PPDB Sistem Zonasi Membuat Banyak Orangtua Bingung


TANGERANG (wartamerdeka.info) -Kualitas pendidikan yang tidak merata di tiap wilayah menyebabkan orang tua siswa menempuh berbagai cara untuk diterima di Sekolah Terbaik. Tapi dengan adanya  sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kali ini  membuat orangtua harus memutar otak.

Dalam pengamatan wartamerdeka.info, sejak kemarin, pendaftaran sekolah tahun ajaran 2019 di tingkat SMP, SMK, dan SMA yang telah dimulai beberapa waktu, membuat banyak orang tua bingung. Keinginan mereka untuk menyekolahkan anak di sekolah favorit di luar zona tempat tinggal mereka terancam gagal.

Ini, karena sistem pendaftaran peserta didik baru akan bertumpu kuat pada sistem zonasi. Zonasi memiliki bobot terberat dalam pendaftaran. Tak tanggung-tanggung, 90 persen dialokasikan untuk zonasi, sedangkan 10 persen sisanya dibagi dua menjadi 5 persen untuk jalur prestasi baik prestasi Ujian Nasional (UN) dan non prestasi dan 5 persen sisanya untuk jalur perpindahan orang tua 5 persen.

Sistem zonasi merupakan sistem yang mengedepankan letak domisili siswa dibandingkan dengan letak keberadaan fisik bangunan sekolah. Artinya, semakin dekat jarak rumah siswa dengan sekolah maka semakin besar peluang siswa yang bersangkutan lolos untuk duduk di SMP  sekolah pilihannya.

Wakil Ketua PGRI II Kabupten Tangerang, Bibing Sudarman SPd. MSi, mengungkapjan, peserta didik memperoleh hak memilih tiga sekolah yang terdiri dari dua sekolah di dalam satu zonasi, sedangkan satu sekolah lainnya di luar zonasi. “Peserta didik yang sudah mendaftarkan diri ke SMP Negeri tidak diperbolehkan mendaftar ke SMP lainnya, begitu juga sebaliknya,” ujarnya kepada awak media, kemarin.

Andai kata sudah menetapkan pilihannya, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah dengan melengkapi berkas pendaftara.

Ia juga  menjelaskan, setiap peserta didik wajib membawa fotocopy akte kelahiran beserta kartu keluarga (KK). “Yang asli juga wajib dibawa, nanti hanya untuk ditunjukkan saja untuk verifikasi berkas,” tutur Bibing, yang juga Kepala Sekolah SMP. N 2 Pasar Kemis.

Berkas-berkas itu, lanjutnya, hanya digunakan pada sekolah di pilihan pertama. Sedangkan di sekolah pilhan kedua dan ketiga tidak perlu dilampirkan kembali berkasnya. Kendati demikian, ia menekankan, pada proses pendaftaran sebaiknya dilakukan dengan seksama.
Pasalnya, peserta didik hanya diperbolehlan mendaftar satu kali. Apabila ada kesalahan maka peserta didik tidak bisa lagi mendaftar di jalur yang lain. Hal itu diakibatkan data peserta didik akan dikunci sehingga saat mendaftar kembali akan ditolak.

Pada sistem zonasi, terdapat sistem zonasi kombinasi. Bibing juga mengungkapkan, jalur zonasi kombinasi merupakan jalur yang mempertimbangkan jarak domisili ke sekolah dengan nilai UN. Bobotnya 30 persen skor jarak dan 70 persen nilai UN.

Di lain sisi, kuota 5 persen untuk jalur prestasi diberlakukan uji kompetensi. Sebagai contoh, dalam uji ini, apabila prestasi yang dimiliki peserta didik merupakan cabang olahraga Silat maka yang diujikan adalah kompetensi Silatnya.

Yang terakhir, 5 persen untuk jalur perpindahan orangtua biasanya terjadi pada peserta didik yang orangtuanya kerap kali melakukan perpindahan domisili akibat profesi. “Ada anak yang orangtuanya pindah-pindah. Apabila orangtuanya dipindah tugaskan contohnya pejabat negara, maka sang anak berhak (mendaftar) ," papar Bibing lagi.

Hal ini menyebabkan Orang tua berlomba- lomba membuat surat keterangan domisili ke tempat terdekat sekolah yang di anggap terbaik untuk buah hatinya, tidak peduli apapun caranya untuk mendapatkan surat keterangan Domisili tersebut karena itu jalan terakhir yang ditempuh demi sang buah hati.

Hal ini mendapat perhatian dari Drs.Ismail Tabrani, pengamat Pendidikan Kabupaten Tangerang, yang menilai bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan vitalitas bagi keluarga, dimana kebiasannya selalu mencari sekolah yang baik dan dinilai favorite bagi masyarakat sekitar, sehingga menjadi andalan masuk agar bisa diterima di sekolah tersebut.

"Entah kenapa, ini sudah menjadi tradisi kebudayaan kita, di setiap tahun pada PPDB setiap keluarga selalu berusaha mewujudkan anaknya agar bisa diterima disekolah tersebut, walau kamampuan anaknya terbatas," ungkapnya. (Fatah)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama