PUB Gelar FGD Pengelolaan Pesisir Banten, Gubernur WH Menyambut Baik

Pemprov Banten Akan Melakukan Upaya Konkret Di Bidang Kelautan


SERANG (wartamerdeka.info) - Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH) menyambut baik kegiatan Focus Group Discussion (FGD) mengenai Pengelolaan Pesisir Banten yang digelar Perkumpulan Urang Banten (PUB) di Pendopo Gubernur KP3B Curug Kota Serang, Rabu (22/5/2019).

WH mengakui program Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi Banten saat belum terlihat signifikan, terkait dengan upaya penataan pesisir Banten,sehingga kondisi ini perlu terus didorong oleh berbagai pihak di Banten.

Namun menurut WH, program pemprov tidak berhenti di sini. Tahun depan pihaknya akan melakukan upaya konkret di bidang kelautan.

"Tapi, jangan biarkan saya sendiri membangun Banten," ujar Gubernur.

Menurut Gubernur, ke depan,  pihaknya dihadapkan pada tantangan berat. Untuk itu dia berharap agar PUB bisa membantu membangun Banten.

"Saya optimis Banten bisa maju, meski perlu dukungan semua pihak.  Utamanya di pesisir pasca tsunami tahun lalu yang berdampak terhadap infrastuktur pesisir kelautan di Banten," ucapnya.

Dalam FGD itu  hadir sejumlah ahli sebagai pembicara, di antaranya, Ahli Pesisir Rokhmin Dahuri, Pakar Hukum Kelautan Sudirman Saad Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan provinsi Banten Suyitno, Kepala Pusat Mitigasi Bencana IPP Yovitner dan Pakar Kepurbakalaan Banten TB. Nadjib.

Kegiatan  ini dirangkai dengan pengumuman  pengurus PUB Periode 2018-2022, pelantikan sejumlah pengurus PUB di tingkat kota/ksbupaten, dan buka puasa bersama.


Pada kesempatan itu, Prof. Dr. Rokhmin Dahuri, MS, Guu Besar IPB menyampaikan makalah tentang Konsep Pembangunan Wilayah Pesisir Terpadu untuk Meningkatkan Daya Saing, Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas, dan Kesejahteraan Masyarakat Provinsi Banten secara Berkelanjutan.

Sedangkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, Ir. Suyitno, MM  menyampaikan tentang Kondisi dan Permasalahan Pembangunan Kelautan dan Perikanan saat ini, dan rencana Pembangunannya ke Depan, baik dari aspek tata ruang, ekonomi, pariwisata maupun keamanan.

Suyitno mengakui persoalan pesisir laut Banten sangat kompleks. Apalagi setiap aktivitas di tengah laut akan bermuara di wilayah pesisir. 

"Sedangkan pemanfaatannya sat ini masih pada perikanan air laut, seperti budi daya air payau, budi daya perikanan laut dan perikanan tangkap yang menyebar di wilayah Tangerang, Lebak, Pandeglang, dan Serang," jelas Suyitno.

Sementara Ketua umum PUB Taufiequrachman Ruki menyampaikan Provinsi Banten mengandung potensi ekonomi yang beragam karena 54 persen wilayahnya berupa perairan laut, dengan garis pantai sepanjang 509 km, 61 pulau-pulau kecil, dan pintu gerbang utama jalur perdagangan Pulau Jawa dan Sumatera, serta berada di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).

"Misalnya mulai dari kelautan dan perikanan, agroindustri dan agribisnis, pariwisata bahari, kawasan industri sampai pusat industri kreatif dan perdagangan nasional, potensinya ada di Banten.Sementara kejadian tsunami merupakan konsekuensi yang harus diterima warga Banten yang bermukim di pesisir pantai," jelas Ruki.

Perkumpulan Urang Banten (PUB) sebagai organisasi yang menaungi para Jaro (tokoh masyarakat) se Banten, kata Ruki maka sangat berkepentingan dan bertanggung jawab untuk kemajuan Banten secara keseluruhan. Ini dibuktikan dengan digelarnya Forum Grup Diskusi (FGD) Penataan dan Pengelolaan Pesisir Pantai Banten hari ini," tegas Ruki.

Dalam acara tersebut Ketua Umum PUB, Taufiequrachman Ruki menyematkan rompi serta topi PUB kepada gubernur WH selaku anggota kehirmatan sekaligus Dewan Pembina PUB

Ketum PUB Taufiequrachman Ruki menyalami Gubernur Banten Wahidin Halim

Ketum PUB pada kesempatan itu, juga melantik Pengurus Cabang PUB dari delapan kabupaten/kota, Lampung dan Bandung.

Muhammad Hasan Gaido, Bendahara Umum PUB kepada wartamerdeka.info mengungkapkan, kegiatan FGD ini digelar dalam rangka menjalankan Visi PUB yaitu Banten Baru, Banten Bangkit, Banten Juara dan masyarakatnya sejahtera dalam bingkai iman dan taqwa

Dikatakan bahwa FGD yang digelar kali ini bertema “Penataan dan Pengelolaan Pembangunan Wilayah Pesisir Untuk Kemajuan dan Kesejahteraan Masyarakat Provinsi Banten Secara Adil dan Berkelanjutan”.

Tujuan FGD ini adalah membedah dan mengevaluasi kondisi serta kinerja pembangunan wilayah pesisir Provinsi  Banten berdasarkan pada konsep (paradigma) pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

"Selain itu juga memberikan masukan kepada pemerintah, swasta, dan masyarakat tentang pengelolaan wilayah pesisir Provinsi Banten yang benar dan tepat, sehingga pembangunan wilayah pesisir ke depan mampu berkontribusi lebih signifikan bagi terwujudnya Provinsi Banten yang maju, sejahtera, dan mandiri secara ramah lingkungan dan berkelanjutan," ujar Muhammad Hasan Gaido.

Pengusaha yang juga penggiat sosial ini mengingatkan,  pola dan praktek pembangunan wilayah Provinsi Banten, terutama wilayah pesisir dan laut, belum dilaksanakan dengan berbasis pada inovasi sains dan teknologi, keunggulan kompetitif, keadilan sosial-ekonomi (social-economic inclusiveness), dan kaidah pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang ramah lingkungan.  Hingga kini, Provinsi Banten belum memiliki Roadmap dan Blueprint Pembangunan yang tepat dan benar serta dilaksanakan secara berkesinambungan.

RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) belum mempertimbangkan potensi tsunami dan bencana alam lainnya, karakteristik biofisik wilayah, dan dinamika demografi serta kebutuhan hidup manusia secara memadai.

Sebagian wilayah pesisir (coastal zone) Provinsi Banten sudah digunakan untuk kawasan industri, sebagian lagi untuk pariwisata, dan sebagian lagi masih belum ditata dengan baik.

Dari wilayah pantai yang sudah dijadikan Kawasan pariwisata ternyata dirasakan sangat kurang Kawasan yang disediakan bagi publik (masyarakat umum). Kawasan tersebut banyak dikuasai oleh hotel, penginapan, swasta, dan lainnya.

Di sisi lain, sebagian Kawasan pantai juga digunakan untuk tempat tinggal yang seharusnya tidak boleh.  Tidak ada sempadan pantai (set back zone) atau jalur hijau (green belt), yang merupakan elemen utama dari Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu yang benar dan berhasil sesuai dengan UU No. 1/2014 tentang Perubahan atas UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Tidak heran, bila kawasan pantai semakin banyak yang terkena abrasi dan sedimentasi (pendangkalan). Dan, korban jiwa, rusaknya bangunan, infrastruktur serta kerugian ekonomi yang berlebihan saat terjadi bencana tsunami pada Desember 2018.

Derasnya pembangunan industri, pariwisata, dan sektor pembangunan lainnya di Provinsi ini pun belum mampu menghasilkan PDRB per kapita diatas 12.000 dolar AS (Provinsi makmur), menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap seluruh angkatan kerja (usia 15 – 64 tahun), mensejahterakan seluruh penduduk secara berkeadilan, dan menjaga kelestarian lingkungan.  Pembangunan industri dan pariwisata modern serta berskala besar justru membuat Provinsi Banten terbebani dengan prosentase pengangguran tertinggi di tanah air, kesenjangan kaya miskin yang tinggi (Koefisien Gini 0,4), dan kurang melibatkan masyakarat lokal.

Sebagian besar keuntungaan ekonomi (economic rent) dari geliat industri manufaktur, pariwisata, dan sektor pembangunan modern lainnya tidak dinikmati oleh rakyat Provinsi Banten, tetapi lari keluar daerah lain (Jakarta khususnya) atau luar negeri. Terjadi semacam kebocoran wilayah (regional leakage).

"Oleh sebab itu, sangat mendesak bagi kita untuk memperbaiki Roadmap dan Blueprint Pembangunan Wilayah Provinsi Banten, yang meliputi aspek RTRW, pembangunan ekonomi, infrastruktur, sumber daya manusia (human capital), dan tata kelola pemerintahan," ujarnya.(Aris)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama