            │
            └── Raja Lella Sedayu (aktif 1596)
Sedayulawas dan Lamongan, 5 Agustus 2025
Daftar Pustaka
1. Pinto, Ferdinand Mendez. The Travels of Mendes Pinto. London: Penguin Books, 1989. (Terjemahan dari Peregrinaçam, 1653)
2. Pires, Tome. The Summa Oriental Tome Pires. Edisi Armando Cortesao, London: Hakluyt Sosiety. 1944
3. Ricklefs, M.C. A History of Modern Indonesia Since c. 1300. London: Macmillan, 1991.
4. Sunardjo, H. Babad Tanah Jawi: Asal-Usul Raja-Raja di Tanah Jawa. Jakarta: Balai Pustaka, 2003.
5. Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII. Jakarta: Kencana, 2007.
6. Sutrisno, Heri. Jejak Sejarah Kadipaten Sedayu dalam Arus Pesisir Utara Jawa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2019.
7. Tim Peneliti Sejarah Giri. Giri Kedaton: Pusat Spiritualitas Islam di Tanah Jawa. Gresik: Lembaga Budaya Giri, 2016.
8. Tim Arsip Nasional RI. Naskah Kuno dan Catatan Asing tentang Jawa Abad ke-16. Jakarta: ANRI, 2005.
*Berdasarkan sumber Primer (Catatan Sezaman)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Adv.